Partai-partai yang Melukai Kepercayaan Publik
Opini

Partai-partai yang Melukai Kepercayaan Publik

APAKAH ada hubungannya antara mark up dana reses anggota Dewan dengan poligami?

Bisa jadi ada hubungannya jika ada anggota dewan yang rajin mengumpulkan sisa dana reses apalagi menaikkan dana reses untuk digunakan sebagai biaya menikah lagi.

Tetapi bisa juga tidak ada kaitannya karena dua fenomena ini terjadi di dua partai politik yang berbeda. Dari dua peristiwa yang terjadi hampir bersamaan di belantara politik tanah air, publik disajikan sebuah hikmat kebijaksanaan dalam pengelolaan manajemen kepartaian.

Setiap arah kebijakan partai pasti mengundang sikap pro dan kontra. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) meluncurkan program solidaritas tiga pihak bagi para kader yang mampu secara moril dan material memuliakan anak yatim dan menikahi para janda.

Aturan poligami ini tercantum dalam program UPA poin 8 yakni meminta kadernya untuk memprioritaskan janda jika ingin melakukan poligami (Kompas.com, 30/09/2021).

Sasaran anjuran untuk berpoligami ditujukan kader laki-laki yang mampu dan siap beristri lebih dari satu serta mengutamakan pilihan kepada janda (aromil) atau awanis.

Ketua Dewan Syariah Pusat PKS Surahman Hidayat menjelaskan, poligami dalam ajaran Islam diperbolehkan asalkan laki-lakinya mampu dan layak.

Anjuran untuk berpoligami ini ditujukan untuk membantu fakir miskin dan anak yatim. Tidak ketinggalan pengurus PKS perempuan ikut mengkaji program poligami ini. Tidak ada protes dari kader-kader perempuan PKS.

Bahkan PKS membuat aturan atau etika dalam program UPA yang memperbolehkan poligami tersebut. Tidak ketinggalan, PKS telah membentuk Komisi Bina Keluarga Sakinah yang mayoritas pengurusnya adalah perempuan.

Usai program PKS ini diketahui publik, pergunjingan pun terjadi. Tagar selamatkan janda atau #SaveJanda menjadi ciutan yang ramai dibicarakan netizen di media sosial.

Upaya menolong kehidupan seorang janda tidak harus dengan cara menikahinya dengan menjadikannya sebagai istri kedua, ketiga atau keempat.

Lebih bermartabat, jika ingin menolong kehidupan seorang janda adalah dengan memberi beasiswa pendidikan untuk anak-anak dari janda tersebut (Viva.co.id, 1 Oktober 2021).

Sejak saat itu, “kegenitan” PKS menjadi bulan-bulanan publik. Imbauan PKS yang menyatakan kader pria boleh berpoligami utamanya dengan janda dinilai hanya akan memperburuk stigma janda.

Pendiri komunitas #SaveJanda Mutiara Proehoeman menilai program tersebut justru sangat merendahkan perempuan yang berstatus janda. Komunitas #SaveJanda beranggapan seharusnya PKS sebagai partai politik lebih peka terhadap beban berlapis yang dialami perempuan berstatus janda di Indonesia akibat stigma negatif terhadap mereka (Cnnindonesia.com, 30/09/2021).

PKS cabut anjuran poligami

Respona pengurus PKS tergolong cepat usai terjadinya gelombang kecaman dari publik terutama keriuhan di media sosial.

Selang sehari usai diumumkan, Ketua Dewan Syariah Pusat PKS Surahman Hidayat mencabut Tazkirah Nomor 12 tentang Solidaritas Terdampak Pandemi yang salah satu poinnya anjuran berpoligami.

Seperti tidak ingin “kehilangan” muka, Surahman menyebut alasan pencabutan anjuran poligami karena masukan dari pengurus, anggota, dan masyarakat.

Tidak lupa PKS juga meminta maaf karena telah membuat kegaduhan publik dan melukai hati sebagian hati masyarakat Indonesia (Pks.id, 30 September 2021).

Seperti ingin meluruskan pernyataan sebelumnya yang sempat membuat kontroversi, Surahman juga mengatakan bahwa PKS ingin fokus meringankan ekonomi masyarakat yang terdampak pandemi dengan membagikan 1,7 juta paket sembako bagi masyarakat yang kesulitan ekonomi.

Komisi Nasional (Komnas) Antikekerasan terhadap Perempuan pun meminta PKS berbenah diri meskipun telah mencabut anjuran poligami.

PKS tidak cukup mencabut aturan tanpa melakukan langkah perbaikan dan mengedepankan perspektif keadilan gender.

Komnas Perempuan juga meragukan alasan awal anjuran berpoligami telah mendapat kajian dari pengurus perempuan PKS.

Jangan-jangan klaim tersebut hanyalah justifikasi dari keinginan kader laki-laki yang ingin berpoligami (Cnnindonesia.com, 1/10/2021).

Jelang pemilihan umum serentak di 2024 mendatang, pengelolaan manajemen kepartaian tanpa mengedepankan azas kepatutan dan keadilan dengan segala perspektifnya sama saja dengan membawa partai ke dalam krisis kepercayaan.

Pemilu mendatang sangat jauh berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya. Orientasi pemilih di pemilu mendatang lebih cenderung dinamis dengan mengedepankan sensitivitas keadilan dan logikan berpikir yang bisa diterima dengan nalar.

Bonus demografi di 2024 tidak saja melahirkan pemilih yang kritis tetapi juga “nyinyir” dengan isu-isu menyangkut keadilan, gender, lingkungan, sosial dan lain-lain.

Salah membawa kebijakan partai maka sama saja menempatkan partai dalam lingkup dan segmentasi yang sempit.

Kebijakan PKS ibarat salah launching produk fashion. PKS me-launching old fashion sementara yang sedang ngetren adalah casual dan sporty fashion. Akibatnya, produk busana tidak laku dan dijauhi calon pembeli.

Kali ini saya meminjam istilah putri saya yang tengah menekuni kuliah fashion bussiness di Australia.

Partai butuh ketegasan

Di saat masyarakat jengah dengan “kelakuan” partai-partai yang ada, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menunjukkan ketegasan yang selama ini absen dalam manajemen kepartaian.

PSI dengan berani memecat kadernya yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, Viani Limardi.

Alasannya, Viani yang anggota Komisi D DPRD DKI itu diduga melakukan penggelembungan pelaporan penggunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk kegiatan reses.

Selain itu, Viani juga dianggap tidak memberikan teladan dalam hal kepatuhan aturan ganjil genap berlalulintas di masa Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Pemecatan Viani dilakukan per 26 September 2021 kemarin. Sontak saja, Viani tidak terima dengan pemecatan dan berencana melakukan gugatan hukum.

Publik merasa terperangah mengingat kesalahan Viani ini sebetulnya “lumrah” dilakukan oleh kader-kader di partai-partai lain.

Yang membedakan, di partai-partai lain semua orang bersikap “tahu sama tahu”. Sementara, PSI tak mau kompromi.

Permainan me-mark up laporan reses jamak dilakukan oleh anggota Dewan sejak zaman kuda gigit besi. Demikian pula soal arogansi anggota dewan yang melanggar aturan lalu lintas. Itu hal yang biasa selama ini.

Saya jadi teringat dengan debat kusir yang terjadi antara orang yang mengaku anggota dewan (padahal sudah tidak terpilih lagi) dengan polisi lalu lintas di Kawasan Tebet, Jakarta Selatan beberapa tahun yang lalu.

Kejadian ini direkam dengan dengan kamera dan ditayangkan di acara kriminal stasiun televisi swasta.

Dengan sikap tidak mau tahu dan ingin menang sendiri, (mantan) anggota dewan ini merasa berhak dan boleh memutar kendaraan di penggal jalan yang dilarang untuk memutar.

Sebagai anggota dewan (sekali lagi mantan) dirinya merasa berjasa ikut menggelontorkan dana APBN bagi kepolisian.

Penonton siaran acara ini menjadi mahfum betapa berkuasanya anggota dewan, termasuk dalam menerabas larangan lalu lintas. Itu pun dengan surat izin mengemudi (SIM) yang kedaluarsa.

Andai kebijakan seperti PSI ini diterapkan juga di partai-partai lain maka transparansi, akuntabiltas dan pertanggungjawaban kepada pemilih tidak lagi sekedar menjadi “kredo” kosong dalam tata kelola kepartaian.

Partai harus berani menjadi contoh kebaikan untuk edukasi literasi politik bagi calon pemilih. Sebuah investasi politik jangka panjang.

Partai seolah melindungi kadernya

Selama ini majelis kehormatan partai, apapun partainya, baru akan menjatuhkan sanksi tata tertib partai setelah proses hukum selesai. Alasannya, menghormati asas praduga tak bersalah.

Padahal, tuntasnya proses peradilan umum membutuhkan waktu yang tidak sebentar sementara dampak degradasi kepercayaan dari konstituen dan simpatisan berproses dengan cepat.

Ambil contoh kasus rasuah yang menjerat mantan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin. Partai Golkar seharusnya tidak perlu menunggu proses peradilan Azis tuntas. Fakta-fakta persidangan mantan Bupati Lampung Tengah Mustafa yang kasusnya terkait dengan Azis bisa jadi dasar pemecatan Azis.

Golkar seperti galau, begitu takut kehilangan satu orang Azis. Padahal di luar sana mungkin banyak kader-kader lain yang kapasitasnya jauh lebih mumpuni daripada Azis Syamsuddin.

Dewan pengurus pusat partai terkesan begitu “melindungi” kader-kadernya yang bersalah. Para elite partai juga berharap ingatan kolektif publik akan hilang dengan berjalannya waktu.

Padahal kasus-kasus yang menyita perhatian publik begitu sulit dilupakan bahkan menjadi “rekam jejak” yang mudah dimunculkan di era sekarang ini.

Publik tentu tak akan lupa bahwa kasus korupsi Hambalang terkait dengan Partai Demokrat. Begitu juga kasus korupsi Bansos yang dilakukan mantan Menteri Sosial Juliari Batubara terkait dengan PDI Perjuangan.

Ada lagi kasus suap kuota impor daging sapi dengan segala cerita di balik layarnya yang tak bisa dihapus dari citra PKS.

Kasus pengurusan izin ekspor benih bening lobster mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sulit ditanggalkan dari Gerindra.

Masih banyak lagi sederet dosa-dosa partai politik terkait korupsi. Begitu sempurnanya karut marut tata kelola manajemen kepartaian di republik ini.

Tata kelola kepartaian memang butuh keberanian. Bukan sekadar bussiness as usual ala kadarnya atau begitu-begitu saja.

Mengelola partai butuh visi yang mendobrak kemapanan. Partai adalah representasi kepercayaan publik.

Sekali lancung mengelola partai sama saja melukai kepercayaan publik. Siap-siaplah untuk dihukum pemilih di pemilu mendatang.

Sumber: https://nasional.kompas.com/read/2021/10/04/15474991/partai-partai-yang-melukai-kepercayaan-publik?page=all

Bangkitkan Ekonomi Bali, PSI Usulkan ke Presiden “Quarantine in Paradise”, Apa Itu?
Wawancara

Bangkitkan Ekonomi Bali, PSI Usulkan ke Presiden “Quarantine in Paradise”, Apa Itu?

Wacana Bali agar dijadikan lokasi karantina penerbangan internasional menyeruak.

Dalam wacana tersebut, diharapkan para pelaku perjalanan internasional yang datang ke Indonesia tidak dikarantina di Jakarta, tetapi dilakukan di Bali.

Kebijakan ini dilakukan agar hotel-hotel di Bali dapat terisi okupansinya, yang diharapkan mampu membuat roda pariwisata sebagai denyut nadi utama perekonomian Bali, kembali bergerak.

Hal ini seperti diungkapkan oleh Plt Ketua Umum DPP PSI Giring Ganesha kepada Presiden Jokowi saat pertemuan dengan pimpinan parpol non-parlemen Istana Negara, Rabu 1 September 2021.

Untuk mengetahui lebih jauh alasan Giring menyuarakan hal tersebut, Tribun Bali mewawancarai Plt Ketua Umum DPP PSI Giring Ganesha.

Berikut petikan wawancara yang dilakukan oleh Wakil Pemimpin Redaksi Tribun Bali, Dion DB Putra.

Mas Giring, senang bisa hadir di wawancara eksklusif kali ini, Mas Giring anda dalam seminggu terakhir menjadi newsmaker, dalam pertemuan bersama Pak Presiden.

Mas Giring mengajukan sebuah usul yang bagi masyarakat Bali luar biasa, yakni menjadikan Bali sebagai tempat karantina pesawat internasional, dan itu menjadi headline.

Saya ingin dengar cerita dari Mas Giring, kira-kira mengapa mengusulkan itu dan mendapat respon positif dari Pak Presiden?

Waktu itu prosesnya di tanggal 31 Agustus 2021, lalu memang kita DPP PSI sedang membikin sebuah project video yang namanya Quarantine in Paradise.

Di video tersebut kita akan jelaskan terkait karantina itu di surga dunia di Bali. Ini adalah masukan dari Bro Robi.

Masukan dari Bro Robi, ide dari DPP kok bisa sinkron, dan pas banget momennya semuanya klik, ada undangan dari Pak Presiden. Besoknya langsung berangkat ke Jakarta bertemu Pak Jokowi.

Mumpung pada saat itu, Pak Jokowi saya sudah ada di Bali sebulan, sedih melihat Legian kosong, Seminyak kosong, Kuta kosong.

Pak Jokowi saya ini ada aspirasi masyarakat Bali yang ditaruh di pundak saya, mumpung saya ketemu Pak Jokowi saya sampaikan.

Kenapa pesawat karantina yang masuk ke Bali kenapa karantinanya di Jakarta, bukan di Bali, dimana ada ribuan kamar, ribuan hotel, ribuan vila yang sebetulnya kalau dijadikan karantina masyarakat Bali dan ekonominya, UMKM-nya pasti bergerak.

Turis-turis itu kalau lapar pasti hospitality-nya akan nyiapin, kalau pengen ngopi kan bisa nggojek dari restoran-restoran yang dibangun UMKM itu berjalan, dan hotel-hotel itu bergerak, tentunya dengan penerapan protokol kesehatan untuk memantau para turis asing itu.

Selain itu, kami sampaikan Pak Jokowi setiap Senin malam selalu deg-degan seperti menunggu episode terbaru Ikatan Cinta, seperti perpanjangan PPKM.

Jadi kalau bisa minta tolong Bali dibuka pariwisatanya, agar turis-turis domestik bisa berlibur ke sini dengan syarat protokol kesehatan dan vaksinasi dua kali, agar ekonomi mulai bergerak lagi.

Kita tahu waktu Bom Bali 1 dan 2, para turis-turis domestik yang bisa membawa Bali kembali bangkit.

Kita akan merilis campaign-campaign kita tentang quarantine in paradise. Saya juga akan meminta tolong Sis Grace Anastasia di DPRD Bali untuk ikut mengawal ini.

Saya juga akan meminta kader yang lainnya untuk menyuarakan itu, bagaimana kita bisa mempersiapkan seluruh desa adat, jaringan kita, untuk menjadi bagian dari quarantine of paradise itu.

Saya yakin ini adalah bencana besar, pandemi Covid-19 ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Tapi juga tanggung jawab kita sebagai anak bangsa.

Sebagai umat manusia, daripada kita main salah-salahan di sosial media, kini saatnya kita mencari peran.

Saya sudah beberapa minggu di sini, yang bikin saya terenyuh adalah masyarakat yang taat kepada peraturan, dan memiliki kecintaan kepada Indonesia yang luar biasa, dan memiliki jiwa yang positif sampai pada optimis untuk bisa melewati pandemic ini.

Dan saya rasa ini harus ditangkap lebih baik oleh PSI dan pemda, jangan sampai optimisme dan kesabaran ini dibuang begitu saja. Kalau level menurun prokes tetap jalan.

Kedua adalah tracing yang penting, dan kemudian adalah bagaimana swab test PCR dan antigen dicari semurah mungkin, agar masyarakat Bali yang mau swab test bisa langsung. Harusnya pemerintah bisa mensubsidi itu.

Saat bertemu dengan Pak Presiden apa lagi yang disampaikan PSI?

Kita menyampaikan pencapaian-pencapaian PSI, yang Alhamdulillah semua kader-kader PSI di daerah hampir membagikan paket nasi 200 ribu.

Beberapa aleg-aleg kita membuat sentra-sentra vaksin, di Bali memang sudah aman, tapi di daerah butuh kolaborasi dengan pemerintah daerah.

Kami juga melihat program PSI yang rice box dan sudah terkumpul dana Rp3 miliar, ini apa yang melatarbelakangi program ini?

Simpel,yang pasti melatarbelakangi adalah Sis Grace ketum kita. Sis Grace Natalie punya ide besar, bagaimana dengan Rp 10 ribu itu sudah dapat membeli nasi dengan lauk-pauk, itu sudah termasuk box-nya, dan akhirnya kita buat campaign.

Awalnya, kita ada donatur tetapi setelah melihat momen ini visible, kita coba dan dieksekusi, dan itu viralnya luar biasa dan itu terkumpul sampai Rp 3,5 miliar.

Kita target sampai 2024 itu 1 juta rice box. Karena kita yakin pandemi itu panjang., kader dan pengurus kita turun, kerja siang-malam untuk ini.

Sumber : https://bali.tribunnews.com/2021/09/07/bangkitkan-ekonomi-bali-psi-usulkan-ke-presiden-quarantine-in-paradise-apa-itu

Peduli Lindungi Banyak Dikeluhkan, PSI Desak Kominfo Segera Perbaiki
Wawancara

Peduli Lindungi Banyak Dikeluhkan, PSI Desak Kominfo Segera Perbaiki

Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mendesak Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk memperbaiki aplikasi Peduli Lindungi. Saat ini Peduli Lindungi masih difokuskan sebagai bukti sudah divaksinasi sehingga boleh masuk ke sejumlah tempat umum. Selain itu, PSI mengaku menerima keluhan dari masyarakat terkait aplikasi tersebut yang masih bermasalah.

“Mulai dari data tidak update, aplikasi tidak efisien sehingga memboroskan baterai sampai yang aplikasinya benar-benar tidak bisa dijalankan sama sekali. Bila aplikasi ini mau digunakan sebagai aplikasi utama penanggulangan COVID-19, maka harus ada perbaikan serius,” ujar juru bicara DPP PSI, Sigit Widodo melalui keterangan tertulis pada Minggu, 22 Agustus 2021 lalu.

Di sisi lain, Sigit yakin aplikasi yang dikembangkan oleh Kominfo tersebut mampu digunakan untuk membantu pelacakan kontak erat pasien COVID-19. Sebab, aplikasi tersebut meminta kepada penggunanya untuk mengaktifkan lokasi dengan GPS.

“Itu harus ditanyakan kepada Kominfo, fitur tersebut (untuk melacak kontak erat) dimanfaatkan tidak. Bila tidak (dimanfaatkan), maka sebaiknya permintaan agar aplikasi bisa mengakses lokasi pengguna dimatikan saja karena banyak keluhan aplikasi itu menyedot banyak baterai,” tutur dia lagi.

Ia yakin pengembang aplikasi di Indonesia mampu membuat Peduli Lindungi sebagai alat bantu untuk melacak kontak erat pasien COVID-19. Pengguna aplikasi itu pun diyakini tidak akan keberatan untuk dimintai lokasinya.

“Sebab, aplikasi seperti GoJek atau Grab saja meminta agar lokasi diaktifkan. Lalu, kenapa pengguna protes ketika hal serupa diberlakukan untuk aplikasi Peduli Lindungi,” tanya Sigit.

Apalagi permasalahan yang ditemukan oleh PSI dari aplikasi Peduli Lindungi ini?

Salah satu keluhan yang jamak ditemukan warga ketika install aplikasi Peduli Lindungi yaitu bukti vaksinasi tidak ada. Padahal, warga sudah melakukan vaksinasi lengkap.

“Sangat mengherankan hingga saat ini masih banyak ditemukan status update di situs pedulilindungi.id tapi di aplikasi belum update,” ujar Sigit.

Ia melihat ada database yang belum terintegrasi. Bahkan, kisah lain yang ditemukan di lapangan warga yang belum divaksinasi justru terdata di aplikasi Peduli Lindungi. Saat ke sentra vaksinasi, warga tersebut ditolak lantaran terdata sudah menerima vaksin COVID-19.

Hal lain yang juga disorot dalam aplikasi ini yaitu soal pemindahan server dari Telkom ke Kominfo. Hal tersebut dilakukan dengan alasan agar aplikasinya tidak lelet. Sigit menilai pemindahan server tidak berdampak terhadap kecepatan operasi aplikasinya.

“Masalahnya aplikasi itu harus diperbaiki dan update data yang buruk,” tutur dia lagi.

Lantaran masih banyak permasalahan tersebut menyebabkan banyak warga yang enggan install aplikasi Peduli Lindungi. Maka, PSI berharap perbaikan yang dilakukan oleh Telkom dan Kominfo dilakukan secara serius. Bukan sekedar tambal sulam dengan memindahkan server.

“Bila mayoritas pengguna ponsel sudah nyaman menggunakan aplikasi ini, maka mereka akan dengan sukarela install di ponselnya,” katanya.

2. PSI nilai penggunaan aplikasi Peduli Lindungi untuk filter warga sudah tepat

Meski masih banyak keluhan, tetapi PSI menilai penggunaan teknologi seperti Peduli Lindungi dalam jangka pendek untuk filter warga sudah tepat. Apalagi saat ini belum ada pangkalan data yang terintegrasi berisi data vaksinasi dan Nomor Induk Kependudukan (NIK).

“Karena belum ada database terintegrasi, maka mau tidak mau kita harus menunjukkan aplikasi yang menunjukkan seseorang sudah divaksinasi atau belum. Sekaligus melakukan pelacakan,” kata Sigit.

Momen pandemik ini, ujarnya, juga bisa dimanfaatkan untuk melakukan perbaikan basis data kependudukan di tanah air dan aplikasi yang memanfaatkan basis data tersebut. Ia menilai bila dikelola dengan benar, maka dengan NIK saja sudah cukup karena di dalamnya sudah menjadi data tunggal.

“Tetapi kan data NIK tidak terintegrasi dengan basis data lainnya,” ujar dia.

Di sisi lain, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin berharap hingga akhir Agustus 2021, Peduli Lindungi sudah digunakan di 500 fasilitas umum. Budi mengatakan aplikasi Peduli Lindungi bakal menjadi filter warga ke tempat umum. Mereka wajib scan QR barcode di aplikasi dengan QR barcode yang berada di depan pintu masuk tempat umum seperti mal.

“Bila sudah divaksinasi minimal dosis pertama, barcode akan menunjukkan warna merah. Mereka boleh masuk ke dalam mal. Bila barcode berwarna kuning karena belum divaksinasi tetapi bukan kontak erat pasien COVID-19, maka tetap boleh masuk ke mal,” ujar Budi pada 19 Agustus 2021 lalu.

Sementara, bila barcode menunjukkan warna merah yang berarti terdapat hasil tes yang menunjukkan positif COVID-19 atau merupakan kontak erat pasien, maka pengunjung tak diizinkan masuk ke dalam mal. Budi juga menyebut akan ada pemeriksaan terhadap kepatuhan protokol kesehatan yang dilakukan secara acak oleh petugas dinas kesehatan.

3. Bukti vaksin diprotes dijadikan syarat untuk bisa beraktivitas

Sementara, kebijakan bukti vaksinasi yang dijadikan syarat untuk bisa beraktivitas diprotes oleh epidemiolog dan kepala daerah. Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo pernah mengatakan kebijakan bukti vaksinasi dinilai tidak adil karena jumlah warga yang divaksinasi masih sedikit.

Bahkan, ia menilai kebijakan tersebut seolah memberi karpet merah bagi warga yang sudah divaksinasi agar bisa beraktivitas kembali seperti biasa. Padahal tingkat penularan virus Sars-CoV-2 varian Delta di Tanah Air masih tinggi.

Berdasarkan data dari Kemenkes per 19 Agustus 2021, jumlah cakupan nasional vaksinasi COVID-19 baru mencapai 26,75 persen. Cakupan vaksinasi di Jateng saja belum mencapai 40 persen.

Baru DKI Jakarta yang telah memberikan dosis vaksin lebih dari 100 persen. Lalu, disusul Bali yang cakupan vaksinasinya lebih dari 80 persen. Bahkan, dalam catatan vaksinasi Kemenkes, ada 30 provinsi yang cakupan vaksinasinya di bawah 40 persen. Bahkan, 14 provinsi di antaranya cakupan vaksinasi belum mencapai 20 persen. Berikut daftar provinsi yang tingkat cakupan vaksinasi di bawah 20 persen:

News Indonesia23 Aug 21 | 20:42
Peduli Lindungi Banyak Dikeluhkan, PSI Desak Kominfo Segera Perbaiki
Banyak warga yang sudah divaksinasi tapi datanya tak muncul
Peduli Lindungi Banyak Dikeluhkan, PSI Desak Kominfo Segera PerbaikiANTARA/Arindra Meodia
Santi Dewi
Verified
Santi Dewi Verified
Share to Facebook Share to Twitter
Jakarta, IDN Times – Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mendesak Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk memperbaiki aplikasi Peduli Lindungi. Saat ini Peduli Lindungi masih difokuskan sebagai bukti sudah divaksinasi sehingga boleh masuk ke sejumlah tempat umum. Selain itu, PSI mengaku menerima keluhan dari masyarakat terkait aplikasi tersebut yang masih bermasalah.

“Mulai dari data tidak update, aplikasi tidak efisien sehingga memboroskan baterai sampai yang aplikasinya benar-benar tidak bisa dijalankan sama sekali. Bila aplikasi ini mau digunakan sebagai aplikasi utama penanggulangan COVID-19, maka harus ada perbaikan serius,” ujar juru bicara DPP PSI, Sigit Widodo melalui keterangan tertulis pada Minggu, 22 Agustus 2021 lalu.

Di sisi lain, Sigit yakin aplikasi yang dikembangkan oleh Kominfo tersebut mampu digunakan untuk membantu pelacakan kontak erat pasien COVID-19. Sebab, aplikasi tersebut meminta kepada penggunanya untuk mengaktifkan lokasi dengan GPS.

“Itu harus ditanyakan kepada Kominfo, fitur tersebut (untuk melacak kontak erat) dimanfaatkan tidak. Bila tidak (dimanfaatkan), maka sebaiknya permintaan agar aplikasi bisa mengakses lokasi pengguna dimatikan saja karena banyak keluhan aplikasi itu menyedot banyak baterai,” tutur dia lagi.

Ia yakin pengembang aplikasi di Indonesia mampu membuat Peduli Lindungi sebagai alat bantu untuk melacak kontak erat pasien COVID-19. Pengguna aplikasi itu pun diyakini tidak akan keberatan untuk dimintai lokasinya.

“Sebab, aplikasi seperti GoJek atau Grab saja meminta agar lokasi diaktifkan. Lalu, kenapa pengguna protes ketika hal serupa diberlakukan untuk aplikasi Peduli Lindungi,” tanya Sigit.

Apalagi permasalahan yang ditemukan oleh PSI dari aplikasi Peduli Lindungi ini?

Baca Juga: Manajemen Mal: Banyak Pengunjung Belum Unggah Apikasi Peduli Lindungi

1. Banyak warga yang sudah divaksinasi, datanya tak muncul di Peduli Lindungi
Peduli Lindungi Banyak Dikeluhkan, PSI Desak Kominfo Segera PerbaikiIlustrasi aplikasi Peduli Lindungi di Play Store (www.aptika.kominfo.go.id)
Salah satu keluhan yang jamak ditemukan warga ketika install aplikasi Peduli Lindungi yaitu bukti vaksinasi tidak ada. Padahal, warga sudah melakukan vaksinasi lengkap.

“Sangat mengherankan hingga saat ini masih banyak ditemukan status update di situs pedulilindungi.id tapi di aplikasi belum update,” ujar Sigit.

Ia melihat ada database yang belum terintegrasi. Bahkan, kisah lain yang ditemukan di lapangan warga yang belum divaksinasi justru terdata di aplikasi Peduli Lindungi. Saat ke sentra vaksinasi, warga tersebut ditolak lantaran terdata sudah menerima vaksin COVID-19.

Hal lain yang juga disorot dalam aplikasi ini yaitu soal pemindahan server dari Telkom ke Kominfo. Hal tersebut dilakukan dengan alasan agar aplikasinya tidak lelet. Sigit menilai pemindahan server tidak berdampak terhadap kecepatan operasi aplikasinya.

“Masalahnya aplikasi itu harus diperbaiki dan update data yang buruk,” tutur dia lagi.

Lantaran masih banyak permasalahan tersebut menyebabkan banyak warga yang enggan install aplikasi Peduli Lindungi. Maka, PSI berharap perbaikan yang dilakukan oleh Telkom dan Kominfo dilakukan secara serius. Bukan sekedar tambal sulam dengan memindahkan server.

“Bila mayoritas pengguna ponsel sudah nyaman menggunakan aplikasi ini, maka mereka akan dengan sukarela install di ponselnya,” katanya.

Baca Juga: Menkes Targetkan 500 Tempat Umum Gunakan Aplikasi Peduli Lindungi

LANJUTKAN MEMBACA ARTIKEL DI BAWAH
Editor’s Picks
Risma: Warga Sudah Meninggal Bisa Dapat Bansos Dengan Syarat
Kabur Dari Taliban, Presiden Ashraf Ghani Kini Di Uni Emirat Arab
[LINIMASA-7] Perkembangan Terkini Pandemik COVID-19 Di Indonesia
2. PSI nilai penggunaan aplikasi Peduli Lindungi untuk filter warga sudah tepat
Peduli Lindungi Banyak Dikeluhkan, PSI Desak Kominfo Segera PerbaikiCara penerapan filter pengunjung mal dengan aplikasi Peduli Lindungi (Tangkapan slide presentasi Menkes Budi Gunadi)
Meski masih banyak keluhan, tetapi PSI menilai penggunaan teknologi seperti Peduli Lindungi dalam jangka pendek untuk filter warga sudah tepat. Apalagi saat ini belum ada pangkalan data yang terintegrasi berisi data vaksinasi dan Nomor Induk Kependudukan (NIK).

“Karena belum ada database terintegrasi, maka mau tidak mau kita harus menunjukkan aplikasi yang menunjukkan seseorang sudah divaksinasi atau belum. Sekaligus melakukan pelacakan,” kata Sigit.

Momen pandemik ini, ujarnya, juga bisa dimanfaatkan untuk melakukan perbaikan basis data kependudukan di tanah air dan aplikasi yang memanfaatkan basis data tersebut. Ia menilai bila dikelola dengan benar, maka dengan NIK saja sudah cukup karena di dalamnya sudah menjadi data tunggal.

“Tetapi kan data NIK tidak terintegrasi dengan basis data lainnya,” ujar dia.

Di sisi lain, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin berharap hingga akhir Agustus 2021, Peduli Lindungi sudah digunakan di 500 fasilitas umum. Budi mengatakan aplikasi Peduli Lindungi bakal menjadi filter warga ke tempat umum. Mereka wajib scan QR barcode di aplikasi dengan QR barcode yang berada di depan pintu masuk tempat umum seperti mal.

“Bila sudah divaksinasi minimal dosis pertama, barcode akan menunjukkan warna merah. Mereka boleh masuk ke dalam mal. Bila barcode berwarna kuning karena belum divaksinasi tetapi bukan kontak erat pasien COVID-19, maka tetap boleh masuk ke mal,” ujar Budi pada 19 Agustus 2021 lalu.

Sementara, bila barcode menunjukkan warna merah yang berarti terdapat hasil tes yang menunjukkan positif COVID-19 atau merupakan kontak erat pasien, maka pengunjung tak diizinkan masuk ke dalam mal. Budi juga menyebut akan ada pemeriksaan terhadap kepatuhan protokol kesehatan yang dilakukan secara acak oleh petugas dinas kesehatan.

3. Bukti vaksin diprotes dijadikan syarat untuk bisa beraktivitas
Peduli Lindungi Banyak Dikeluhkan, PSI Desak Kominfo Segera PerbaikiData cakupan vaksinasi di tingkat nasional per 19 Agustus 2021 (Tangkapan presentasi Menteri Kesehatan Budi Gunadi)
Sementara, kebijakan bukti vaksinasi yang dijadikan syarat untuk bisa beraktivitas diprotes oleh epidemiolog dan kepala daerah. Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo pernah mengatakan kebijakan bukti vaksinasi dinilai tidak adil karena jumlah warga yang divaksinasi masih sedikit.

Bahkan, ia menilai kebijakan tersebut seolah memberi karpet merah bagi warga yang sudah divaksinasi agar bisa beraktivitas kembali seperti biasa. Padahal tingkat penularan virus Sars-CoV-2 varian Delta di Tanah Air masih tinggi.

Berdasarkan data dari Kemenkes per 19 Agustus 2021, jumlah cakupan nasional vaksinasi COVID-19 baru mencapai 26,75 persen. Cakupan vaksinasi di Jateng saja belum mencapai 40 persen.

Baru DKI Jakarta yang telah memberikan dosis vaksin lebih dari 100 persen. Lalu, disusul Bali yang cakupan vaksinasinya lebih dari 80 persen. Bahkan, dalam catatan vaksinasi Kemenkes, ada 30 provinsi yang cakupan vaksinasinya di bawah 40 persen. Bahkan, 14 provinsi di antaranya cakupan vaksinasi belum mencapai 20 persen. Berikut daftar provinsi yang tingkat cakupan vaksinasi di bawah 20 persen:

1. Sumatra Utara
2. Sumatra Barat
3. Aceh
4. Bengkulu
5. Maluku
6. Sumatra Selatan
7. Nusa Tenggara Timur
8. Sulawesi Tengah
9. Nusa Tenggara Barat
10. Kalimantan Selatan
11. Papua
12. Kalimantan Barat
13. Maluku Utara
14. Lampung

Jumlah warga yang divaksinasi dosis pertama per Senin (23/8/2021) masih 57,7 juta. Sedangkan, penerima dosis kedua mencapai 32 juta. Padahal, sasaran vaksinasi lengkap yang ditetapkan oleh pemerintah mencapai 208.265.720. Target itu diharapkan bisa dicapai pada akhir 2021.

Sumber : https://www.idntimes.com/news/indonesia/santi-dewi/peduli-lindungi-banyak-dikeluhkan-psi-desak-kominfo-segera-perbaikibr/3

Tsamara PSI: Solidaritas Menemukan Makna Penting di Tengah Pandemi
Inspirasi

Tsamara PSI: Solidaritas Menemukan Makna Penting di Tengah Pandemi

 Jakarta-Pandemi Covid-19 telah membuat kata solidaritas menemukan makna pentingnya. Demikian disampaikan oleh Ketua DPP PSI, Tsamara Amany, dalam diskusi online bertema “Pahlawan di Sekitar Kita” yang digelar DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

“Mungkin sebelumnya kita menganggap solidaritas itu satu kata yang gak jelas artinya, apa sih konkretnya, tapi sekarang kata solidaritas menemukan makna yang sangat penting di tengah pandemi,” kata Tsamara, Senin 16 Agustus 2021, melansir situs PSI.

Tsamara melanjutkan, makna solidaritas itu tampak dalam aksi membantu sesama, terutama menolong masyarakat akar rumput yang paling merasakan dampak dari PPKM. Aksi saling bantu oleh masyarakat ini, menurutnya, penting karena kemampuan pemerintah terbatas.

“Kita tidak bisa selalu mengharapkan resources hadir dari pemerintah, tapi kita mengharapkan dari kita yang memiliki keistimewaan kepada warga akar rumput yang kesulitan, dan juga untuk pasien Covid-19 dan nakes yang kesulitan di masa pandemi ini,” lanjut mahasiswi S2 Public Policy and Media Studies di New York University itu.

PSI pun, imbuh Tsamara, sudah ikut ambil bagian membantu sesama sejak pandemi terjadi. Misalnya, saat ini PSI tengah menggalang donasi dari ribuan donatur untuk mengalokasikan 1 juta rice box yang akan dibagikan kepada rakyat terdampak pandemi di seluruh Indonesia.

Sampai sekarang, donasi yang terkumpul mencapai Rp 3 miliar lebih dan selalu dilaporkan kepada publik soal penggunaan dana donasi tersebut.

“Saya sendiri juga kemarin menggalang dana di kitabisa.com, alhamdulillah sudah terkumpul hampir Rp 70 juta, jadi sembako bisa dibagi untuk sekitar 300 KK. Jadi kita lakukan apa yang bisa kita lakukan, memang terbatas, pasti bergantung pada publik luas, tapi yang saya salut adalah publik tidak berhenti berdonasi. Kita optimis bahwa di Indonesia masih banyak orang yang peduli dengan sesama,” ujarnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Yayasan Aksi Indonesia, Susy Rizky yang juga menjadi narasumber menceritakan hal ihwal dia mulai aktif menyalurkan donasi. Susy mengaku, keterlibatannya menyalurkan donasi yang sebagian besar datang dari teman-temannya di Facebook bermula dari peristiwa sengketa Pilpres 2019 dan berlanjut di masa pandemi ini.

“Jadi sebetulnya, yang saya kerjakan itu titipan dari teman-teman di friend list Facebook. Mulainya itu waktu sidang (hasil Pilpres) MK tahun 2019, kan Brimob dan TNI banyak yang diturunkan di Jakarta, nah sudah mulai itu teman-teman berdonasi. Kita kirim air mineral, makanan, dan buah-buahan, lalu dilanjutkan lagi ketika pandemi,” kata dia.

Dari sekian banyak donasi yang dia salurkan, ada kejadian yang membuatnya terenyuh, yaitu ketika menyalurkan peti-peti mati ke RSDC Wisma Atlet. Ketika itu, lanjut Susy, stok peti jenazah di RSDC Wisma Atlet hampir habis di saat jumlah korban meninggal dunia akibat Covid-19 terus melonjak. Sementara banyak jenazah tanpa keluarga yang harus segera dimakamkan.

“Saya ngomong di grup WA, saya cuma minta satu-dua peti saja, gak tahunya satu orang ngasih 25 peti, ada yang ngasih 65 peti, kenapa itu bermakna? Karena banyak yang meninggal itu terkadang anak kos, keluarganya jauh, ada juga yang perantauan gak punya keluarga di sini, belum lagi orang yang gak mampu,” imbuhnya.

Senada dengan Tsamara, dalam diskusi yang dimoderatori Juru Bicara DPP PSI Mikhail Gorbachev Dom itu, Susy pun salut dengan kedermawanan masyarakat.

“Saya salut sama teman-teman netizen, saya kan gak open donasi sebetulnya, itu inisiatif teman-teman, jadi gak pajang nomor rekening. Mereka yang sumbang, terserah mau dibelikan apa, kebetulan saya di lapangan ngerti apa yang dibutuhkan para nakes, petugas ambulans,” tambah Susy.

Terkait solidaritas yang kian menguat di masa sulit, Susy juga merasakannya sendiri. Menurutnya, perbedaan pandangan politik yang selama ini membuat masyarakat tersekat-sekat mulai memudar dan digantikan dengan kekompakan untuk saling bantu.

“Yang tadi Bro Gorba bilang bahwa solidaritas kita itu makin kuat, itu saya rasakan sekali. Teman-teman di friend list yang berlawanan pandangan politik, dalam hal ini kita sudah saling mendoakan, ikut donasi, jadi suasana itu -minimal di friend list saya- sudah agak cair, dan itu memberi harapan sendiri buat saya pribadi, oh ternyata teman-teman bisa kompak untuk tujuan begini,” lanjut Susy.

Melengkapi diskusi sekaligus menanggapi pertanyaan moderator tentang menguatnya gerakan filantropi kolektif membantu sesama yang belakangan muncul, Sarwono Kusumaatmadja berpesan agar hal itu harus terus dipelihara dan dipraktikkan dalam aspek-aspek lainnya, dan tidak hanya dalam masa pandemi saja.

“Iya memang ada bakat itu. Ini kan kayak kontaminasi, perbuatan baik itu menular, ya. Cuma saya mau kasih wanti-wanti, tren (kebaikan) ini harus dipelihara dan diperbesar, jangan kita lengah atau menyangka ini sebuah gejala permanen. Harus dipelihara dan dikembangkan dalam bentuk yang macam-macam, diaplikasikan di bisnis, di pendidikan, dll. Kalau tidak diteruskan, nanti ada bandulan sebaliknya (kejahatan/keburukan) dari luar,” pungkas tokoh senior yang pernah menjadi Menteri Eksplorasi Kelautan itu.

Sumber : https://www.industry.co.id/read/91528/tsamara-psi-solidaritas-menemukan-makna-penting-di-tengah-pandemi

Pemerintah sebaiknya perbaiki aplikasi untuk Covid-19
Wawancara

Pemerintah sebaiknya perbaiki aplikasi untuk Covid-19

JAKARTA (IndoTelko) – Partai Solidaritas Indonesia (PSI) meminta pemerintah untuk memperbaiki dan mengintegrasikan seluruh aplikasi Covid-19 berbasis telepon seluler (ponsel).
Jika diperbaiki dan diintegrasikan, aplikasi ini akan sangat bermanfaat untuk melakukan tracing, mempercepat vaksinasi, dan menangani pasien Covid-19.

Juru bicara Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PSI, Sigit Widodo mengungkapkan, pemerintah pusat saja saat ini memiliki dua aplikasi ponsel yang tidak terintegrasi. Aplikasi PeduliLindungi dikeluarkan oleh Kementerian Kominfo RI, dan aplikasi Indonesia Health Alert Card (eHAC Indonesia) dikeluarkan Kementerian Kesehatan RI. “Belum lagi dinas-dinas kesehatan provinsi ikut berlomba-lomba membuat aplikasi ponsel. Ini sangat tidak efisien,” ujar Sigit.

PSI menyarankan, cukup ada satu aplikasi resmi untuk penanggulangan Pandemi Covid-19 di Indonesia. “Misalnya, mau pakai PeduliLindungi saja atau eHac saja, silakan. Tapi perbaiki dulu aplikasinya dan integrasikan seluruh layanan penanggulangan Covid-19 di dalamnya, “ kata Sigit.

Menurut Sigit, saat ini banyak sekali keluhan masyarakat terhadap aplikasi PeduliLindungi yang seharusnya menjadi aplikasi utama pemerintah. “Misalnya, banyak yang gagal daftar, sudah pernah daftar lalu username-nya hilang, sampai data yang tidak update. Di website pedulilindungi.id sertifikat vaksinasi sudah keluar, tapi di aplikasi disebut belum vaksin. Ini membingungkan masyarakat,” kritik Sigit.

“Bahkan ada keluhan tanggal lahir salah. Ini kan aneh karena aplikasi PeduliLindungi menggunakan Nomor Induk Kependudukan yang angka ketujuh hingga duabelas merupakan tanggal lahir pemiliknya,” tambah Sigit.

Tidak terintegrasinya PeduliLindungi dengan eHAC juga membuat masyarakat yang harus bepergian jarak jauh terpaksa menginstal lagi tambahan aplikasi di ponselnya. “Padahal seharusnya masyarakat cukup instal satu aplikasi saja terkait Pandemi Covid-19 ini dan menggunakannya untuk semua hal terkait penanggulangan pandemi saat ini,” kata Sigit.

Jika diperbaiki dan digunakan dengan benar, PSI meyakini aplikasi mobile bisa sangat bermanfaat untuk mencegah penularan Covid-19. “Saat ini salah satu kelemahan Indonesia dalam penanganan Pandemi Covid-19 adalah soal tracing. Padahal, 98 persen dari pengguna internet kita menggunakan ponsel cerdas. Ini artinya ada 200 juta Warga Negara Indonesia yang bisa menginstal aplikasi dan pemerintah bisa memanfaatkannya untuk melakukan tracing secara realtime,” ujar Sigit.

Namun Sigit mengingatkan, masyarakat tidak akan menginstal aplikasi yang dianggap tidak bermanfaat sehingga pemerintah perlu melakukan banyak perbaikan pada aplikasi yang ada sekarang. “Saat ini baik PeduliLindungi maupun eHac hanya digunakan sekitar lima juta orang. Tidak perlu dibandingkan dengan YouTube atau WhatsApp yang digunakan hampir seluruh pengguna internet Indonesia, TikTok saja diinstal 75 juta warga negara kita,” ungkapnya.

Masih menurut Sigit, jika masyarakat merasa membutuhkan, pemerintah bahkan tidak perlu bersusah payah mensosialisasikan aplikasi tersebut. “Sederhana saja, masyarakat seharusnya bisa mencari lokasi terdekat dan mendaftar vaksinasi lewat aplikasi tersebut. Kemudian, jika ada masyarakat yang terkena Covid-19, dia bisa mencari fasilitas kesehatan terdekat atau meminta pengiriman obat jika harus melakukan isolasi mandiri,” ujarnya.

Selain untuk informasi vaksinasi dan pengobatan, aplikasi seharusnya juga bisa digunakan sebagai sertifikat digital dan meminta izin keluar-masuk suatu wilayah yang terkena Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). “Untuk melewati check point, misalnya, cukup tunjukkan QR Code di aplikasi, aparat memindai dan memutuskan apakah penggunanya harus putar balik atau boleh memasuki wilayah tersebut. Kalau ini dilakukan, semua orang akan menginstal aplikasi tersebut dan pemerintah bisa melakukan tracing dengan mudah,” kata Sigit.(ak)

Sumber : https://www.indotelko.com/read/1625972518/pemerintah-covid-19

Tsamara PSI Nilai Kinerja Anies untuk DKI Belakangan Ini Lebih Rendah ketimbang Politik Praktisnya
Wawancara

Tsamara PSI Nilai Kinerja Anies untuk DKI Belakangan Ini Lebih Rendah ketimbang Politik Praktisnya

TRIBUNNEWS.COM – Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Tsamara Amany, menyoroti kinerja Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan belakangan ini.

Tsamara menilai, kegiatan politik praktis Anies lebih gencar dari pada kinerjanya sebagai pemimpin Ibu Kota.

Tsamara menyoroti sejumlah kegiatan politik Anies, seperti bertemu dengan sejumlah kepala daerah, hingga pimpinan dan tokoh partai politik.

“Daripada fokus dan energi beliau diambil terlalu banyak untuk persoalan politik, lebih baik difokuskan di persoal kompleks yang menimpa Jakarta,” ungkap Tsamara kala menjadi narasumber di program diskusi tvOne, Senin (14/6/2021).

Intensitas politik praktis Anies Baswedan dinilai Tsamara begitu tinggi akhir-akhir ini.

“Saya kira bagian dari komunikasi politik, hanya saja intensitas kegiatan politik praktis Pak Anies belakangan ini lebih tinggi daripada intensitas kerja beliau untuk Jakarta, itu yang disayangkan,” bebernya.

Apalagi, lanjut Tsamara, masa jabatan Anies hanya menyisakan satu tahun.

“Beliau akan selesai tahun depan, lebih baik energi difokuskan 100 persen untuk Jakarta,” ungkap Tsamara.

Tsamara menyebut, banyak janji-janji Anies yang belum terealisasi.

Mulai dari rumah DP 0 persen, hingga penyelesaian persoalan banjir.

Diketahui Anies Baswedan melakoni sejumlah kegiatan antara lain berjumpa dengan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil.

Anies juga diketahui mengunjungi Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, dan berjumpa dengan sang Bupati, Dony Ahmad Munir.

Jauh sebelum itu, Anies sempat disorot setelah ia bertemu dengan juragan beras asal Sragen, Jawa Tengah, Billy Haryanto, pada akhir April 2021 lalu.

Anies diketahui saat itu menyambangi Jawa Timur dan Jawa Tengah, untuk mengamankan pasokan beras untuk Jakarta.

Namun, banyak yang menduga apa yang dilakukan Anies adalah safari politik untuk Pilpres 2024 mendatang.

Bahkan, beredar foto Billy Haryanto, memajang spanduk dukungan di joglo kemenangan untuk Anies nyapres pada 2024.

Anies juga diketahui hadir dalam acara peringatan 100 Tahun Soeharto di Masjid At-Tin, Jakarta Timur, beberapa waktu lalu.

Tsamara menilai, sejumlah langkah yang diambil Anies adalah sebuah kerangka besar.

“Bukan hanya satu bagian, tapi ada sebuah kerangka besar dengan pertemuan dengan kepala daerah, pimpinan partai politik,” ungkap Tsamara.

Giring Ganesha Bicara soal Politik.
Wawancara

Giring Ganesha Bicara soal Politik.

JAKARTA, KOMPAS.com – Mantan vokalis grup band Nidji, Giring Ganesha, tengah menikmati pekerjaan barunya di bidang politik.

Seperti diketahui, Giring saat ini bertindak sebagai Pelaksana Tugas Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

Giring membagikan pandangannya terhadap dunia politik dalam obrolan terbaru bersama Pemimpin Redaksi Kompas.com, Wisnu Nugroho, di video Beginu S2 Episode 12.

1. Perbedaan ngeband dan jadi politisi

Ada perbedaan mencolok yang dirasakan Giring Ganesha ketika menjalani tur sebagai musisi dan politisi.

Semua kegiatan Giring dan Nidji sudah diatur dengan baik dari mulai tiba hingga akhirnya harus pergi lagi.

“Kalau sekarang, sampai, manggung terus. Ketemu orang, pidato, ketemu UMKM, pidato. Jadi, basically, sehari itu bisa manggung 5, 6, 7 kali,” ucap pria kelahiran 14 Juli 1983 tersebut.

2. Menikmati tugas

Walau aktivitasnya menjadi lebih padat setelah menjadi politisi, Giring Ganesha mengaku tetap menikmati tugasnya.

Apalagi, saat ini ia memikul tanggung jawab lebih besar setelah ditunjuk sebagai Plt Ketua Umum PSI.

Namun, Giring berhasil menemukan cara untuk membagi aktivitas pekerjaan dan keluarga.

3. Politik enggak boleh baper

Sebagai seorang politikus, Giring Ganesha memetik pelajaran, di dunia politik para pelaku tidak boleh terbawa perasaan (baper).

Bermacam drama yang biasa terjadi tak seharusnya direspons dengan perasaan dari dalam hati.

“Tapi kalau gue sebagai Ketum enggak bisa baper-baperan.

Ketika orang menghujat, menulis sesuatu, mengancam membunuh, kita enggak bisa melihatnya dengan dibawa perasaan,” ucap suami Cynthia Riza ini. Giring justru biasanya mengandalkan logika ketika dihadapkan dengan sebuah permasalahan politik.

Sumber : https://www.kompas.com/hype/read/2021/05/27/113336566/giring-ganesha-bicara-soal-politik?page=all

Pilpres 2024, Giring Ganesha: Perjuangan Mulai dari Sekarang kalau Mau Menang
Giring Presiden 2024 Wawancara

Pilpres 2024, Giring Ganesha: Perjuangan Mulai dari Sekarang kalau Mau Menang

JAKARTA, KOMPAS.com – Pelaksana tugas (plt) Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Giring Ganesha mengatakan, partainya tengah memperkuat struktur untuk menghadapi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Menurut Giring, selama ini PSI memiliki kelemahan terkait struktur, sehingga upaya penguatan harus dilakukan sejak sekarang.

“Jadi kami sekarang meningkatkan struktur. Struktur harus merasa bahwa perjuangan ini dimulainya dari sekarang kalau mereka mau menang di 2024. Kalau mau menang di 2024, perjuangan kita sekarang,” kata Giring, dalam wawancara dengan Pemimpin Redaksi Kompas.com Wisnu Nugroho, dikutip dari video BEGINU S2 Episode 12, Rabu (26/5/2021).

Giring mengakui, PSI bukan partai yang memiliki kekuatan dana melimpah. Melihat fakta tersebut, maka jalan satu-satunya adalah bekerja keras mulai saat ini menuju 2024.

“Faktanya PSI bukan partai yang banyak uang, kita masih pakai urunan masyarakat. Jadi satu-satunya jalan ya kerjanya harus dari sekarang,” ujar mantan vokalis grup band Nidji itu.

Ia mengatakan, banyak pihak yang menyampaikan untuk bekerja keras terlebih dahulu, termasuk dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Adapun Giring telah mendeklarasikan rencana pencalonannya sebagai presiden pada Pilpres 2024.

Oleh karena itu, ia banyak berkeliling ke daerah sebagai salah satu upaya untuk memenangkan kontestasi tersebut.

“Hampir semuanya ngomong gitu (kerja keras). Pak Jokowi terakhir saya ketemu bilang, kalau mau menang ya harus capek, blusukan dan lain-lain. Ternyata it works! Kami keliling Indonesia, semua kader gerak,” ucap dia.

Giring ditunjuk oleh Ketua Umum PSI sebelumnya, Grace Natalie, sebagai plt ketua umum pada Agustus 2020.

Grace mengatakan, Giring yang dikenal sebagai musisi ini mewakili anak muda dan kreatif. Sehingga, Giring dipertimbangkan menjadi plt ketua umum.

“Pengalaman berjuang bersama di PSI selama beberapa tahun terakhir menjadi pertimbangan. Bro Giring juga bisa mewakili sosok anak muda kreatif,” ujar Grace kepada Kompas.com ketika dikonfirmasi, Senin (17/8/2020).

Grace menunjuk Giring sebagai Plt Ketua Umum PSI karena ia akan melanjutkan studi ke Singapura. Grace akan studi S2 di Lee Kuan Yew School of Public Policy, NUS selama satu tahun.

 

Sumber: https://amp.kompas.com/nasional/read/2021/05/26/10525101/pilpres-2024-giring-ganesha-perjuangan-mulai-dari-sekarang-kalau-mau-menang

Hak Cuti Haid dan Cuti Melahirkan Itu Merugikan Pengusaha Nggak Sih?
Opini

Hak Cuti Haid dan Cuti Melahirkan Itu Merugikan Pengusaha Nggak Sih?

Masalah perempuan bekerja, cuti melahirkan, menikah, resign setelah menikah/melahirkan belakangan ini sering dibenturkan dengan pemilik usaha. Dan sebagai sosok idola media sosial, tokoh penjaga moral netizen, saya merasa tidak mungkin berdiam diri. Saya harus bersuara.

Jadi gini. Sebelum ke mana-mana, kita harus sepakat dulu bahwa perempuan itu akan mengalami hal-hal seperti haid, hamil, melahirkan, nifas, menyusui, dan lain sebagainya. Hal-hal yang tidak akan dialami pria. Meski secara kodrat fisik berbeda, tapi perempuan tetap punya hak yang sama dalam berkarier maupun mengekspresikan diri.

Nah, oleh sebab itu, untuk keadilan, harus ada aturan khusus karena kodrat fisik yang dialami perempuan. Ingat ya, ini hak khusus, bukan hak istimewa.

Hal inilah yang kemudian terwujud dalam bentuk cuti melahirkan, ruang laktasi, child care terjangkau, bahkan gratis hingga kuota khusus untuk perempuan yang menduduki jabatan tertentu. Sebuah kondisi yang kelihatannya cukup ideal. Mungkin karena terkesan ideal, banyak yang melihatnya sebagai utopia. Kayak mustahil banget diterapin.

Padahal, ada lho di Indonesia, perusahaan kecil yang sudah memberlakukan cuti melahirkan 6 bulan. CEO-nya cukup terkenal. Namanya… ah, rahasia ah.

Di sisi lain, sebuah perusahaan tentu berupaya memaksimalisasi profit dengan modal sedikit. Masalahnya, ketidakstabilan dalam usaha yang dipicu keluar masuk pekerja (kalau nggak salah istilahnya turnover rate) tentu bikin kesal pengusaha.

Apalagi dengan mewajibkan kuota perempuan di jabatan tertentu. Mana masih harus siapin space untuk ruang laktasi dan lain-lain, pengusaha bisa saja melihat ini semua sebagai cost center.

“Hellooowww… Kami ini buka usaha, bukan yayasan!” kira-kira begitu protesnya.

Pengusaha yang pada titik tertentu sulit menerima hal ini, bisa aja akhirnya memutuskan… ya udah kalau aturan cuti makin panjang, harus siapin ruang laktasi, padahal tempat usaha sempit.

Mau mengizinkan cuti haid atau cuti panjang setelah melahirkan, produksi sedang dikejar deadline. Akhirnya langkah pendek pun dipiliih: ganti semua pekerja perempuan dengan pekerja laki-laki. Beres.

Ada juga pengusaha yang ala-ala motivator yang doyan menyemangati karyawati tentang cuti melahirkan. “Anu, rasanya nggak perlu cuti melahirkan sampai 6 bulan deh. Sebulan saja cukup ya? Kalau kelamaan cuti nanti tidak bisa berkarier loh.”

Padahal yang ngasih motivasi ini adalah eksekutif perusahaan yang mungkin lahir dengan derasnya privilege dari keluarga dengan gaji belasan bahkan ratusan kali UMR. Seolah menyemangati untuk karyawati, padahal targetnya adalah tidak mau kehilangan talent plus ogah menganggarkan buat paid leave 6 bulan.

Selain cuti melahirkan, cuti haid juga kerap diributkan. Ada yang sampai tega ngatain sesama perempuan yang mengalami kram/sakit saat haid awal sebagai perempuan yang kurang sehat, kurang olahraga, kurang menjaga nutrisi. Seolah melupakan fakta kalau fisik masing-masing perempuan itu berbeda kalau sedang mengalami haid.

Pendek kata, mari saling adu kepentingan untuk memberikan keadilan atas kodrat perempuan dengan kebutuhan perusahaan. Perusahaan memikirkan bagaimana bisnis berjalan, sementara banyak yang memandang pengusaha kok jahat banget sama perempuan.

Pekerja kan berhak dapat fasilitas dan quality time dengan keluarganya. Tak semata hanya menjadi hamba sahaya kapitalis. Wah, ngomongnya sambil gebrak meja keren nih.

Di sisi lain, jadi pengusaha itu berat loh. Dugaan saya, 80-90% usaha rintisan baru, biasanya sering mati pada tahun pertama. Pada tahun kedua, dari sedikit yang tersisa 70-80% mati. Yang kuat bertahan di tahun ketiga.

Setelah itu mulai stabil namun tantangan akan makin berat. Pengusaha pasti berpikir kelangsungan usaha. Ada nanti success trap pertama, kedua, dan ketiga. Ini semua sih hasil perasan diskusi saya dengan Pak Typo, alias smsl, alias @amal_alghozali.

Jadi kepentingan untuk tempat dan aturan kerja yang layak bagi perempuan akan selalu berbenturan dengan pengusaha. Ya ada juga pengusaha yang mikir kebijakan bagus untuk perempuan, tapi mungkin tidak banyak. Bisa dihitung jari. Jari pertama adalah CEO yang namanya saya rahasiakan tadi.

Nah, menurut saya, pemerintah pusat dan daerah seharusnya menjadi jalan tengah benturan pekerja perempuan dan perusahaan. Sudah selayaknya negara menyerap sebagian beban pengusaha terkait pekerja perempuan agar tidak semua dibebankan kepada pengusaha.

Ini penting, terutama di segmen usaha padat karya dan UMKM, terkhusus UMK (usaha mikro dan kecil). Kita belum bicara yang pekerja informal (pasar tradisional, dll) lho ya.

Nah, dari sana, saya setidaknya punya lima usulan fasilitas penting yang bisa dikerjakan pemerintah/pemda. Usulan nomor empat akan membuat Anda terkejut. Anjaaay klikbet.

Pertama, ruang laktasi bersama dan child care gratis/terjangkau. Pemerintah membangun fasilitas khusus dekat tempat usaha untuk fasilitas ini. Pengusaha kecil tentu senang jika pemerintah dukung hal ini. Pekerja perempuan juga senang karena bisa menyusui anak yang dititipkan tidak jauh dari tempat kerja.

Kedua, fasilitas gratis pengiriman ASI ke rumah. Ini bisa dilakukan untuk pekerja yang rumahnya relatif jauh dan tidak ada fasilitas penitipan anak.

Ketiga, insentif untuk pengusaha yang memberikan cuti melahirkan lebih panjang. Syukur-syukur diberlakukan setelah revisi UU 13/2003 terutama pasal mengenai istirahat melahirkan.

Juga insentif pajak atau kemudahan izin jika perusahaan mewajibkan cuti haid, memberikan kuota khusus untuk perempuan menduduki jabatan tertentu.

Cuti haid wajib? Kenapa tidak. Selain masalah fisik (kram perut, pusing, mual dan yang lainnya), haid hari pertama kerap mengakibatkan mood perempuan buruk. Bukannya lebih baik istirahat saja atau kerja di rumah?

Keempat, kartu pekerja (ini sih berlaku ke semua gender) untuk gratis naik kendaraan umum pulang dan pergi. Mengurangi biaya transportasi juga insentif yang baik untuk pekerja maupun pengusaha. Mungkin untuk yang berpendapatan relatif rendah, kartu pekerja bisa juga ditambah fasilitasnya untuk mendapatkan sembako murah.
Baca juga: Tiga Jenis Sidang yang Seharusnya Disiarkan Langsung di Televisi

Kelima, kartu/fasilitas khusus ibu tunggal yang memiliki anak, bekerja informal/UMR. Kartu ini menjamin ibu dan anak-anaknya mendapat KIS, KIP, PKH, dan akses prioritas terhadap bantuan pemerintah.

***

Pertanyaannya, mengapa negara yang harus ambil alih sebagian beban tersebut? Ya karena negara yang akan mendapatkan manfaat dari kepedulian terhadap pekerja perempuan.

Perempuan yang memberikan ASI eksklusif 6 bulan, anaknya lebih sehat dan kuat. Biaya kesehatan anak berpotensi turun. Yang diuntungkan tentu negara karena biaya kesehatan untuk anak bisa turun dan generasi penerus bangsa lebih mantap menjalani masa depan.

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan di Indonesia cukup tinggi. Jika digantikan pria semua dengan alasan pekerja perempuan “merepotkan”, secara nasional tidak akan cukup. Belum kalau pekerja perempuannya punya talenta yang bagus. Mencari penggantinya tentu sulit.

Jika ruang bekerja untuk perempuan cukup adil dan ramah, perempuan akan tetap bekerja. Output ekonomi terjaga, pendapatan bersama (suami-istri) bisa mencukupi keluarga dengan layak.

Negara tentu dapat manfaat juga karena ekonomi meningkat, pajak meningkat, anggaran negara meningkat. Makin banyak yang bisa dikorupsi dipergunakan untuk kemaslahatan umat.

Kebijakan negara tentu dipengaruhi kepentingan politik. Well, sekarang kita tahu sumber keruwetan benturan kepentingan pekerja perempuan dan pengusaha ini ada di mana? Ya pada kebijakan pemimpin tertinggi negara untuk mau membela kepentingan pekerja perempuan atau tidak.

Oleh karena itu, jangan salah lagi. Pada 2024 nanti pastikan Anda memilih…

…%@*#&$ (dikekep Kepala Suku Mojok dari belakang).

 

Sumber: https://mojok.co/kkd/esai/hak-cuti-haid-dan-cuti-melahirkan-itu-merugikan-pengusaha-nggak-sih/

Memikirkan Ulang Sistem Parlementer
Opini

Memikirkan Ulang Sistem Parlementer

Oleh: Dr. Dea Tunggaesti, SH, MM (Plt. Sekjen Partai Solidaritas Indonesia)

Setelah lima pemilihan umum berjalan demokratis, saatnya kita bicara tentang bagaimana cara memperkuat demokrasi dan melahirkan stabilitas kebijakan dan politik jangka panjang.

Inilah saat paling tepat memulai percakapan mengenai kehidupan bernegara kita ke depan, melampaui perdebatan mengenai masa jabatan presiden apakah dua atau tiga periode. Ini saatnya memikirkan ulang sistem presidensial yang kita terapkan sambil mencoba mempelajari kembali sistem parlementer itu.

Presidensialisme vs Parlementer

Ada sejumlah alasan kenapa sistem parlementer patut kita pelajari kembali. Pertama, sistem ini relatif bisa melawan ancaman gelombang populisme politik. Sistem presidensial membuka peluang terpilihnya kandidat dengan ideologi ekstrem ke puncak kekuasaan. Membuka ruang lebih luas kepada para demagog untuk membajak demokrasi dengan menunggangi gelombang sentimen ras atau agama agar terpilih menjadi presiden.

Sistem parlementer relatif mampu menjaga politik di arus mainstream –karena elemen-elemen ekstrem akan difilter ulang dalam proses rekrutmen internal partai mau pun melalui proses politik parlemen.

Alasan kedua, sistem presidensial lebih rentan konflik. Pengalaman dunia memperlihatkan, pemilihan dua kandidat presiden yang berlangsung sengit melahirkan masyarakat yang terbelah. Menciptakan ketegangan terus menerus dan berpotensi menciptakan konflik terbuka. Kalau kita ingin kehidupan masyarakat kembali normal –agar ketegangan politik tidak termanifes dalam bentuk konflik jalanan, maka alternatifnya adalah mengembalikan politik ke ruang-ruang perdebatan di gedung parlemen.

Alasan ketiga adalah mengupayakan agar politik tidak terlalu banyak menyebabkan guncangan ekonomi karena kebijakan yang berganti-ganti setiap lima tahun. Beberapa penelitian memperlihatkan, sistem parlementer –dibanding presidensial– lebih mampu menciptakan stabilitas kebijakan jangka panjang.

Studi memperlihatkan sistem presidensial memiliki sejumlah masalah. Pertama soal adanya persaingan legitimasi antara presiden dengan parlemen, karena keduanya merasa dipilih secara langsung oleh rakyat. Jika terjadi perbedaan pendapat atau konflik tajam diantara keduanya, maka pemerintahan terancam mengalami kebuntuan. Kelemahan lainnya, jika presiden terpilih mempunyai kecenderungan otoriter, ia akan terus menerus mencari cara memperluas kekuasan dan menjadikan dirinya diktator. Sistem presidensial juga tidak menyediakan fleksibilitas karena presiden terpilih meski pun kinerjanya buruk, tidak bisa diganti di tengah jalan –kecuali melanggar konstitusi– hingga masa jabatannya berakhir.

Dalam konteks Indonesia, situasi menjadi semakin rumit karena kita menerapkan presidensialisme dengan multipartai. Akibatnya sulit menciptakan kemiripan mayoritas, karena presiden terpilih bisa berasal dari partai yang tidak memenangkan pemilu atau tidak memiliki kursi mayoritas di parlemen.

Skenario politik yang biasanya terjadi adalah kawin paksa antar partai yang berseberangan, baik secara ideologi atau kebijakan, demi melahirkan koalisi mayoritas di parlemen. Semakin besar koalisi semakin butuh biaya politik besar karena semakin banyak hal dikompromikan, dan pada gilirannya menciptakan situasi rentan korupsi.

Setelah terpilih, sepanjang masa jabatannya, presiden harus terus menerus bernegosiasi dengan berbagai kekuatan di parlemen, agar kebijakannya mendapat persetujuan. Akibatnya, pemerintahan terancam tidak bisa berjalan efektif.

Suka atau tidak suka, parlemen dan partai politik adalah elemen utama demokrasi. Demokrasi yang sehat harus dimulai dari partai politik. Kita tidak bisa terus menerus mengeluh pada keadaan, ini saatnya memaksa partai politik berubah.

Demokrasi menyediakan kesempatan kepada warga untuk menghukum partai yang tidak amanah dengan cara tidak memilihnya kembali –bahkan setiap warga punya hak untuk berkampanye mengajak orang agar tidak memilih partai bersangkutan pada pemilu berikutnya. Inilah kekuatan utama demokrasi, kedaulatan ada di tangan rakyat. Pergunakanlah kekuatan dalam bentuk suara itu untuk memaksa mengubah partai-partai politik. Hukum partai yang tidak bekerja dengan baik, pilih partai yang bisa lebih memberi harapan bagi perbaikan.

Sistem parlementer akan memaksa partai politik untuk berubah. Mendorong demokratisasi internal. Memaksa partai mencari calon anggota parlemen dengan kualitas terbaik agar bisa mengalahkan calon partai lain. Kompetisi yang meningkat akan memperbaiki kualitas parlemen. Hubungan antara pemilih dengan anggota parlemen terpilih juga akan semakin dekat, yang ujungnya akan memaksa anggota parlemen terus menerus mendengar suara konstituen jika ingin kembali terpilih pada pemilu berikutnya.

Melihat Kembali Kegagalan Politik era `50an

Kita memang pernah gagal ketika melaksanakan sistem demokrasi parlementer pada era 1950-an. Tapi mari kita lihat dengan pikiran yang jernih tentang hal-hal yang melatari kegagalan itu. Masalah terbesar adalah, kita melaksanakan sebuah sistem pada saat berbagai syarat dasar bagi terlaksananya sebuah demokrasi belum tersedia.

Pada masa awal pembentukan republik, partai politik dengan beragam warna ideologi yang saling antagonistis bersaing ketat memperebutkan dominasi di ruang politik. Situasi ini menyebabkan pertentangan tajam di antara partai politik di parlemen. Pada sisi lain, presiden Soekarno sendiri memiliki konsepsi berbeda tentang kepresidenan dengan idenya mengenai Demokrasi Terpimpin.

Dalam konteks politik hari ini pertentangan tidak setajam pada masa lalu, karena semua kekuatan politik relatif telah menerima prinsip dasar bernegara yakni Pancasila, sehingga perdebatan di dalam parlemen tidak akan setajam dan menyangkut hal-hal yang sangat prinsipil sebagaimana politik era 50an.

Penyebab lainnya adalah kondisi sosio ekonomi pada masa pelaksanaan demokrasi parlementer sangat lemah. Studi memperlihatkan, semakin baik kondisi sosial ekonomi masyarakat –akan semakin bisa membuat demokrasi bertahan lebih lama. Saat ini, kondisi sosio ekonomi kita jauh lebih baik, demikian pula kondisi keamanan yang stabil.

Lima pemilu terakhir yang kita jalankan, adalah pemilu yang demokratis. Inilah momentum baik untuk menyelesaikan pekerjaan rumah dalam memperbaiki demokrasi kita. Hari ini, kita sudah memiliki berbagai syarat dasar bagi keberlanjutan demokrasi. Ini saatnya berdiskusi tentang hal-hal yang lebih fundamental, tentang kehidupan bernegara di masa yang akan datang.