Zuma, Kekuasaan dan Korupsi

Jatuhnya Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma dari kursi tertinggi partainya, Kongres Nasional Afrika, membenarkan apa yang pernah dikatakan Lord Acton.

Lord Acton (1834-1902) pernah menyatakan bahwa kekuasaan cenderung korup. Acton menulis, ”… Power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely…”, orang yang memiliki kekuasaan cenderung jahat, dan apabila kekuasaan itu demikian banyak, maka kecenderungan akan jahat itu semakin menjadijadi. Kalimat selanjutnya yang ditulis Lord Acton berbunyi, ”Orang besar hampir selalu orang yang buruk….”

Seperti pepatah lama, honores mutant mores, saat manusia mulai berkuasa, berubahlah pula tingkah lakunya. Kejahatan paling buruk seorang pemimpin itu adalah apabila ia merasa sudah lebih dari orang lain, menjadi manusia super, bahkan semidewa; minta dipuja-puja, bahkan minta dikultuskan. Pada saat itulah, pemimpin bisa lupa daratan dan memanfaatkan kekuasaannya untuk kepentingan diri sendiri, keluarganya, kelompoknya. Lupa bahwa kekuasaan yang dipegangnya adalah amanah dari rakyat.

HansMorgenthau dalam Politics Among Nations: The Struggle for Power and Peace menulis, motif tindakan politik adalah tiga hal dasar: mempertahankan kekuasaan, menambah kekuasaan, atau memperlihatkan kekuasaan. Bahkan, yang sudah tidak berkuasa pun merasakan atau berlagak seakan-akan masih berkuasa.

Biasanya, untuk mempertahankan kekuasaan, menambah kekuasaan, dan memperlihatkan kekuasaan itu—meminjam istilah yang dipopulerkan oleh Machiavelli—menghalalkan segala cara; menggunakan segala macam daya dan cara demi tercapainya tujuan. Apalagi, kalau orang terjun ke dunia politik masih menjadikan orientasi kebutuhan hidup dan obsesi akan siklus produksi-konsumsi dominan. Dengan demikian, politikus akan cenderung menjadikan politik sebagai tempat untuk mencari mata pencarian utama untuk hidup. Maka, laku yang menyertainya adalah korupsi.

Perilaku semacam itu yang telah menjatuhkan Jacob Zuma, salah satu pahlawan dalam perjuangan melawan politik apartheid bersama Nelson Mandela; bahkan pernah dipenjara bersama Mandela. Partai yang dipimpinnya, Kongres Nasional Afrika (ANC), mengambil langkah tegas demi persatuan dan keutuhan partai: mencopot Zuma.

ANC, yang memonopoli panggung politik di Afrika Selatan sejak berakhirnya pemerintahan minoritas kulit putih yang menerapkan kebijakan apartheid (1994), tidak mau reputasi partai hancur gara-gara pemimpinnya kotor. Mahkamah Agung (2017) menyatakan bahwa Zuma terlibat 18 kasus korupsi. Ia juga pernah dituduh melakukan pencucian uang.

Langkah ANC mencopot Zuma, meski semula alot, adalah penting untuk memberitahukan kepada rakyat Afrika Selatan bahwaANCbersih dan masih pantas untuk memimpin negeri itu. ANCingin menegaskan bahwa Afrika Selatan harus diselamatkan dari kerakusan pemimpin yang korup.

Sumber: Tajuk, Harian Kompas, 19 Februari 2018

Recommended Posts