Surat untuk Ibu Meiliana

Oleh Grace Natalie

Bagaimana kabar ibu? Saya senantiasa berdoa agar ibu tetap kuat menjalani kehidupan yang berat di penjara, apalagi untuk sesuatu yang saya yakin tidak ibu maksudkan — sebagaimana dituduhkan.

Bagi beberapa orang, nama Ibu Meiliana mungkin tidak ada artinya. Mungkin diam-diam mereka malah menyalahkan Ibu hingga akhirnya mendekam di penjara.

Mungkin ibu masih ingat, 11 Maret lalu saya mengunjungi Ibu di Lapas Tanjung Gusta Medan. Sebelumnya, Sekjen Raja Juli Antoni dan para juru bicara PSI beberapa kali mengunjungi Ibu di penjara.

Kami, berusaha dengan apa yang kami bisa untuk membantu menguatkan atau bahkan membebaskan ibu dari tuduhan yang keliru. Itu sebabnya dalam pengadilan, saya meminta para pengacara PSI mengajukan diri menjadi amicus curiae (sahabat pengadilan) untuk memberi dukungan kepada Ibu melalui majelis hakim yang memeriksa perkara ini, pada saat banding di Pengadilan Tinggi, Sumatera Utara.

Saya merasa sedikit lega, melihat Ibu tampak sehat dan kuat menghadapi semua ini. Apalagi ketika Ibu cerita, setiap hari suami selalu datang membesuk. Anak-anak juga sesering mungkin datang. Selama 11 bulan dalam tahanan, hampir tiada hari tanpa didampingi keluarga.

Mengapa PSI lantang membela Ibu Meiliana? Mengapa PSI terus menyuarakan perlawanan terhadap intoleransi?

Oktober 2018, PPIM UIN (Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah) merilis survei yang bertajuk “Pelita yang Meredup: Potret Keberagaman Guru Indonesia.” Sampelnya guru Muslim dari TK/RA sampai SMA/MA. Temuannya : guru di Indonesia dari TK/RA hingga SMA/MA memiliki opini intoleran dan opini radikal yang tinggi.

21% guru ( berarti 1 dari 5) tidak setuju bahwa tetangga yang berbeda agama boleh mengadakan acara keagamaan di kediaman mereka.

29% guru (berarti hampir 1 dari 3) setuju untuk ikut berjihad di Filipina Selatan, Suriah, atau Irak.

33% guru ( berarti lebih dari 3 dari 10) setuju untuk menganjurkan orang lain agar ikut berperang mewujudkan negara Islam.

Tahun 2018, IDN Research Institute melakukan survei terhadap para millenials mengenai persepsi mereka terhadap NKRI. 19,5 % millenial ( berarti hampir 1 dari 5 ) menyatakan setuju Khilafah.

Apa arti temuan-temuan ini? Indonesia darurat intoleransi! Padahal toleransi adalah dasar NKRI. Tanpa toleransi kita akan meniadakan satu dengan lainnya. Tak akan mungkin kita bicara soal kemajuan ekonomi jika hak untuk hidup dengan aman tanpa rasa takut saja, tidak terpenuhi.

Yang menyedihkan, TIDAK ADA SATUPUN PARTAI POLITIK YANG SECARA RESMI BERSUARA DAN BERTINDAK UNTUK MELAWAN ARUS INTOLERANSI YANG SEMAKIN MEMBESAR Kalau yang bicara bukan orang yang punya posisi penting di partai seperti Ketua Umum, Sekjen, atau juru bicara resmi — tidak bisa dihitung sebagai sikap partai. Istilah anak sekarang, remah-remah rengginang. Cuma sekadar basa-basi.

Ibu Meiliana yang selalu saya doakan, entah kenapa jantung saya berdegup lebih kencang setiap bicara mengenai Ibu. Termasuk saat membuat tulisan ini, dalam penerbangan dari Kupang ke Jakarta. Dada saya sesak merasakan kepedihan Ibu, yang tidak berdaya melawan ketidakadilan akibat intoleransi. Ibu bukan aktivis, bukan orang partai, bukan politisi. Ibu orang biasa, hanya ibu rumah tangga. Rumah yang dibakar massa adalah rumah induk semang, dimana Ibu dan keluarga dipekerjakan untuk menunggui rumah walet itu.

Saya cemas, apa yang terjadi pada Ibu bisa terjadi pada siapapun dari kita. Intoleransi terus memakan korban. Baru-baru ini ada Pak Slamet yang ditolak untuk indekos oleh warga dusun Karet, Bantul, Jogja, hanya karena agamanya berbeda dengan mayoritas warga. Belum lagi peristiwa penolakan jenazah, penyegelan rumah ibadah, persekusi terhadap Ahmadiyah, dan kasus-kasus lainnya.

Jika intoleransi terus terjadi, kita tinggal tunggu saja kapan NKRI terpecah belah.

Membela Ibu Meiliana adalah membela keIndonesiaan kita.

Langkah selanjutnya yang akan PSI tempuh adalah pembebasan bersyarat. Kami siap menjadi penjamin pembebasan bersyarat Ibu bulan Mei mendatang.

Doa saya Ibu sehat, kuat dan tabah selalu. Semoga Ibu segera bisa kembali pulang ke rumah, berkumpul dengan keluarga tercinta. Semoga Ibu tetap percaya pada nilai-nilai luhur bangsa kita. Semoga Indonesia tetap menjadi rumah kita bersama. Tempat bagi SEMUA ORANG, tanpa kecuali, apapun suku, agama, dan rasnya — bisa hidup berdampingan dengan baik, tanpa takut dengan ancaman diskriminasi dan persekusi. Untuk NKRI, kami akan tetap berjuang dan lantang bersuara, apapun risikonya.

Peluk hangat,
Grace Natalie
Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia

#CoblosPSINomorSebelas
#JokowiSatuKaliLagi

Recommended Posts