Kebajikan yang ditempa Hutan Pasaman
Si Anak Kampung, sejak pertama kali menginjakkan kaki di Jakarta, hingga saat ini menjadi salah satu tokoh politik nasional, tidak banyak yang berubah. Setidaknya demikian yang diungkapkan Jeffrie Geovanie, tokoh Minang yang ditemui Si Anak Kampung ketika tiba di Jakarta. “Endang ini pekerja keras dan jujur, pernah berjalan kaki dari Senen ke Kantor Syafii Maarif Institute hanya karena kehabisan uang. Dia tidak mau menelepon dan merepotkan orang lain, karena uangnya habis akibat salah hitung saat makan di rumah makan padang di sekitar Senen, lalu dia memutuskan jalan kaki untuk memberikan pelajaran pada dirinya sendiri” kata Jeffrie Geovanie menggambarkan sosok Si Anak Kampung yang sederhana, pekerja keras, serta bertanggungjawab atas tindakannya sendiri.
Lahir di Padang Balai, Pasaman, Sumatera Barat, pada tanggal 8 April 1981, Si Anak Kampung tumbuh disirami nilai-nilai agama. Ayahnya (alm.Buya Syamruddin) seorang mubaligh, kerap mengajaknya keliling saat harus mengisi ceramah dari kampung ke kampung. Rupanya proses itu tanpa disadari membentuk dirinya menjadi pribadi yang mencintai agama. Medan yang sulit dan ancaman binatang buas di hutan perbatasan Pasaman dan Tapanuli saat menemani Sang Ayah berdakwah, menjadikan Si Anak Kampung sosok yang kuat dan tidak mudah menyerah. Melihat keihklasan Sang Ayah yang menempuh jarak dan medan yang berat, tanpa mengharap imbalan hanya untuk menebar benih kebajikan agama, membawa Si Anak Kampung mengerti, bahwa tidak semua di dunia ini harus diukur dengan uang atau materi.
Masa Kecil Si Anak Kampung: Bekerja adalah Kegembiraan
Kehidupan masa kecilnya tentu tidak mudah, jauh dari bayangan masa kecil yang disajikan sinetron-sinetron televisi. Setiap hari, Endang Tirtana harus berjalan sekitar empat kilometer, melewati hutan lebat untuk sampai ke sekolah. Kesempatan bersekolah tidak didapatkannya cuma-cuma, didikan orangtuanya mewajibkan Si Anak Kampung untuk bekerja membantu keluarga.
Endang Tirtana ikut membantu mengurus sawah yang diberikan orang tuanya padanya sebagai bekal untuk bersekolah. Tidak lupa setiap menjelang Idul Fitri, Si Anak Kampung diingatkan untuk mengeluarkan zakat dari hasil mengolah sawah tersebut. Imam Addaruqutni, Sekertaris Dewan Masjid Indonesia menceritakan “Saya bersama Endang Tirtana naik mobil dari Kota Padang menuju kampungnya di Pasaman, saya menyaksikan dan kemudian mengerti mengapa Endang tumbuh menjadi pribadi yang kuat dan berkarakter, itu mengapa saya percaya penuh kepadanya.”
Sekolah Kehidupan Si Anak Kampung
Angin reformasi seakan ikut bertiup bersama perjalanan Si Anak Kampung. Setelah mendapat restu orang tua dan keluarga, tahun 1998 memutuskan merantau ke Padangpanjang untuk melanjutkan sekolah di Kulliyatul Muballighien Muhammadiyah. Sebagai anak rantau dari Pasaman, Si Anak Kampung harus bertahan hidup, tentu mencari teman yang banyak adalah jawabannya. Sifatnya yang ringan tangan untuk menolong dan berkarakter kuat, menjadikan Endang Tirtana disukai banyak orang, itu membuat namanya dengan cepat melambung di organisasi dimana dia bergabung.
Aktif di berbagai diskusi, bakat ceramah dan orasi tampaknya menurun dari Sang Ayah. Si Anak Kampung mulai dipercaya menjadi panitia pelaksana kegiatan hingga dipercaya menjadi Ketua Bidang Pengkajian dan Pengembangan Dakwah DPD Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM) Kota Padangpanjang. Kiriman dari kampung kadang telat dan tidak cukup menunjang aktifitas belajar dan organisasinya, namun dia selalu mengatakan cukup agar orang tuanya tidak merasakan resah, selebihnya dia bekerja untuk menutup kekurangan tersebut.
Dari Kota Padang Menuju Ibukota Republik
Berniat menjadi pendakwah, Si Anak Kampung tampaknya ditentukan punya jalan sendiri. Dunia politik menunggu sentuhan putra Pasaman ini, hijrah ke Kota Padang dan menjadi mahasiswa di IAIN Imam Bonjol, nama Endang Tritana malah tercatat mendirikan partai politik mahasiswa dan menjabat sebagai Presiden Partai Mahasiswa Islam Reformis. Karir politiknya mulai menanjak ketika dipercaya menjadi Ketua Umum IRM (Ikatan Remaja Muhammadiyah) Sumatera Barat dan anggota DPD KNPI Provinsi Sumatera Barat. Si Anak Kampung tidak pernah lepas dari memori indahnya di Pasaman, Endang Tirtana lalu mengajak teman-teman satu kampungnya untuk mendirikan Ikatan Mahasiswa Pasaman.
Kesuksesannya mengemban misi kemanusiaan dari PP Muhammadiyah di Aceh tahun 2005, membawa berkah tersendiri, meski Si Anak Kampung murni tersentuh oleh penderitaan korban Tsunami Aceh, namanya malah mulai disebut-sebut oleh beberapa tokoh di Jakarta.
Jeffrie Geovanie, mengajaknya hijrah ke Jakarta, melalui Raja Juli Antoni yang saat itu menjabat Direktur Eksekutif Maarif Institute, Si Anak Kampung dari Hutan Pasaman tersebut akhirnya tiba di Jakarta. Berawal sebagai peneliti di Maarif Institute for Culture and Humanity yang dipimpin Buya Syafii Maarif. Endang Tirtana juga dipercaya menjadi Wakil Bendahara Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah dan Anggota Majelis Kebijakan Publik PP Muhammadiyah.
Karir politiknya lalu berkembang cepat, di usia relatif belia (27 tahun), Si Anak Kampung menjadi ketua DPP Partai Matahari Bangsa (PMB dan menjadi Caleg Dapil II Sumbar pada tahun 2009. Namanya lalu muncul sebagai salah satu Wakil Ketua DPP Partai Nasdem saat Partai tersebut pertamakali bersiap untuk mengikuti Pemilu 2014. Mundur dari Nasdem, namanya muncul sebagai Ketua Organisasi dan Keanggotaan Ormas Persatuan Indonesia (DPP ORMAS PERINDO). Disaat PSI mulai bergerak, namanya disebut-sebut terlibat dalam pendirian partai tersebut, dan akhirnya menjadi Caleg DPR RI Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Daerah Pemilihan Sumatera Barat II.
Kembalinya Si Anak Kampung: Sepenggal Asa untuk Tanah Minang
Berbekal memorinya pada kampung halamannya di pedalaman Pasaman, Si Anak Kampung percaya Sumatera Barat kaya akan potensi sumber daya alam dan manusia serta kearifan adat budaya. Sejarah dan sepakan terjang tokoh Minang telah menginspirasi tidak hanya putra Minang tapi juga menjadi inspirasi Indonesia. Endang Tirtana yakin, jika dikelola dengan baik, tentu akan berdampak signifikan bagi percepatan pembangunan di Sumatera Barat. Kini tinggal memupuk kepercayaan diri dan etos kerja anak muda Minang untuk berdiri di kaki sendiri.
Semua sudah tersedia: alam, manusia, budaya, adat dan sejarah. Anak Muda Minang tidak boleh bergantung pada sektor formal belaka atau hanya bercita-cita menjadi pegawai negeri. Dunia internet dan teknologi telah menyediakan banyak kemungkinan, yang sebelumnya tampak seperti kemustahilan. Kini tinggal memupuk ide kreatif lalu mewujudkannya dengan kerja keras dan pengetahuan dari berbagai sumber, niscaya kemajuan akan menjadi milik anak-anak Minang.
Tugas pemerintah daerah adalah menggenjot ketersediaan infrastruktur seperti transportasi, rumah sakit, sekolah, pasar, peningkatan sentra-sentra produksi berdasarkan potensi, listrik dan fasilitas komunikasi hingga merata di seluruh Sumuatera Barat. Berkaca pada keterbatasan hidupnya di Pasaman dan perjalanannya hingga ke Jakarta, membuat Endang Tirtana yakin ‘jika dirinya saja Si Anak Kampung, bisa, tentu anak muda Minang hari ini yang kehidupannya jauh lebih baik, akan mampu mengatasi tuntutan zaman yang bergerak cepat ini.’
Tidak ada kata terlambat, Sumbar harus berpacu dengan daerah lain, semua ini bisa terwujud jika ada kemauan yang kuat. Ibarat pepatah Minang “Anak-anak kato manggaduah, sabab manuruik sakandak hati, kabuik tarang hujanlah taduah, nan hilang patuik dicari.” Sekarang suasana telah baik, keadaan telah pulih, sudah waktunya menyempurnakan kehidupan.
Bersimpuh Si Anak Kampung pada Adat dan Tanah Minang
Kini, Si Anak Kampung telah kembali dari rantau, tiada niat yang buruk selain meminta restu dan dukungan unuk bisa mendapatkan amanah yang lebih tinggi sebagai Putra Minang dan Putra Bangsa Indonesia.
Dengan segala kerendahan hati, Si Anak Kampung datang bersimpuh pada adat dan tanah kelahirannya, memohon doa, restu dan dukungan untuk menjadi Anggota DPR RI Periode 2019-2024 mewakili Daerah Pemilihan Sumatera Barat II meliputi: Pasaman, Pasaman Barat, 50 Kota, Kota Payakumbuh, Agam, Kota Bukittinggi, Pariaman dan Kota Pariaman.