Solidaritas Kita, Koran Solidaritas Edisi Ke-12
Fajar Riza Ul Haq sosok yang tak asing bagi kalangan intelektual muda dan agamawan di Indonesia. Saat menjabat sebagai Direktur Eksekutif MAARIF Institute for Culture and Humanity (Desember 2009-Pebruari 2017), Fajar seringkali mengisi ruang media di tanah air. Dan ia sering terlihat bersama tokoh bangsa, Buya Syafii Maarif.
Fajar meraih pendidikan master pada Centre for Religious and Cross-Cultural Studies (CRCS), Universitas Gajah Mada (2006), dan pendidikan S1 di Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Surakarta (2002).
Fajar juga memiliki latar belakang pengalaman yang cukup kuat di kancah gerakan kemahasiswaan dan kemasyarakatan; Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Sukoharjo, Ketua Dewan Pimpinan Daerah IMM Jawa Tengah, Ketua Dewan Pimpinan Pusat IMM, Sekretaris Bidang Hikmah PP Pemuda Muhammadiyah, dan sekarang sebagai Sekretaris Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah (2015-2020).
Fajar yang acapkali menyuarakan toleransi di Indonesia sudah terpilih dan berpartisipasi aktif dalam pelbagai forum Internasional diantaranya pembicara Global Counter Terrorism Forum’s Practisioners Workshop di Washington (2013), United Nations Alliance of Civilizations di Wina (2013), International Visitor Leadership Program of US State Department (2012), ASEAN-Australia Emerging Leaders Program (2012), Global Counter Terrorism Forum-Working Group di Manila (2012), Chevening Fellowship di Centre for Studies in Security and Diplomacy, University Birmingham (2009), The 17 New Generation Seminar, the East West Centre, Hawai (2007), Facilitation of Dialogue Process and Mediation Efforts, Folke Bernadotte Academy, swedia (2007), dan Program Australia-Indonesia Young Muslim Leaders Exchange (2005).
Alumni Pondok Muhammadiyah Hajjah Nuriyah Shobron, Solo, ini telah melahirkan beberapa karya publikasi, diantaranya : Membangun Keragaman, Meneguhkan Pemihakan: Visi Baru Politik Muhammadiyah (2004) dan Purifikasi dan Reproduksi Budaya di Pantai Utara Jawa: Muhammadiyah dan Seni Lokal (dkk, 2003).
Ia juga menyunting dan mengedit beberapa buku diantaranya Pendidikan Al Islam dan Kemuhammadiyahan Berwawasan HAM: Buku Pegangan Guru (2008), Pendidikan Al Islam Berwawasan HAM (2008), Pendidikan Kemuhammadiyahan Berwawasan HAM (2008) serta Islam, HAM, dan Keindonesiaan (2007). Juga, tulisan-tulisan artikelnya dapat dijumpai di pelbagai media cetak dan on line seperti Kompas, Republika, Sindo, dan Detikcom.
Revolusi mental menurut Fajar, ada dua hal yang harus dilakukan. Satu, reformasi birokrasi adalah hal yang sangat fundamental dalam pemerintahan di Indonesia. Kedua, adalah pendidikan. Pendidikan sebagai strategi revolusi kebudayaan. Karena satu-satunya hal yang dapat mengubah yakni pendidikan, atau lebih spesifik adalah pendidikan karakter. Itu harus dimulai sejak dini, sejak masih kanak-kanak.
“Karena mengubah satu pola pikir itu sulit, ibaratnya bambu kalau sudah tua itu sulit untuk dibengkokkan. Jika bisa pun akan patah. Namun, kalau yang masih muda bisa dibentuk,” kata Fajar dalam sebuah jurnal.
Sekarang, selain menjadi Sekretaris Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Fajar diangkat sebagai Staf Khusus Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy. Semuanya untuk mewujudkan revolusi mental, begitu kan Fajar?