JawaPos.com – Kasus penjualan alat rapid test antigen bekas di Bandara Kualanamu, Sumut, dan masuknya WNI yang terbang dari India di Bandara Soekarno-Hatta mendapat sorotan. Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mensinyalir ada penyalahgunaan otoritas di bandara. Sehingga, terjadi pengawasan yang lemah.
Ketua DPP PSI Isyana Bagoes Oka mendesak oknum yang melakukan penyalahgunaan otoritas di bandara dihukum tegas. Sebab, bandara adalah pintu masuk negara yang membutuhkan pengawasan dan pengaman yang ketat. Apalagi kini penularan Covid-19 terus berlangsung.
“Dua kejadian itu tergolong kejahatan luar biasa. Di masa pandemi, membiarkan orang asing masuk tanpa menjalani karantina dan ada pihak yang menggunakan alat rapid test bekas jelas sangat membahayakan keselamatan rakyat,” kata Isyana Bagoes Oka kepada JawaPos.com, Seniin (10/5).
Menurut Isyana, tindakan semacam itu merupakan kejahatan luar biasa, setara dengan korupsi, dan terorisme. Sebab, membahayakan keamanan nasional dan keselamatan rakyat.
“Menimbang skala kejahatannya, para pelaku harus dihukum seberat-seberatnya. Jangan ada ampun. Sekali saja diberi hukuman ringan, para calon pelaku berikutnya bakal beraksi pula,” imbuh Isyana.
Sebagaimana diketahui, pada akhir April lalu seorang warga negara Indonesia (WNI) berinisial JD menyerahkan uang ke para oknum yang mengaku petugas Bandara Soekarno-Hatta. Penyerahan uang tersebut diharapkan dia bisa lolos dari aturan karantina Covid-19. Padahal, JD baru tiba dari India.
Begitu juga dengan kasus penjualan alat rapid test antigen di Bandara Kualanamu. Penjualan itu dilakukan oleh oknum pegawai Kimia Farma menggunakan alat rapid test antigen. Motifnya adalah mengambil keuntungan. Praktik itu berlangsung selama berbulan-bulan sampai dibongkar akhir April lalu.
“Dengan hadirnya-kasus tersebut, pemerintah harus bekerja ekstrakeras dan tegas. Tidak boleh lagi kecolongan lagi. Tutup semua potensi penyalahgunaan, cek dan perbaiki sistem pengawasan,” lanjut Isyana.
Sumber : https://www.jawapos.com/nasional/hukum-kriminal/10/05/2021/psi-desak-penyalahgunaan-otoritas-di-bandara-dihukum-maksimal/