Kejahatan Luar Biasa, Penyalahgunaan Otoritas di Bandara Harus Dihukum Maksimal

Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengingatkan pemerintah untuk terus meningkatkan pengawasan di pintu masuk ke Indonesia, terutama bandara, terkait upaya mencegah penyebaran Covid-19. Ada beberapa kasus yang mengindikasikan lemahnya pengawasan. Misalnya, kasus penggunaan alat rapid test bekas di Bandara Kualanamu dan lolosnya WNI dari India di Bandara Soekarno-Hatta.

“Dua kejadian itu tergolong kejahatan luar biasa. Di masa pandemi, membiarkan orang asing masuk tanpa menjalani karantina dan ada pihak yang menggunakan alat rapid test bekas jelas sangat membahayakan keselamatan rakyat, “ kata Ketua DPP PSI, Isyana Bagoes Oka, dalam keterangan tertulis, Senin 10 Mei 2021.

Kejahatan semacam itu, menurut PSI, adalah kejahatan luar biasa, setara dengan korupsi dan terorisme karena membahayakan keamanan nasional dan keselamatan rakyat.

“Menimbang skala kejahatannya, para pelaku harus dihukum seberat-seberatnya. Jangan ada ampun. Sekali saja diberi hukuman ringan, para calon pelaku berikutnya akan melaksanakan rencana mereka,” kata Isyana.

Pada akhir April lalu, seorang warga negara Indonesia (WNI) berinisial JD menyerahkan uang ke para oknum yang mengaku petugas Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, supaya lolos dari aturan karantina Covid-19. Padahal, JD baru tiba dari India.

Sementara, di Banda Kualanamu, Sejumlah pegawai Kimia Farma menggunakan alat rapid test antigen. Motifnya adalah mengambil keuntungan. Praktik pidana ini berlangsung selama berbulan-bulan sampai dibongkar akhir April lalu.

“Dengan hadirnya-kasus tersebut, pemerintah harus bekerja ekstra keras dan tegas. Tidak boleh lagi kecolongan lagi. Tutup semua potensi penyalahgunaan, cek dan perbaiki sistem pengawasan,” lanjut Isyana.

Tidak bisa disangkal, di masa sulit seperti pandemi ini, tetap saja ada pihak-pihak yang ingin menangguk keuntungan secara melawan hukum.

“Menyadari hal itu, pihak otoritas dan aparat hukum tak boleh lengah sedikit pun, harus bekerja ekstra keras, tidak boleh bekerja dengan pola pikir normal,” pungkas Isyana.

Recommended Posts