Opini Koran Solidaritas, Edisi ke-12
Presiden Joko Widodo atau biasa disapa Pak Jokowi adalah harapan para pemerhati lingkungan. Bagaimana tidak, Pak Jokowi adalah lulusan Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, paham mengenai ekologi, sehingga para pemerhati lingkungan menantikan kebijakan-kebijakan pro lingkungan dari Pak Jokowi.
Pak Jokowi punya kharisma tersendiri di mata generasi muda, karena beliau dinilai berjiwa muda dengan figurnya yang menyukai musik rock. Di sisi lain generasi muda adalah yang paling melek lingkungan. Generasi muda melek lingkungan itu harus, karena generasi muda adalah pewaris bumi, kita tentunya tidak ingin diwarisi bumi yang kotor penuh sampah dengan sumber daya alam yang habis terkuras, karena itu generasi muda adalah yang paling keras jika berbicara masalah lingkungan.
Segera setelah dilantik pada 20 Oktober 2014 Pak Jokowi lalu mengumumkan kabinet kerja pada 26 Oktober 2014, pada awalnya para pemerhati lingkungan tidak tahu harus sedih ataupun senang dengan disatukannya 2 kementerian besar Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Agraria dan Tata Ruang. Kementerian Lingkungan Hidup yang menyatu tersebut dianggap akan melemah, meski begitu dapat diharapkan bahwa permasalahan lingkungan kebakaran hutan yang mencoreng nama Indonesia di mata dunia dapat teratasi.
Namun, para pemerhati lingkungan tentunya menyambut gembira Kementerian Agraria dan Tata Ruang yang diharapkan akan menyelesaikan permasalahan pelanggaran rencana tata ruang yang dianggap sebagai permasalahan lingkungan paling serius, dengan menghilangnya sempadan sungai, danau dan pantai ataupun masalah konversi hutan menjadi wilayah terbangun.
Jadi pada masa awal pemerintahan Pak Jokowi para pemerhati lingkungan masih harap-harap cemas terhadap kondisi lingkungan berbagai kritik dan saran pun berseliweran menghiasi sosial media. Namun puncak dari hal ini adalah kebakaran hutan yang terjadi pada Juni – Oktober yang menghanguskan 2,6 juta hektar lahan (setara dengan 450% luas pulau Bali) dan menimbulkan kerugian 221 Triliun Rupiah. Hal ini menimbulkan kekecewaan luar biasa para pemerhati lingkungan, kementerian yang dirombak digabung dan dipecah memang membuat perkerjaan banyak terhambat hal teknis dan hasilnya lingkungan kita harus tercederai sebesar itu.
Meski begitu Pak Jokowi membayar ini semua dengan hadir pada Conference of Parties to the United Nation Convention on Climate Change 21th (COP 21) di Paris pada tanggal 30 November 2015 dan menyampaikan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi sampai 29% pada tahun 2030 yang menjadikan Indonesia salah satu negara berkembang dengan komitmen yang tinggi.
Komitmen itu lalu disahkan dalam kerangka legal dengan Undang-undang nomor 16 tahun 2016. Sampai di sini para pemerhati lingkungan boleh bersenang hati bahwa perbaikan lingkungan akan segera terjadi di Indonesia. Perlahan tapi pasti Pak Jokowi berkerja, tanpa memikirkan kritik dan saran dari berbagai pihak, Pak Jokowi hanya berkerja dan pekerjaannya mulai menunjukkan hasil nyata.
Masalah kebakaran hutan juga dibereskan Pak Jokowi pada tahun 2016 dengan prestasinya menurunkan luas areal yang terbakar sebesar 82,83%. Sampai di sini saya pikir saya tidak bisa tidak memberi pujian untuk kinerja Pak Jokowi, Pak Jokowi rupanya berkerja dengan sangat rapih berbekal kejadian di tahun sebelumnya.
Untuk tahun 2017 sendiri pada 23 januari 2017 Pak Jokowi memberikan pengarahan pada rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan. Saya mulai paham di sini bagaimana cara berkerja Pak Jokowi yang tekun dan teliti sampai ke detailnya tanpa memperdulikan kabar berita yang berseliweran tentang dia.
Gebrakan lain yang dilakukan Pak Jokowi adalah melakukan pembangunan yang menyeluruh bukan hanya infrastruktur yang beliau bangun tapi juga superstructure dalam artian jiwa dan karakter manusia Indonesia. Hal ini pertama tercermin dalam Indonesia yang memiliki Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, tapi hal ini dikukuhkan dengan ditandatanganinya Instruksi Presiden nomor 12 tahun 2016 tentang Gerakan Nasional Revolusi Mental pada 6 Desember 2016.
Para pemerhati lingkungan boleh bersuka cita karena salah satu dari 5 gerakan amanat Inpres ini adalah Gerakan Indonesia Bersih yang di leading oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman (Kemenko Maritim).
Penunjukan Kemenko Maritim sebagai panglima Gerakan Indonesia Bersih sangat tepat karena sampah yang paling mengkhawatirkan adalah sampah di laut dunia. Laut dunia sudah dicemari oleh microplastic yang merupakan hasil dari plastik yang terurai, pada tingkat mikro plastik ini masuk pada rantai makanan. Plastik mikro ini termakan oleh ikan kecil, lalu ikan kecil dimakan ikan besar, terus saja masuk ke rantai makanan sampai akhirnya termakan manusia yang suka menyantap hidangan laut.
Lebih menakutkan lagi saat ini plastik mikro ini terurai lagi menjadi nanoplastic. Pada tingkat nano, plastik dapat masuk ke dalam (menembus membran) sel dan meniru hormon, hasilnya sel tersebut bisa berubah menjadi sel kangker. Semua masalah ini berawal hanya karena kita suka mengkonsumsi plastik sekali pakai (air minum dalam kemasan, snack, dll) dan membuang sampahnya secara sembarangan di sungai sungai yang membawanya ke laut.
Jadi bagi saya Pak Jokowi lewat pekerjaannya menyelamatkan lingkungan dengan caranya sendiri, dan pencapaian Pak Jokowi di bidang lingkungan hidup lebih dari sekedar aksi pungut sampah. Beliau mengurusi hulu sampai hilirnya, dari komitmen pemerintah, infrastruktur, sampai pada perilaku masyarakat pun dipikirkannya.
Saat saya sebagai aktifis lingkungan rapat di Kemenko Maritim bersama komunitas lainnya, kami tidak melihat adanya air minum dalam kemasan (baik yang botol ataupun gelas) semuanya menggunakan gelas beling, ini saja menurut saya adalah kemajuan besar dalam upaya penyelamatan lingkungan hidup di Indonesia. Salam Solidaritas Lingkungan Hidup!
Penulis Mikhail Gorbachev Dom
Dewan Kota Cerdas Bekasi Komisi Energi & Lingkungan Hidup,
Koordinator Adaptasi Perubahan Iklim APIKI Network Jawa Bagian Barat