Tak banyak kaum muda yang tertarik masuk ke ranah politik praktis. Wajah buruk partai politik dan para politisi cenderung mereka hindari agar tak ikut terkontaminasi. Mereka lebih memilih jalur di luar kekuasaan meski sadar keterbatasannya.
Hal inilah yang menggugah aktivis 98, Suci Mayang Sari, untuk memutuskan terjun ke politik praktis dengan menjadi Bacaleg PSI untuk DPR RI dari Dapil Jawa Barat III (Kab Cianjur dan Kota Bogor).
Menurut Mayang, dunia politik justru harus diisi anak muda yang berintegritas dan tidak terbelenggu praktik oligarki lama. Panggilan ini jugalah yang pernah membawanya bersama para mahasiswa lain turun ke jalan pada 1998. Ia ada di tengah peristiwa pada 12 Mei 1998, saat terjadi penembakan mengakibatkan empat kawannya di Universitas Trisakti gugur dan menjadi pahlawan reformasi.
“Selama ini politik diasosiasikan sebagai hal yang kotor, belum lagi ditambah maraknya pemberitaan di media massa yang mereduksi sedemikian parah makna politik menjadi sekadar ajang pertarungan merebut kekuasaan yang penuh praktik oligarkis. Untuk itu, anak muda perlu masuk untuk berjuang membersihkan praktik kotor politik di Indonesia,” ujar arsitek pemenang lomba revitalisasi gedung tua “Kuntskring Gebouw” di Menteng, Jakarta, ini.
Kecemasan Mayang akan meluasnya praktik korupsi dan intoleransi meneguhkan semangatnya untuk meninggalkan zona nyaman. Menurutnya, perjuangan harus dilanjutkan dari dalam. Anak muda tidak boleh membiarkan begitu saja peluang politik diambil orang-orang yang tidak dapat diharapkan melakukan perubahan. Sikap inilah yang mendorong Mayang bersama teman-temannya ikut mendirikan PSI dan dipercaya sebagai Bendahara Umum.
“Saya cemas melihat korupsi. Itu membuat orang nggak percaya DPR dan partai politik. Selain itu, Saya khawatir atas meluasnya intoleransi yang bisa membuat negeri ini terpecah oleh konflik SARA. Untuk itu, kita tidak boleh membiarkan begitu saja peluang politik diambil orang-orang yang tidak dapat diharapkan untuk melakukan perubahan,” kata lulusan terbaik Magister Corporate Social Responsibility (CSR), Universitas Trisakti, ini.
Selain sebagai aktivis, arsitek, dan pernah menekuni dunia jurnalistik, Master di bidang CSR ini pernah pula menjadi Trainer di British Council dalam program Community Enterpreunership. Ini merupakan program Pemberdayaan Usaha Berbasis Masyarakat yang dapat ia gunakan sebagai bekal untuk kampanye. Program ini bertujuan membangun kapasitas masyarakat untuk menerapkan ide bisnis yang berdampak pada pemecahan masalah sosial, seperti kemiskinan, lingkungan, dan inklusi sosial.
Keteguhan diri Mayang untuk terjun ke politik mendapatkan dukungan dari Tosca Santoso, Wartawan dan Wirausahawan Sosial Berbasis Masyarakat Desa. Santoso yang beberapa tahun ini bergiat dalam Perhutanan Sosial di Sarongge, Jawa Barat, mengatakan, “Keputusan Mayang untuk mengabdi lewat parlemen sangat patut dihormati. Ia ingin melayani publik dengan berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan. Bagi saya niat itu penting mengingat posisinya pada dua hal: promosi keberagaman dan ketegasannya melawan korupsi. Parlemen perlu diisi oleh orang-orang dengan kemauan baik seperti Mayang”.
Sementara advokat senior, Sugeng Teguh Santoso, juga mendukung penuh niat mayang ini. Menurutnya, sosok Mayang hadir dengan spirit baru untuk melayani masyarakat dengan terbuka dan bersedia setiap saat untuk mendengar aspirasi pemilih.
“Mayang adalah mantan aktivis mahasiswa yang peduli dan berpihak pada warga. Saya yakin apabila terpilih, Mayang akan menunjukkan kinerja yang baik,” ujar advokat yang pernah menjadi calon wakil wali kota Bogor ini.
Dukungan juga datang dari penulis Goenawan Mohamad. “Suci Mayang, yang saya kenal sejak bertahun-tahun, selalu mengesankan dalam kesungguhan hatinya. Ia bersungguh-sungguh dalam bekerja sebagai jurnalis, juga bersungguh-sungguh dalam memusatkan perhatian kepada perbaikan masyarakat. Saya tak heran jika ia berusaha menjadi seorang legislator, anggota Parlemen — tanpa ambisi pribadi. Baginya itu tugas, itu panggilan,” ujar Goenawan.