PSI Tolak Wacana Bubarkan KPK, PSI: Bisa Jadi Langkah Frustasi Koruptor

Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menolak wacana pembubaran KPK yang dilontarkan mantan pegawai KPK Rasamala Aritonang menyikapi hasil survei Indikator Politik Indonesia (IPI) yang menempatkan KPK di bawah Kejaksaan Agung dalam soal kepercayaan publik. Rasamala menyarankan agar pemerintah memperkuat kejaksaan dengan memindahkan anggaran KPK ke Kejaksaan.

“Bukan begitu caranya. Bubar atau tidaknya KPK tidak bisa tergantung pada hasil survei. KPK didirikan melalui sebuah undang-undang untuk suatu tujuan besar. Setidaknya, kita harus melihat apakah tujuan pembentukan KPK itu sudah tercapai, belum tercapai atau gagal tercapai,” demikian pernyataan Juru Bicara DPP PSI Ariyo Bimmo dalam keterangan tertulisnya, Jumat 10 Juni 2022. Bimmo menambahkan bahwa jelas terlihat kehendak pembentuk Undang-undang No. 19 Tahun 2019 tentang KPK adalah untuk meningkatkan sinergi antar lembaga penegak hukum yang menangani tindak pidana korupsi.

“Terdapat alasan konstitusional di balik setiap pendirian sebuah lembaga melalui undang-undang. Benar bahwa dalam konsiderans Undang-undang KPK yang lama, terdapat kalimat yang bisa ditafsirkan sebagai syarat pembubaran KPK, yaitu ketika lembaga pemerintah yang ada (Kejaksaan dan Kepolisian) sudah dapat memberantas tipikor secara efektif dan efisien. Tapi masak iya hanya berdasarkan suatu survei?” tukas Bimmo.

Hasil yang diperoleh dari survei sangat tergantung persepsi responden dan persepsi publik sehingga sangat rentan untuk dijadikan landasan pengambilan kebijakan jangka panjang. Bahkan PSI menduga ada unsur perlawanan balik dari koruptor setiap muncul wacana pembubaran KPK. “Kalau sebagai evaluasi dan bahan perbaikan 1-2 tahun kedepan okelah. Tapi sebagai exit strategy untuk membubarkan KPK dan melebur fungsinya ke dalam institusi yang ada, diperlukan indikator yang lebih terukur dan sistematis. Jangan sampai digunakan sebagai langkah frustasi koruptor,” lanjut master hukum Universitas Groningen Belanda tersebut.

PSI menggagas agar Pemerintah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat merumuskan suatu formula, semacam indeks penegakan hukum yang berisi indikator-indikator yang bisa menggambarkan efisiensi dan efektifitas penegakan hukum, termasuk dan terutama tindak pidana korupsi. PSI menilai indikator yang saat ini ada dalam rencana pembangunan dan struktur anggaran tidak mencerminkan kinerja penegakan hukum yang sebenarnya. “Misalnya menilai berdasarkan jumlah perkara yang ditangani. Yang terjadi malah kejar setoran supaya jumah perkara sesuai target,” jelas Bimmo.

PSI berharap dengan adanya indeks penegakan hukum ini, tidak perlu ada wacana dan perdebatan pembubaran KPK. Justru ketika sudah efektif, maka fungsi penindakan dan pencegahan korupsi dapat dilebur ke Lembaga yang ada seperti Kejaksaan, Ombudsman atau KemenPAN. Melalui perubahan UU KPK, DPR dan Pemerintah tinggal menyepakati angka/tingkat indeks untuk menentukan kapan peleburan fungsi itu terjadi. “Semua akan lebih fokus untuk meningkatkan kinerja penegakan hukum, bukan mempertahankan eksistensi lembaga,” tutup Bimmo.

Recommended Posts