Banyak orang tidak suka, sebal, atau diam-diam mengumpat kepada politikus Fahri Hamzah. Namun, cuma Tsamara Amany Alatas yang berani mengungkapkan perasaan dan pendapatnya secara argumentatif. Mahasiswi semester VI Jurusan Ilmu Komunikasi di Universitas Paramadina ini secara lugas mengkritik sikap dan pendapat Wakil Ketua DPR yang kerap memojokkan KPK itu. Tak cuma lewat blog, Twitter, dan kolom di media online, Tsamara juga membuat lima video singkat bertajuk 5 Sesat Pikir Fahri Hamzah.
Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ini tergolong masih berusia sangat muda. Sosoknya yang energik dengan mengenakan baju merah dan sepatu merah yang sama dengan warna partainya menyapa Media Indonesia dengan penuh semangat. Pemudi yang masih terdaftar sebagai mahasiswa jurusan Komunikasi di Universitas Paramadina Jakarta tersebut sering diperbincangkan namanya karena berani terjun ke dunia politik di usia muda. Berikut petikannya.
Di usia yang masih sangat muda, Anda berani terjun ke dunia politik. Apa alasannya?
Sebenarnya saya merasa bahwa kita itu merasa frustrasi dengan politik di Indonesia, maka kita tidak boleh terus membiarkan politik seperti itu. Kalau kita ingin politik Indonesia itu kemudian menjadi bersih, kita harus masuk ke politik untuk kemudian membersihkan orang-orang itu. Kalau misalnya kita masuk ke parlemen, saya membayangkan suatu fraksi masuk ke parlemen, misalnya fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) masuk ke parlemen, lalu kemudian kita bekerja dengan benar, punya prestasi yang baik, mau mendengar aspirasi rakyat, memiliki semangat transparansi juga, akan ada standar yang di-set oleh PSI untuk fraksi-fraksi lainnya. Jika selama ini orang menganggap partai politik ini sama, tapi kalau ada yang berbeda di parlemen, nanti orang akan tahu, fraksi yang benar-benar bekerja di parlemen ya seperti itu seharusnya. Mau tidak mau, fraksi-fraksi lain kemudian akan tidak berpikir lagi untuk tidak bekerja serius, akhirnya kita juga akan menyebarkan kebajikan itu ke teman-teman kita di parlemen.
Mengapa anda memilih untuk masuk ke partai yang tergolong baru, bukan memilih partai yang sudah memiliki nama besar?
Orang selalu bertanya apakah saya tidak takut kalau nanti saya tidak terpilih di DPR? Perjuangan itu jangan setengah-setengah, saya percaya bahwa PSI bukan hanya sekadar partai politik yang baru dan bukan hanya organisasi yang baru PSI. PSI ialah orang baru dengan wajah-wajah baru, maka dengan itu saya merasa bahwa dengan wajah-wajah baru dengan memiliki idealisme yang sama, semangat yang sama, sehingga kalau kita masuk ke parlemen, kita membawa semangat yang baru, yaitu semangat perubahan.
Bagaimana Anda melihat partisipasi ataupun perhatian kalangan muda dalam dunia politik saat ini?
Kalau pandangan saya, sebenarnya tidak semua anak muda apatis dengan politik. Banyak anak muda yang tertarik politik, tapi seperti yang kita tahu bahwa politik itu selama ini dipandang sebagai sesuatu yang jauh untuk dicita-citakan, seolah-olah kalau bukan anak dari tokoh partai politik, bukan keluarga elite, bukan keluarga pengusaha kaya, itu susah sekali untuk terjun ke partai politik. Saya ingin sekali memberanikan diri untuk terjun ke politik agar dapat mematahkan stigma itu dan agar anak-anak muda yang lain bisa tahu kalau Tsamara saja bisa, kenapa saya gak bisa untuk terjun ke politik dan membawa perubahan di negeri ini.
Masalah apa yang menurut Anda menjadi penghambat terbesar dalam memajukan bangsa dan negara? Bagaimana mengatasinya?
Sebenarnya kalau dulu itu korupsi. Tapi kalau sekarang mencuat juga soal intoleransi, jadi ada 2 hal, yaitu korupsi dan intoleransi. Ini adalah 2 masalah besar yang kemudian harus kita atasi bersama-sama. Misalnya soal korupsi, yakni menjadi salah satu alasan kita tidak dapat mewujudkan sila kelima, yaitu keadilan sosial. Ya, karena dana pendidikan dikorupsi, infrastruktur dikorupsi, uang haji bahkan uang Alquran pun dikorupsi, dampaknya pun seperti jalanan hancur, anak-anak tidak dapat akses pendidikan yang baik dan itu semua berawal dari korupsi.
Kita harus menyelesaikan masalah dasar ini agar setiap sen yang keluar dari anggaran negara itu kembali ke rakyat. Yang kedua adalah masalah intoleransi, dimana kemudian kita menatap ke depan membahas kemajuan negara, tapi kita malah masih berkutat dengan ideologi negara terus. Itu seharusnya perdebatan yang dihentikan, kita harus meyakini bersama bahwa Pancasila adalah dasar negara kita sehingga ke depannya bagaimana cara-cara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat kita.
Cara mengatasinya sebenarnya kalau masalah korupsi itu ialah masalah yang sangat kompleks, yang pertama jelas kita memperkuat lembaga hukum yang jelas-jelas memberantas koruptor seperti KPK, lembaga kemudian jangan diperlemah, tetapi harus terus diperkuat agar ada efek jera kepada para koruptor ini sehingga mereka tahu da takut karena mereka merasa diawasi. Yang kedua kita harus terus mendorong transparansi apalagi di era keterbukaan ini. Kita harus tahu apa saja yang dilakukan oleh anggota DPR kita, apa yang dilakukan oleh gubernur kita, presiden kita dan lain-lain, maka kalau semakin transparan akan semakin sulit untuk korupsi, tentunya banyak hal lagi yang lebih krusial dari pada itu. Namun, kalau menurut pendapat saya, dua hal itu yang bisa kita dorong saat ini sebagai anak muda. Kalau masalah intoleransi, penerapan Pancasila itu tidak harus hanya sekadar menjadi doktrin, tapi harus bisa juga diimplementasikan dalam sistem pendidikan. Misalnya, kalau dengan cara-cara anak muda bisa dengan cara-cara yang dibuat fun, misalnya di dalam kelas dibuat sebuah proyek kelas tentang Ketuhanan Yang Maha Esa, Persatuan Indonesia dan lain-lain, jadi mereka tidak hanya tahu Pancasila dengan kata-kata, tapi mereka mengimplementasikan itu dengan cara-cara yang nyata sehingga nanti kalau mereka sudah lulus sekolah atau kuliah mengerti bahwa Pancasila seperti itu.
Terkait dengan hak angket KPK, Anda terlihat sangat aktif untuk mencegahnya, bahkan Anda berani berdebat dengan salah satu anggota DPR, yaitu Fahri Hamzah. Apa yang mendasari sikap Anda itu?
Pertama adalah perdebatan itu terjadi dengan sangat natural dan tidak direncanakan. Beberapa hari terakhir saya berpikir kok Pak Fahri ini nyebelin ya karena setiap hari nge-tweet ngatain KPK, dan pada waktu itu gak sengaja aja lagi perjalanan ke rumah dan baca tweet Pak Fahri Hamzah yang lagi-lagi ngatain KPK, ya sudah saya mau mengungkapkan pandangan saya. Dari perdebatan itu, pelajaran yang bisa kutarik ialah tidak mendapatkan jawaban apa pun dari Pak Fahri Hamzah, pertama Pak Fahri tidak menjawab ketika kita bertemu di salah satu acara TV swasta, membatalkan acara di salah satu media online, jadi kita memang tidak pernah berdebat secara nyata terkait dengan isu KPK. Menurut saya, jangan dikecilkan isu ini hanya mengenai Tsamara dan Fahri Hamzah, tapi isunya besar tentang pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK dan menurut saya Pansel Angket KPK ini seharusnya ditunda bahkan kalau perlu dibubarkan, karena menurut saya, sangat berbahaya kalau ada institusi politik yang benar-benar mencampuri urusan institusi hukum di bidang penyidikan dan penyelidikan, apakah nanti Mahkamah Agung juga bisa diangket oleh DPR?
Banyak orang yang menganggap Anda terlalu dini /masih bau kencur untuk berpolitik. Bagaimana Anda menanggapinya?
Orang boleh meremehkan kita apa saja, tapi kita kemudian jangan terpaku dengan remehan-remehan orang itu. Kita harus ingat kenapa kita berada di dalam politik. Orang yang memuji kita anggap sebagai harapan yang tidak berubah menjadi kekecewaan nanti ke depannya. Orang yang membenci kita, kita anggap saja orang yang mencintai kita dengan cara yang berbeda. Mereka meremehkan kita ya silakan, tapi kita jangan meremehkan diri kita sebagai anak muda apalagi sampai kita tidak percaya diri. Para pendiri bangsa kita juga berjuang sejak muda, selama apa yang kita yakini itu benar dan selama membawa data, fakta, dan argumen maka kita jalan terus.
Apa cita-cita Anda dalam berpolitik?
Sebenarnya saya ingin menjadi Gubernur DKI Jakarta, makanya setiap akun sosial media saya, Tsamara DKI. Tapi untuk menjadi Gubernur DKI Jakarta bukan sekadar omongan. Kita tahu menjadi Gubernur DKI Jakarta itu memiliki tantangan yang berat, makanya harus ada rekam jejak, dan setiap yang mau menjadi Gubernur DKI Jakarta harus memiliki rekam jejak yang jelas, caranya bagaimana yang saya pertama ingin masuk menjadi anggota DPRD DKI atau DPR, tapi saya ingin masuk ke sana karena agar semua orang tahu Tsamara rekam jejaknya di dunia politik seperti apa sehingga mendapatkan kepercayaan untuk menjadi gubernur. Saya selalu ingat kata-katanya Pak Ahok yang bilang, “Kalau kamu ingin tahu karakter seseorang, beri dia kekuasaan.” Nah, kita ingin tahu apakah kalau kita berkuasa kuat dan memperjuangkan antikorupsi dan antiintoleransi maka harus berada di dalam sistem, makanya saya ingin berada di dalam DPR untuk membuktikan bahwa saya benar-benar antikorupsi dan antiintoleransi, bukan hanya sekadar bicara di jalanan, bukan sekadar ngomong di sosial media. Saya ingin buktikan lewat nanti kinerja saya di DPR dan orang bisa melihat rekam jejak itu sehingga nantinya mereka bisa menyatakan bahwa ini layak menjadi Gubernur DKI.
Bagaimana Anda melihat Pemilu 2019 nanti?
Tahun 2019 itu sebenarnya menarik, akan ada partai-partai politik baru yang bertarung meskipun kita kembalikan ke masyrakat mau partai politik seperti apa yang ingin dipilih oleh masyarakat. Saya cukup optimis PSI akan mendapatkan tempat karena kita memiliki segmentasi yang berbeda yang mungkin selama ini kurang disasar partai politik lainnya adalah anak-anak muda, dan anak-anak mudanya itu kita tawarkan dengan anak-anak muda juga.
Kita ini adalah partai anak-anak muda, isinya anak-anak muda, kita ingin menyasar anak-anak muda untuk peduli politik bahkan terjun ke politik dengan bergabung dengan kita dan kita percaya di situlah nanti akan terbangun politik anak muda seperti di Prancis. Jadi sebenarnya 2019 saya ingin Indonesia paling tidak mencontoh Prancis karena di Prancis itu sekarang setengah dari parlemennya setelah Presiden Macron terpilih lewat partai barunya En Marche itu menjadi pemenang pemilu dan menguasai mayoritas parlemen, paling tidak di Indonesia kita bisa menjadi pemenang pemilu atau mungkin kita bisa masuk ke parlemen dengan parliamentary thereshold lebih besar dari yang ditentukan maka itu keren, dan seperti Prancis yang politik anak muda mengalami kebangkitan nanti di 2019. Kita juga berharap Presiden Jokowi bisa terpilih (lagi) untuk dapat meyelesaikan proyek-proyek infrastruktur kesehatan yang sekarang sedang dibangun.
Bagaimana Anda melihat UU Pemilu yang baru disahkan DPR?
Kalau dari parliamentary kita melihat tidak ada masalah dengan 4% itu karena kita cukup optimis. Kalau presidential threshold itu juga masih kita diskusikan. Tapi bagai kita apa pun nanti keputusannya, kita optimis menyongsong 2019 dengan modal yang kita miliki memang bukan modal uang yang besar, tapi modal kepercayaan masyarakat, yang kita rasa itu yang sangat krusial terkait keterpilihan anggota-anggota DPR kita nantinya. (Rizky Noor Alam/M-2)
Sumber: Media Indonesia