Rubrik Sikap Kita – Koran Solidaritas Edisi II, Agustus 2015
Sikap Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Solidaritas Indonesia – PSI
70 tahun sudah kita merdeka dalam kekuatan solidaritas saudara-sebangsa. Namun peristiwa kekerasan dan intoleransi di Tolikara – Papua, seakan menjadi nyala api yang membakar solidaritas kita membangsa. Meskipun konflik yang berlatar intoleransi agama bukanlah hal baru di Indonesia, namun insiden Tolikara menambah panjang rentetan kasus intoleransi di tanah air. Menjelang 70 tahun kemerdekaan Indonesia, insiden Tolikara adalah sebuah peringatan serius, hak kemerdekaan berkeyakinan sedang terancam.
Konflik dan kecurigaan antar umat beragama adalah retak serius dalam kehidupan berbangsa. Betapa tidak, agama yang sejatinya untuk kemaslahatan manusia, malah menjadi pemicu pertikaian. Bukan saja soal agama, yang terjadi di Tolikara juga dipicu oleh kondisi sosial – ekonomi. Meski sudah 70 tahun merdeka, warga disana hidup dalam potret memprihatinkan. Tolikara yang dimekarkan menjadi kabupaten pada tahun 2002, merupakan daerah terbelakang, sebuah ironi ditengah kekayaan alam Papua yang melimpah ruah. Ketimpangan sosial, eksploitasi ekonomi dan ketidakadilan ekologi, menjadi tugas serius pemerintah pusat.
Kita tentu memberi apresiasi terhadap tindakan pemerintah dalam mencegah kekerasan Tolikara agar tidak meluas. Namun peristiwa Tolikara hanya satu bagian kecil dari cerminan angka statistik tindakan “intoleransi” yang seakan dibiarkan terjadi. Ini persoalan kebangsaan yang serius. Indonesia tidak dibangun diatas keseragaman paham, tapi dijahit dari kesepahaman atas keragaman. Sehingga tindakan intoleransi adalah ancaman nasional yang serius. Lebih serius dari ancaman manapun, karena akan membuat retakan bangsa dari dalam tubuhnya sendiri.
Salah satu prinsip PSI adalah “keragaman”. Bagi PSI insiden Tolikara adalah lampu peringatan bahaya bagi bangsa Indonesia. Prinsip ini juga yang membawa PSI perlu mengambil sikap serius, menempatkan insiden Tolikara pada spektrum kebangsaan yang lebih luas. Menjelang peringatan 70 tahun Indonesia Merdeka, DPP PSI menyampaikan sikap sebagai berikut:
- Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Presiden Joko Widodo secara serius menangani persoalan intoleransi yang terus terjadi. Kemerdekaan Indonesia adalah juga pengakuan kemerdekaan pada bangsa, suku, agama, etnis, adat istiadat di Nusantara. Karenanya tindakan intoleran harus ditetapkan sebagai ancaman nasional yang serius.
- Pemerintah diharapkan sungguh-sungguh mengatasi persoalan di Tolikara – Papua. Jangan ada yang ditutupi, jangan ada pengaburan fakta-fakta, dan siapapun yang bersalah harus ditindak secara tegas, adil, dan tepat.
- Pemerintah pada saat yang sama, terkhusus Kementerian Dalam Negeri agar segera mengambil tindakan serius dalam menertibkan semua instrumen Peraturan Daerah yang memiliki tendensi “intoleran” terhadap keragaman Indonesia. Bukan hanya di Tolikara, tapi ratusan Perda dan Kebijakan Pemerintah Daerah adalah upaya melawan konstitusi yang nyata, karenanya harus segera ditertibkan.
- Mengajak seluruh komponen anak bangsa, untuk menjadikan momentum 70 tahun Indonesia Merdeka sebagai momentum merayakan keragaman. Tunjukkan kepada dunia, bahwa Indonesia bukanlah bangsa yang takut pada perbedaan. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang menerima perbedaan sebagai daya hidup, perbedaan sebagai kekuatan, menjadi sebuah puisi indah: Kamu ada maka Aku ada. Sakitnya Tolikara adalah sakit kita semua, damai Tolikara adalah damai Indonesia. Inilah pusaka yang dititipkan Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa kita. 70 tahun Indonesia Merdeka: merayakan kebajikan – merawat keragaman.
- Menginstruksikan kepada seluruh pengurus dan kader PSI di seluruh Indonesia, untuk ikut serta menjaga dan membela keragaman warna-warni suku, agama, etnis, keyakinan dan kemerdekaan bangsa Indonesia. Pembelaan pada keragaman adalah pembelaan kepada prinsip PSI. Pembelaan kepada Negara, kemerdekaan dan kemanusiaan.