Rekrutmen Caleg Cerminkan Antikorupsi

Partai politik harus bisa membangun sistem antikorupsi di internal masing-masing. Dengan begitu, gejala koruptif di lembaga legislatif bisa terminimalisasi. Demikian disampaikan peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM Zainal Arifin Mochtar. Menurutnya, komitmen antikorupsi tidak cukup hanya dituntut kepada para calon legislatif (caleg), tetapi sistem di internal setiap partai politik harus mendukung komitmen tersebut.

“Partai membangun sistem yang antikorupsi buat mereka (caleg), kalau partai mintanya enggak kebanyakan ke mereka. Kalau partai enggak membeba-rii mereka (dengan biaya) yang terlalu tinggi, biasanya gejala koruptif itu menjadi rendah. Se-karang kan partai membebani (caleg) terlalu banyak,” katanya saat ditemui di Kantor DPP PSI, Jakarta, kemarin.

Menurut dia, selama ini antara kebutuhan partai dan kemampuan pembiayaan tidak pernah imbang. Misalnya, pembiayaan partai dalam satu tahun mencapai Rp l6 miliar.

Rekrutmen Caleg Cerminkan Antikorupsi

Sikap antikorupsi harus menjadi sistem di setiap parpol dalam perekrutan caleg. Sumbangan resmi yang didapat hanya Rp300 juta. Sisa beban pembiayaan tersebut akan dibe-bankan kepada para caleg. Jika rantai pembebanan biaya partai tersebut bisa diputus, kata Zainal, setengah persoalan korupsi di lembaga legislatif bisa berkurang.

“Saya membayangkan, satu sisi mereka (caleg) berjanji untuk antikorupsi, tapi pada saat yang sama partai harus menyedia-kan jalan untuk antikorupsi,” terangnya.

Partai, imbuhnya, tidak cukup hanya meminta para caleg untuk berjanji antikorupsi, tetapi partai juga harus bisa mengawal mereka dengan tidak membebani biaya yang terlalu besar. Selain itu, rekrutmen caleg harus transparan. Hal itu dilakukan agar relasi antara publik dan caleg yang akan dipilih bisa lebih baik. Saat ditanyakan mengapa parpol cenderung tidak terbuka dalam hal rekrutmen caleg. Zainal mengatakan hal itu sebenarnya tergantung kemauan dari setiap parpol.

“Itu persoalan mau terbuka atau tidak. Namun, apa yang terjadi dalam beberapa pemilu terakhir kelihatan sudah mulai membaik,” tukasnya.

Memaksa parpol

Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Djayadi Hanan mengatakan belum ada cara untuk memaksa parpol me-lakukan transparansi dalam rekrutmen caleg. Pasalnya, setiap partai sudah mempu-nyai mekanisme sendiri dalam merekrut caleg.

“Ada yang melibatkan anggotanya, ada yang melibatkan pengurusnya saja, tapi ujungnya kan keputusan dari pimpinan tertinggi partai. Itu bisa ketua partai, pembina, sekjen, dewan syuro. Semua partai yang ada sudah punya mekanisme masing-masing soal itu,” kata dia.

Sementara itu, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menyampaikan bahwa rekrutmen caleg yang transparan harus mulai diterapkan di Indonesia. Selain untuk pencegahan korupsi, juga untuk mendapatkan wakil rakyat yang lebih berkualitas dan berftitegritas.

“Ke depan, partai harus terbuka terhadap semua SDM sehingga pengangkatannya, rekrutmen politiknya tidak nepotis, teman sendiri (atau) saudara sendiri. Apa yang dilakukan PSI merupakan eksperimen politik untuk mem-perbaiki proses rekrutmen politik yang lebih beradab dan profesional,” tandasnya. (P-3)

Sumber Koran Media Indonesia, 6 November 2017

Recommended Posts