PSI: Isu Riil Remaja, Pernikahan Usia Dini Bullying Ekonomi Bagi Kawula Muda

Sorotan media pada pernikahan usia dini yang marak terjadi menimbulkan keprihatinan PSI, terlebih lagi dengan bagaimana hal tersebut dianggap lumrah. Pernikahan usia dini menimbulkan banyak masalah ekonomi, sosial, kesehatan dan psikologis.

Juru bicara PSI Marsha Siagian menilai ada kebutuhan untuk mengatasi pernikahan dini yang disebabkan oleh kehamilan usia remaja dengan pendekatan yang holistik.

Menikahkan remaja pada usia dini menyebabkan 95% dari pasangan muda usia sekolah putus pendidikan, yang mengurangi kesempatan mereka untuk menaikkan standar hidup generasi selanjutnya. Hal ini terkorelasikan dengan tingginya angka pengerdilan anak (stunting) karena calon orangtua usia remaja tidak siap untuk membesarkan anak.

“Perlu diingat pelaku pernikahan usia remaja juga masih anak-anak, meski fisiknya terlihat besar tapi otaknya belum memiliki kemampuan untuk mengontrol emosi dan perilaku. Tugas negara adalah hadir untuk menyiapkan struktur penyelesaian masalah ini,” kata Marsha.

Memberikan program pendidikan dengan metode imersif pada anak usia remaja untuk menghindarkan kehamilan pada usia remaja adalah solusi mengurangi terjadinya kehamilan usia remaja. Idealnya, program ini wajib diterapkan di seluruh tingkat pendidikan menengah yang beroperasi di Indonesia, tanpa memandang status.

“Dengan simulasi menjadi orangtua dari bayi berumur sebulan selama seminggu penuh, remaja akan sadar bahwa anak yang terlahir membutuhkan orangtua yang mampu merawatnya,” ujar mantan finalis Miss Indonesia tersebut.

Program penghindaran kehamilan pada usia remaja harus didukung dengan pendidikan reproduksi biologis manusia sejak dini. Pengetahuan ini wajib dimasukkan ke dalam kurikulum nasional di tingkat sekolah dasar, sebelum anak menginjak usia remaja.

“Pengetahuan ini penting supaya anak bisa melindungi diri mereka sendiri dari pelecehan seksual. Jadi kalau ada ada teman atau orang dewasa lain yang memaksa atau ‘mengajak’, mereka bisa menolak dengan tegas.”

Terlebih lagi, penghapusan pemberian izin pernikahan oleh orangtua bagi pasangan di bawah umur merupakan langkah penting dalam menutup terjadinya pernikahan dini. Penghapusan izin ini harus disertai dengan asistensi hukum, kesehatan dan finansial kepada siswa dan orangtua yang anaknya tidak diperbolehkan oleh lembaga pendidikan untuk melanjutkan pendidikan karena kehamilan usia remaja. “Memaksa remaja berhenti sekolah karena pernikahan dini dan kehamilan usia remaja sama seperti bullying, namun dengan dampak ekonomi jangka panjang yang lebih parah karena calon orangtua tidak mampu mengakses mata pencaharian yang mencukupi,” ujar Marsha.

Karena banyak dari pernikahan usia dini terjadi di pedesaan, perangkat desa harus ikut serta aktif dalam proses edukasi remaja, pencegahan pernikahan dini dan penyuluhan pada orangtua. Terutama bagi buruh migran yang bekerja jauh dan tidak mampu mengawasi anak remajanya di rumah, pemerintah dalam unit administratif paling mikro harus hadir untuk melayani rakyatnya.

Perangkat desa harus giat melakukan penyuluhan pada orangtua untuk mengurangi stigma negatif bagi anak yang ingin melanjutkan pendidikan. Juga, mereka wajib memastikan hukum perundang-undangan mengenai pernikahan diterapkan secara adil dan merata di wilayah tugas mereka.

Marsha menegaskan, “Penerapannya sudah sangat overdue, harus segera diimplementasikan.”

Recommended Posts