PSI Desak Bawaslu Buka Kembali Dugaan Aliran Rp 1 Triliun dari Sandiaga Uno ke PKS dan PAN

Partai Solidaritas Indonesia mengajak masyarakat sipil untuk bersama-sama meminta agar Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) kembali membuka kasus dugaan pemberian uang Rp 1 Triliun terkait pencalonan Sandiaga Uno sebagai cawapres sebagaimana pernah dilontarkan Wasekjen Partai Demokrat Andi Arief.

Pembukaan kembali kasus dugaan ‘mahar’ Rp 1 Triliun oleh Sandiaga Uno ini perlu dilakukan mengingat Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sudah menjatuhkan sanksi pada Ketua dan dua Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu RI) pada 1 Fabruari lalu.  Sanksi peringatan itu diberikan kepada Abhan (Ketua), Fritz Edward Siregar (Anggota) dan Rahmat Bagja (anggota).

Sanksi dijatuhkan karena Bawaslu dianggap bersalah tidak menindaklanjuti laporan dugaan pemberian uang Rp 1 Triliun kepada PKS dan PAN untuk memilih Sandiaga Uno sebagai Cawapres Prabowo.

Dugaan aliran ini pertama kali terangkat pada 10 Agustus 2018, ketika Andi Arief mengedarkan rangkaian tweet di akun twitternya yang pada intinya menyatakan bahwa terdapat aliran uang dari Sandiaga Uno ke PKS dan PAN masing-masing Rp 500 miliar, terkait pencalonan Sandiaga sebagai calon capres Prabowo.

Pada 14 Agustus 2018, Rumah Relawan Nusantara The President Centre Jokowi-KH Ma’ruf Amin melaporkan kasus mahar politik tersebut ke Bawaslu,  atas dasar dugaan pelanggaran yang dilakukan Sandiaga terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 pasal 288 tentang Pemilu.

Pada 31 Agustus, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu RI) memutuskan tidak menindaklanjuti laporan dugaan mahar politik Rp 1 triliun tersebut. Dalam putusannya, Bawaslu menyatakan dugaan tersebut tidak dapat dibuktikan secara hukum.

Bawaslu berkilah bahwa mereka tidak dapat menemui langsung saksi kunci Andi Arief yang tiga kali tidak menghadiri panggilan Bawaslu karena saat itu sedang berada di kampung halamannya, Lampung.

Andi sendiri kemudian secara terbuka menyatakan Bawaslu tidak melanjutkan perkara tersebut karena Bawaslu “pemalas” dan “nggak serius”. Menurut Andi, seharusnya Bawaslu bisa menemuinya dengan berangkat ke Lampung dengan menggunakan pesawat terbang yang hanya memakan waktu satu jam perjalanan.

Andi juga menyatakan sudah menawarkan wawancara jarak jauh, namun ditolak Bawaslu.

Pada 3 September 2018, Federasi Indonesia Bersatu (Fiber) melaporkan Bawaslu kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Fiber menganggap Bawaslu tidak transparan dalam investigasinya karena menghentikan penyelidikan hanya karena tidak memperoleh keterangan dari Andi Arief.

Pada 1 Februari 2019, DKPP menyatakan Bawaslu bersalah menghentikan penindaklanjutan kasus mahar Rp 1 triliun karena tidak dapat menghadirkan Andi Arief. DKPP menekankan Bawaslu seharusnya dapat menemui langsung Andi di Lampung. DKPP juga menyatakan Bawaslu seharusnya tidak menolak untuk memeriksa Andi dengan menggunakan sambungan jarak jauh.

Karena itulah, DKPP memberikan sanksi peringatan terhadap Ketua dan dua anggota Bawaslu. DPP menilai Bawaslu melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilihan umum.

Dengan latar belakang itu, PSI menganggap selayaknya Bawaslu saat ini membuka kembali kasus dugaan mahar Rp 1 Triliun dari Sandiaga Uno ini.

Bagi PSI, kebenaran harus diungkap bukan karena terduga pelakunya adalah Sandiaga Uno. Bagi PSI, kebenaran harus dibuka karena Indonesia membutuhkan sebuah pemilihan presiden yang bersih, jujur, adil dan patuh pada peraturan perundangan yang ada. Politik uang adalah sebuah persoalan besar yang selama ini mengancam kualitas demokrasi dan kualitas pemilu Indonesia. Politik uang harus diperangi bersama.

Bila praktik ‘mahar politik’ semacam ini dibiarkan, yang akhirnya akan maju sebagai calon pemimpin negara dan daerah hanyalah mereka yang mampu menyediakan dana terbesar. Rakyat Indonesia akan kehilangan peluang untuk dipimpin oleh putra-putri terbaik bangsa hanya karena persoalan ketiadaan imbalan mahar.

Karena itu Bawaslu diharapkan dapat menyelidiki kasus ini sampai tuntas.

Terkait dengan proses pilpres ini sendiri, PSI melihat tidak akan ada implikasi serius secara teknis bila Bawaslu membuka  kembali kasus dugaan mahar ini.

Peraturan yang mungkin dilanggar bila dugaan mahar terbukti hanyalah pasal 228 UU no 7 tentang Pemilu 2017 yang memuat larangan bagi siapapun memberi imbalan kepada partai politik dalam bentuk apa pun dalam proses pencalonan Presiden dan Wakil Presiden. Namun yang harus dicatat, UU ini tidak memuat sanksi apapun kepada pihak yang memberikan imbalan. Sanksi hanya diberikan kepada partai politik yang diketahui menerima imbalan, dalam bentuk larangan  mengajukan calon pada periode berikutnya.

Dengan demikian, bahkan kalaupun Sandiaga Uno terbukti memberikan uang kepada PKS dan PAN, dia tetap dapat melanjutkan proses pencalonan dirinya sebagai cawapres. Yang penting, publik mengetahui tentang kebenaran aliran uang tersebut.

Sebaliknya, bila Andi Arief ternyata menyebarkan kebohongan, perlu diungkapkan kepada publik apa motivasi yang melatarbelakangi kebohongannya. Bila Sandiaga Uno merasa telah tercemar nama baiknya karena kicauan Andi, tentu Sandiaga berhak untuk memperkarakannya secara hukum.

Bagaimanapun, kebenaran harus diungkap dan hukum harus ditegakkan. Karena itu PSI mengajak masyarakat sipil untuk bersama meminta Bawaslu kembali mempelajari kasus dugaan aliran uang Rp 1 Triliun dari Sandiaga Uno kepada PAN dan PKS. Hal pertama yang bisa dilakukan adalah dengan mengundang kembali Andi Arief untuk diperiksa oleh Bawaslu.

Sebagaimana berulangkali dikatakan oleh PSI: “Bila memang semua berjalan secara bersih, mengapa harus risih?”

 

Terimakasih.

 

Rian Ernest

Juru Bicara PSI Bidang Hukum

Caleg DPR RI Dapil DKI I (Jakarta Timur)

Recommended Posts