Partai-partai baru yang akan menjadi peserta Pemilu 2019 merasa diperlakukan tidak adil dengan perbedaan metode verifikasi faktual yang lebih sederhana untuk partai-partai lama. Hal ini dikhawatirkan akan memunculkan gugatan terhadap hasil pemilu di kemudian hari.
Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia Grace Natalie mengatakan, pihaknya pada dasarnya dapat memaklumi posisi Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang terjepit di antara tahapan pemilu yang sudah sempit dan keterbatasan anggaran. Apalagi, pemerintah dan DPR menolak menyediakan tambahan anggaran untuk proses verifikasi faktual 12 partai.
Dalam kondisi seperti itu, metode verifikasi faktual yang lebih sederhana dilihat sebagai jalan keluar yang terbaik. Meski demikian, Grace tetap merasa diperlakukan tidak adil sebagai partai baru. Ia mengkritik DPR selaku pembuat undang-undang yang sibuk bermanuver untuk memenuhi kepentingan jangka pendek partai masing-masing.
Partai-partai di DPR dinilai mempersulit aturan verifikasi faktual dalam Undang-Undang Pemilu. Mahkamah Konstitusi mengharuskan partai lama menjalani verifikasi faktual, tetapi DPR berusaha menghindar.
Menyusul putusan MK, proses verifikasi faktual untuk 12 partai lama menjadi lebih sederhana karena menyesuaikan dengan tahapan pemilu dan ketersediaan anggaran. Verifikasi keanggotaan partai di tingkat kabupaten/kota sampai dengan 100 orang tidak lagi dilakukan dengan metode sensus, tetapi metode uji petik (sampling) dengan besaran 10 persen. Adapun untuk keanggotaan di atas 100 orang, besaran sampling lima persen.
Cara melakukan verifikasi juga lebih sederhana. Petugas KPU tidak lagi mendatangi rumah anggota partai, tetapi partai diminta menghadirkan anggotanya di kantor sekretariat partai.
Senada dengan Grace, Sekretaris Jenderal Partai Perindo Ahmad Rofiq mengatakan, verifikasi faktual yang harus dijalani Perindo dengan partai-partai lama sangat tidak berimbang. Verifikasi yang sudah dilalui Perindo sangat berat. ”Yang saya sayangkan adalah ketidaksiapan partai-partai lama untuk diverifikasi sehingga berusaha mengakali hukum dan berkompromi. Akhirnya, verifikasi hanya bersifat formalitas,” katanya.
Mantan komisioner KPU, Sigit Pamungkas, mengatakan, hasil pemilu berpotensi dapat digugat karena perlakuan yang berbeda dan prinsip keadilan yang tidak terpenuhi antara partai lama dan baru. Gugatan dapat datang dari pendukung partai-partai baru yang merasa diperlakukan secara tidak adil.
Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Johnny G Plate mengatakan, metode verifikasi faktual pascaputusan MK memang menjadi lebih mudah. Namun, hal itu karena jadwal tahapan pemilu dan kesiapan anggaran yang sudah tidak memungkinkan untuk metode verifikasi faktual secara lebih ketat seperti yang diatur sebelumnya.
”Ini bukan untuk memudahkan partai lama menjalani verifikasi faktual. Kami semua siap,” ujarnya.
Pihaknya pada dasarnya dapat memaklumi posisi Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang terjepit.
Sumber: Harian Kompas, 21 Januari 2018