Negara Jangan Grogi Soal Prostitusi

Rubrik Sikap Kita – Koran Solidaritas Edisi VII, Januari 2016

Sikap Partai Solidaritas Indonesia dalam Kasus Prostitusi dan Korupsi

Ada dua kejadian dengan pokok persoalan yang hampir sama seputar Prostitusi. Pertama, kasus pembunuhan Tata Chubby seorang pelaku komersialisasi seks secara online. Kedua, terbongkarnya kasus prostitusi bertarif premium yang melibatkan Artis papan atas.  Sikap Negara berbeda dalam dua kasus tersebut. Terhadap kasus prostitusi online, Negara secara cepat melakukan penyisiran kos-kosan yang menjadi tempat eksekusi transaksi seks online. Mulai dari Tebet hingga Apartemen Kalibata Jakarta disisir oleh aparat keamanan. Namun untuk prostitusi artis, yang beberapa diantaranya tertangkap tangan, berujung pada bebasnya para Artis dengan dalih Hukum Pidana tidak mengatur pasal untuk menjerat pelaku prostitusi. Malah kemudian pelaku dianggap sebagai korban perdagangan manusia. Padahal jelas dalam kasus prostitusi artis, tidak ditemukan unsur “dengan cara menipu dan unsur pemaksaan” yang menjadi ciri utama human trafficking.

Negara telah melakukan diskriminasi gender, hukum, sosial  dan kejahatan seksual. Yang harus kita periksa adalah paradigma penegak hukum dalam dua kasus diatas. Apakah karena dilakukan  secara online dan di kosan murah laluTata Chubby tidak layak disebut sebagai korban, lalu karena dilakukan di hotel berbintang lalu Artis lantas pantas disebut Korban? Jawaban atas pernyataan ini  adalah cerminan cara pandang Negara terhadap persoala prostitusi, seksualitas, seks, kedaulatan dan konsep keadilan sosial yang menjadi mandat UUD 1945. Dalam persoalan diatas DPP-PSI mengambil pendirian politik sebagai berikut:

1.    Menghentikan penggunaan status korban perdagangan manusia dalam kasus prostitusi bertarif Premium. Apalagi jika hanya digunakan untuk membebaskan dan menjerat pihak tertentu. Jika memang belum diatur oleh KUHP maka Penegak Hukum jangan memaksakan untuk menjerat pelanggaran hukum dengan cara yang salah.

2.    Penegak Hukum dan pemerintah harus taat pada azas kesamaan setiap orag dihadapan hukum. Kesamaan ini berarti total, tidak karena harga dan cara melakukan, tapi karena yang bersangkutan adalah Warga Negara Indonesia

3.    Persoalan Seks dan eksploitasinya adalah persoalan sosial yang perlu didekati dengan cara  sosiologis. Tidak mungkin menyelesaikan persoalan Sosial dengan pendekatan teknokratis, teologis apalagi represif. Lokalisasi, Rehablilitasi, penertiban sampai proses hukum adalah hal yang sah dilakukan Negara sepanjang telah melakukan kajian sosiologis mendalam tentang persoalan komersialisasi seks.

4.    Prostitusi hampir sama tuanya dengan sejarah hegemoni Patriarki. Penting untuk memberikan ruang-ruang penyelesaian persoalan tersebut kepada Perempuan, sehingga diperoleh bentuk penyelesaian masalah yang tidak bias Patriarki. Sehingga Negara tidak kemudian larut dalam cara pandang bahwa penyebab prostitusi adalah Perempuan sebagai penyedia jasa, pengguna jasa dalam hal ini laki-laki adalah juga pelaku Prostitusi. Termasuk di dalamnya keterlibatan perantara transaksi.

5.    Seks sejatinya bukan sesuatu yang kotor, seks adalah benda sosial yang muncul dalam konsesi-konsesi sosial. Negara harus hadir dalam fungsi untuk melakukan proteksi dan edukasi kepada Warga Negara terutama Anak. Untuk Anak proteksi dalam bentuk pembatasan konten sensual dan fulgar di media massa adalah hal nyang wajib dilakukan Negara.

6.    Menetapkan  kode etik pejabat publik lebih detail dalam persoalan.

7.    Negara tidak boleh gamang dan ragu dalam mengambil posisi dalam kasus-kasus moral dan gaya hidup warganya. Negara harus selalu berpedoman pada Konstitusi UUD 1945 yang dengan tegas menyatakan tugas dan fungsi Negara. Dari sana pemerintahan dikelola dan aparat Negara diadakan untuk melakukan operasi keadilan disemua lini kehidupan bangsa Indonesia. Tanpa membedakan antara Tata Chubby almarhum dan kawan-kawannya yang hingga hari ini masih berkejaran dengan petugas ketertiban dan keamanan, dengan praktek prostitusi artis kelas Premium yang melibatkan artis dan publik figur ternama.

Demikian sikap DPP-PSI dalam persoalan sosial ini. Karena sesuai amanat Konstitusi bahwa ‘keadilan’ adalah hak dan tujuan bernegera, maka prinsip itu harus berada di barisan terdepan cara pandang kita terhadap seluruh persoalan yang terhadi dikolong langit Indonesia tercinta.

Jakarta, Januari 2016

Recommended Posts