Jiwa Merdeka Kita, Jiwa Merdeka Bung Hatta!


Bung Hatta adalah salah satu negarawan besar di negeri ini yang begitu saya kagumi. Seorang intelektual, yang begitu jujur, tegak lurus dengan pendirian, dan moderat.

Negarawan besar yang lahir dengan nama Muhammad Athar pada tanggal 12 Agustus 1902. Namanya, Athar berasal dari bahasa Arab, yang berarti “harum”. Beliau lahir sebagai anak kedua. Sejak kecil, dididik dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang taat melaksanakan ajaran agama Islam. Kakeknya dari pihak ayah, Abdurrahman Batuhampar dikenal sebagai ulama pendiri Surau Batuhampar, sedikit dari surau yang bertahan pasca-Perang Padri. Sementara itu, ibunya berasal dari keturunan pedagang. Beberapa orang mamaknya adalah pengusaha besar di Jakarta. Dari situlah mungkin, jiwa ekonom tumbuh dalam dirinya. Bekal terbentuknya jiwa merdeka seorang Hatta.

Hidupnya Demi Bangsa Indonesia 

Begitu banyak kisah inspiratif, jika kita mengingat sosok seorang Hatta. Kejujuran dan kesederhanaan adalah salah satu yang utama. Beliau mungkin, satu-satunya Wakil Presiden di dunia yang pensiun dalam keadaan kesulitan ekonomi. Beliau bisa saja menggunakan nama besar dan pengaruhnya untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan demi kenyamanan hidup. Namun, seperti kita pernah tahu, ada masa di dalam hidupnya bahkan kesulitan untuk membayar tagihan listrik. 

Belum lagi, jika kita mundur ke belakang, perjalanan masa mudanya bersama Bung Sjahrir sepenuhnya dihabiskan untuk memikirkan masa depan bangsa Indonesia. Beliau berdua diasingkan di Banda Neira selama enam tahun hingga Jepang datang pada 1942. Buku-buku, adalah teman setianya di sana, di manapun, hingga akhir hayatnya.

Seorang intelektual sejati, yang hidupnya demi bangsa Indonesia.

 

Bagaimana Kita Meneruskannya

Politik bebas aktif dan koperasi, adalah dua warisan besar berharga yang ia berikan kepada bangsa Indonesia. Dua spirit politik dan ekonomi, yang menjunjung asas keterbukaan dan kekeluargaan. Ilmu yang beliau dapatkan dari Barat (Eropa) dipadupadankan dengan ajaran-ajaran para pendahulu yang tak pernah ia lupakan sejak kecil. Sebuah sikap moderat. 

Sikap moderat itu, sangat relevan untuk diteruskan, sebab salam zaman yang semakin terbuka dengan arus informasi yang cepat, kita betul-betul mesti bersikap bebas aktif namun tetap tak melupakan nilai-nilai kekeluargaan seperti yang diajarkan dalam budaya koperasi. 

Meneruskan perjuangan Bung Hatta, bagi anak-anak muda di hari-hari kemerdekaan kini, dapat dimulai dengan menguatkan terus spirit antikorupsi dan antiintoleransi. Dua hal yang amat lekat dengan kejujuran, kesederhanaan dan pikiran terbuka seorang Bung Hatta.

Kita, anak-anak muda Indonesia hari ini, adalah para penerus Bung Hatta itu. 

 

Salam Solidaritas!

Merdeka! 

 





Sumber

Recommended Posts