Pidato KH Mustofa Bisri saat menerima Anugerah Hak Asasi Manusia Yap Thiam Hien 2017 mengingatkan kita kepada rumah besar bernama Indonesia.
Rumah besar bernama Indonesia itu bukan tanpa kelemahan. Kesenjangan ekonomi dan sosial masih lebar, penegakan hukum dirasakan masih diskriminatif, elite belum bisa menjadi teladan, hak ekonomi, sosial, dan budaya belum sepenuhnya bisa dipenuhi. Itu adalah realitas di Tanah Air yang tidak bisa disangkal.
Realitas itu harus dikoreksi. Namun, cara melakukan koreksi, menurut Mustofa Bisri, bukanlah dengan cara merusak rumah bersama bernama Indonesia. Kita sependapat dengan Mustofa Bisri. Koreksi haruslah dilakukan dengan cara-cara yang elegan sesuai koridor dalam negara demokrasi.
Dewan juri Anugerah Yap Thiam Hien 2017 memilih Mustofa Bisri karena pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Rembang, itu memperjuangkan hak asasi manusia dengan cara damai, bukan dengan cara kekerasan. Ia menulis esai dan puisi untuk memperjuangkan keadilan. Perjuangan melawan ketidakadilan melalui jalan kebudayaan.
Penganugerahan Anugerah Hak Asasi Manusia Yap Thiam Hien yang ke-23 membangkitkan diskursus soal hak asasi manusia. Dalam 20 tahun Reformasi, setelah kebebasan berpendapat dan berorganisasi diperoleh, diskursus tentang hak asasi manusia tergantikan oleh gencarnya diskursus soal pembangunan. Tidak ada yang salah soal pembangunan infrastruktur dan itu penting. Namun, itu perlu diimbangi dengan pemenuhan hak ekonomi, sosial, dan budaya.
Tragedi kesehatan di Agats, Asmat, Papua, adalah wujud nyata dari belum terpenuhinya hak rakyat untuk hidup layak dan akses terhadap kesehatan. Hidup layak dan akses atas kesehatan merupakan hak asasi manusia yang dijamin UUD 1945. Hak tersebut harus dipenuhi oleh pemerintah, baik pemerintah kabupaten, pemerintah provinsi, maupun pemerintah pusat.
Kita bersyukur tragedi kesehatan di Agats bisa menggerakkan solidaritas sosial untuk membantu dan kian mempererat semangat kebangsaan. Tercatat Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang menyalurkan bantuan untuk Asmat, serta prajurit TNI/Polri yang berjibaku atas perintah Presiden Joko Widodo untuk melakukan operasi kemanusiaan. Sejumlah pengusaha juga terpanggil menyerahkan sebagian keuntungan untuk membantu sesama. Itulah bentuk nyata dari bagaimana merajut jalinan kebersamaan sebagai bangsa. Semangat itu harus terus dirawat bersama dalam rumah bersama, Indonesia.
Kritik Mustofa Bisri patutlah didengar oleh elite, yaitu bahwa masalah besar di rumah bersama Indonesia adalah ketidakadilan, merebaknya korupsi, dan keteladanan elite yang suka mencaci maki. Perilaku elite pasti akan diikuti rakyatnya. Kita sependapat dengan Mustofa bahwa memperbaiki rumah bersama harus dilakukan secara bersama-sama pula. Tidak mungkin dilakukan satu orang, satu kelompok orang, atau koalisi beberapa kelompok. Jika ada komitmen bersama menjaga rumah bersama Indonesia dan dasar negara Pancasila, kita yakin rumah besar bernama Indonesia ini akan tetap kokoh berdiri.
Sumber: Tajuk Harian Kompas, 26 Januari 2018