Tugas pemerintah via Badan Urusan Logisik (Bulog) untuk terus menjaga keseimbangan dan stabilitas harga beras sebagai komoditas strategis perlu terus diingatkan dan dipantau bersama.
“Keseimbangan harga beli yang tetap menguntungkan petani tapi harga jual yang tidak memberatkan konsumen harus terus dijaga. Stabilitas jadi faktor penting. Maka manajemen informasi soal stok beras nasional dan detail supply-demand per wilayah perlu selalu dipantau dengan cermat,” ujar Andre Vincent Wenas, Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia merangkap juru bicara bidang ekonomi, Rabu, 22 Maret 2023.
Memasuki Maret 2023, panen raya mulai. Pasokan bakal melimpah, harga beras mestinya terkoreksi dan cenderung turun, meskipun tak terlalu drastis. Produksi padi nasional antara Januari – April 2023, menurut proyeksi BPS (dirilis 1 Maret) cukup melimpah, yakni 23,94 juta ton gabah, yang setara dengan 13,79 juta ton beras.
Artinya ada kenaikan tipis 0,56% dari periode yang sama tahun lalu (2022). Ditambah panen Mei dan Juni ada kemungkinan produksi bertambah 16,5 – 17 juta ton beras. “Limpahan produksi itu tentu berpotensi menekan harga. Maka saatnya pemerintah menjaga stabilitas harga di tingkat petani,’’ kata Andre.
PSI mencatat bahwa, “Menurut Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga beras kualitas bawah II saat ini stagnan di Rp 11.650 per kilogram, dan beras kualitas bawah I Rp 12.000 per kilogram. Kemudian beras kualitas medium I Rp 13.200 per kilogram, beras kualitas medium II Rp 13.050 per kilogram, beras kualitas super I Rp 14.600, dan beras kualitas super II Rp 14.100.”
Biaya pupuk dan logistik (transportasi) signifikan mempengaruhi harga jual gabah. Juga redistribusi stok beras dari daerah panen ke daerah yang membutuhkan. “Ini masalah klasik sih, menjaga keseimbangan supply-demand per wilayah, bisa jadi runyam lantaran ada calo, makelar atau spekulan yang bermain mengganggu keseimbangan supply-demand ini,” kata Andre mengingatkan.
Gejolak harga beras mulai reda, harga baru terbentuk sekitar 10% atau lebih di atas harga tahun lalu. Seperti disiarkan secara luas, “Pemerintah melakukan impor 500 ribu ton beras pada Desember 2022 dan Januari 2023 lalu. Dan karena mulai Februari lalu panen beras petani musim hujan (rendeng) telah dimulai, berlanjut pada Maret ini lalu mencapai puncaknya pada April–Mei nanti,” ujar Andre.
Diingatkan, pada akhir 2022 harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani sudah mencapai Rp 5.600 /kg, seribu rupiah di atas harga di awal tahun. Pada Januari dan Februari 2023 terus mengalami kenaikan sampai Rp 5.800 /kg, dan baru saat memasuki Maret 2023 mengalami koreksi sedikit.
Naiknya harga gabah petani ini, “Bukan saja karena tarikan permintaan yang kuat, harga pokok produksi padi di tingkat petani juga meningkat karena harga diterpa inflasi 5,5%, dan inflasi di sektor pangan yang di atas 10%. Pendorong inflasi sektor pertanian itu adalah naiknya ongkos transportasi dan harga bahan-bahan industri pendukungnya seperti pupuk serta pestisida.”
“Maka, perlu dijaga keseimbangannya dimana harga beras di tingkat konsumen yang masih bisa terkoreksi turun. Pemerintah perlu menjaga agar tingkat harga yang terbentuk tidak merugikan petani. Komoditi beras senantiasa bergejolak, maka Bulog harus siap mengantisipasinya, ” pungkas Andre Vincent Wenas menutup pembicaraan.