Komite Solidaritas Pelindung Perempuan dan Anak (KSPPA) PSI meminta Mabes Polri secara proaktif mengusut kembali kasus dugaan perkosaan terhadap tiga orang anak di Luwu Timur yang telah di-SP3 oleh Polres Luwu Timur.
“Perempuan dan anak sering kali kesulitan mengakses keadilan lantaran adanya ketimpangan relasi kuasa. Ketimpangan ini diperparah oleh minimnya literasi hukum, sehingga sering kali perempuan dan anak harus mengubur dalam-dalam fakta kekerasan seksual yang telah mereka alami karena takut. Karena itu, jika korban sudah berani mengadukan kekerasan yang dialaminya mestinya kepolisian berangkat dari situ dan proaktif, apalagi ini korbannya anak-anak,” demikian disampaikan Mary Silvita selaku Komite Solidaritas Pelindung Perempuan dan Anak (KSPPA) DPP PSI.
Mary menyayangkan belum adanya kepastian dari pihak kepolisian apakah kasus ini akan dibuka kembali atau tidak, padahal publik sudah resah dan bertanya-tanya. “Sejak viral belum ada kejelasan apakah kasus ini telah ditangani kembali oleh kepolisian atau bagaimana. Jika terbukti ada kesalahan prosedur dalam penanganan kasus anak korban kekerasan seksual ini kita juga belum tau bagaimana bentuk pertanggungjawabannya,” kata Mary.
Secara spesifik Mary menyoroti temuan hasil visum yang menunjukkan tidak terjadi kekerasan seksual terhadap korban yang menjadi salah satu dasar dikeluarkannya SP3 atas kasus ini. Padahal hasil visum adalah alat bukti utama yang dibutuhkan agar kasus kekerasan seksual dapat disidangkan dan pelaku ditangkap. “Jika hasil visum menunjukkan tidak ada tanda-tanda kekerasan seksual di tubuh korban, namun pemeriksaan rumah sakit dan bukti video menurut pengakuan ibu korban menunjukkan terdapat luka di tubuh, kelamin dan dubur korban, dipastikan telah ada yang melakukan kebohongan, apakah hasil visum yang sudah dimanipulasi ataukah pelapor yang sudah berbohong,” ujarnya.
Lebih jauh Mary mengimbau semua pihak untuk menaruh perhatian pada kasus ini, termasuk kementerian terkait dan lembaga negara yang telah dibentuk untuk melindungi seluruh anak Indonesia. Penanganan korban anak di kepolisian harus memenuhi standard perlindungan anak sehingga sudah seharusnya kepolisian berpihak kepada korban. Aparatur kepolisian yang tidak memiliki perspektif korban anak dalam menangani kasus kekerasan terhadap anak dan menyulitkan anak memperoleh pertolongan harus diberi tindakan tegas. Dengan demikian kita dapat mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi penegakan hukum, dan para korban tidak lagi takut melapor.
Seperti diketahui, kasus pemerkosaan tiga anak berusia di bawah 10 tahun di Luwu Timur menjadi viral setelah pengakuan ibu korban dimuat di salah satu media nasional. Berita tersebut akhirnya mengundang simpati kepada para korban sekaligus keresahan publik atas kinerja kepolisian yang dianggap belum mampu melindungi korban.