Sis Susy Rizky, salah seorang kader Partai Solidaritas Indonesia, dipercaya seorang donatur untuk membagikan uang tunai kepada rakyat yang terdampak wabah Covid-19 di Jakarta. Sembari membagikan donasi, Sis Susy juga berbincang untuk mengetahui perubahan nasib mereka setelah Covid-19 melanda Jakarta. Berikut ini beberapa cerita yang terangkum:
1. Pak Mukhlis – Pedagang Martabak
Tukang martabak bernama Muchlis ini akan menutup dagangannya di belakang Mall Grand Paragon untuk pulang kampung. Hal ini terpaksa dilakukan karena penghasilan yang menurun drastis. Kalau dipaksakan, maka ia akan merugi. Diam di kontrakan juga bukan pilihan karena ia tetap harus membayar kontrakan dan makan, sementara penghasilan tidak ada ada. Jadi, ia merasa lebih baik pulang kampung aja agar bisa berhemat.
2. Pak Jana – Penjual Ronde
Pak Jana telah berjualan ronde 30 tahun terakhir. Ia biasanya menjual 50 mangkok semalam, tapi sekarang bila terjual 20 mangkok saja ia sudah bersyukur. Beliau asli dari Palimanan. Pak Jana masih akan terus berusaha berdagang sampai kira-kira sudah tidak bisa bertahan lagi.
3. Ibu Sumi – Pemulung Kardus
Sekitar jam makan siang, Sis Susy melihat Ibu Sumi, 62 tahun, terpaksa menjadi pemulung kardus dan botol plastik setelah suami dan kedua anaknya meninggal dunia. Ibu Sumi juga dikenal dengan panggilan “si kaki patah” karena pernah mengalami kecelakaan parah. Setiap hari, Ibu Sumi tidur di gerobaknya di Blok A Pasar Tanah Abang.
4. Pak Supardi – Penjual Rokok dan Minuman Dingin
Di bilangan Karet, Sis Susy bertemu Pak Supardi sedang berjualan rokok dan minuman dingin. Beliau bercerita bahwa sudah beberapa hari telat bayar kontrakan karena hanya mendapat sekitar Rp 35.000 per hari dari hasil berjualan. Bantuan uang tunai dari donatur akan menolong beliau untuk melunasi kontrakan dan terhindar diusir oleh pemilik kost.
5. Ibu Sumiyati – Penjual Jamu
Sebelum pulang ke rumah, Sis Susy membeli jamu di seberang Citywalk Sudirman dan sempat berbincang dengan Ibu Sumiyati yang menjual jamu. Ibu berusia 65 tahun ini merantau dari Solo sekitar 40 tahun yang lalu. Ibu Sumi terpaksa berjualan hingga malam hari karena belakangan ini jamunya tidak terlalu laku, walaupun beliau udah berjualan sampai larut malam. Beliau senang sekali ketika mendapat bantuan sehingga bisa pulang lebih cepat dan beristirahat.