Soal Minyak Goreng, Giring: Kebijakan Menteri Perdagangan Keliru, Rakyat Jadi Korban

Soal Minyak Goreng, Giring: Kebijakan Menteri Perdagangan Keliru, Rakyat Jadi Korban

Ketua Umum DPP PSI, Giring Ganesha, menyatakan ada yang keliru dalam distribusi dan kebijakan harga minyak goreng sehingga rakyat menjadi korban.

“Informasi yang kami dengar, pasokan sebenarnya mencukupi. Faktanya, minyak goreng masih bisa dibeli di lapak-lapak online, tapi lebih mahal dari Harga Eceran Tertinggi atau HET yang ditetapkan pemerintah,” kata Giring, Senin 14 Maret 2022.

Ia melanjutkan, “Kalau pasokan cukup, artinya masalah ada dua. Pertama ada pada jalur distribusi yang tidak ditata dengan baik. Kedua, dan ini yang paling utama, kesalahan ada pada kebijakan Harga Eceran Tertinggi yang ditetapkan Menteri Perdagangan.”

Hal yang paling menyedihkan, kebijakan ini berpotensi konflik dan rakyat jadi korban. Rakyat saling curiga bahwa ada penimbun. Selain itu mereka berebut membeli minyak goreng karena langka.

“Sudahlah, Pak Lutfi, cabut kebijakan harga eceran tertinggi. Mulailah memberi penjelasan yang utuh kepada publik, dan cari solusi terbaik agar minyak goreng tidak langka dan mahal. Sekarang rakyat yang harus menanggung akibat dari kebijakan Menteri Perdagangan yang keliru,” kata Giring.

Kementerian Perdagangan, kata Giring, seharusnya belajar dari pengalaman bahwa intervensi negara terhadap pasar dalam bentuk mengontrol harga, tidak akan pernah efektif.

“Harga seharusnya tercipta lewat mekanisme pasar. Tugas menteri perdagangan adalah memastikan persaingan di antara produsen berlangsung fair, tidak ada regulasi yang menghambat produksi, dan memastikan distribusi sampai ke rakyat dengan harga wajar,” tambah Giring.

Kebijakan HET ini bermasalah. Pertama, terkait mekanisme pengawasannya. Bagaimana, kata Giring, memastikan seorang pedagang di Kota Ternate misalnya, menjual minyak goreng tidak lebih dari Rp 14 ribu per liter sesuai keinginan Menteri Perdagangan? Apakah Kementerian Perdagangan punya kemampuan, punya sumber daya memastikan itu terjadi? Biaya pengawasan pasti mahal.

“Ya, kebijakan harga eceran tertinggi ini adalah kebijakan malas yang cost-nya mahal. Dalam situasi harga minyak sawit dunia sedang melambung seperti sekarang, kebijakan harga eceran tertinggi memaksa produsen menjual dengan harga lebih rendah dari biaya produksi alias jual rugi. Ini tidak masuk akal dan keterlaluan,” ujar Giring.

Kalau ini terus terjadi, bukan tidak mungkin para produsen minyak goreng akan memilih menghentikan produksi, yang dampaknya lebih buruk lagi: minyak goreng semakin langka.

“Kebijakan harga eceran tertinggi adalah kebijakan malas. Di hadapan publik seolah-olah Menteri Perdagangan telah bekerja dan bisa mengontrol harga minyak goreng di pasar. Kalau harga tetap mahal salahkankan saja produsen, salahkan pedagang, sebut saja ada spekulan. Padahal kenyataannya, sumber masalah ini ada pada kebijakan harga eceran tertinggi yang ditetapkan Menteri Perdagangan,” pungkas Giring.

---

PSI terus bekerja untuk rakyat, dukung PSI melalui Dana Solidaritas, hanya Rp 88.888 per bulan Klik Disini

Tunjukkan Solidaritasmu!
Siaran Pers

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

five × two =