Operasi Penghancuran Cita-Cita Politik PSI
Raja Juli Antoni terancam dipenjara. Ia menjadi korban manuver politik Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan dan Anggota Mochamad Afifuddin, yang melaporkan Sekjen PSI dengan tuduhan: berkampanye di luar masa kampanye.
Tuduhan itu melecehkan akal sehat dan mengusik rasa keadilan. Materi yang dipersoalkan oleh kedua oknum Bawaslu tersebut terkait polling PSI mengenai kandidat Wakil Presiden dan Susunan Kabinet Jokowi 2019 yang muncul di koran lokal.
Jajak pendapat itu adalah bagian dari upaya PSI mendorong “public discourse” untuk memulai diskusi mengenai siapa yang layak menduduki jabatan publik.
Tak Ada Pelanggaran UU
Dalam materi itu, proporsi logo PSI hanya 5 persen dari total luas halaman koran. Pencantuman itu untuk memperlihatkan penanggungjawab polling. Dalam materi, sama sekali tidak ada nama dan foto pengurus PSI, yang ada justru 23 nama elit partai lain yang dimunculkan.
Dari situ saja sudah terlihat bahwa secara proporsi, jajak pendapat itu jauh dari kampanye sebagaimana dituduhkan, apalagi jika dibanding iklan partai lain yang bahkan mencantumkan logo dan foto ketua umum dan elit partai mereka di media massa cetak dan televisi.
Dengan demikian terang benderang bahwa polling PSI bukan bentuk kampanye, karena tidak mencantumkan visi, misi, dan program partai, sebagaimana definisi yang diatur dalam Pasal 274 Ayat 1 UU Pemilu.
Jajak pendapat PSI justru bagian dari pelaksanaan Pasal 10 Undang-Undang No 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik yang menyebutkan bahwa tujuan Partai Politik adalah mendorong partisipasi dan pendidikan politik bagi masyarakat.
Kenapa Hanya PSI?
Ketidakadilan paling jelas dalam kasus ini adalah: kenapa hanya PSI? kenapa Abhan dan Mochamad Afifuddin tidak melaporkan elit partai lain yang bahkan secara jelas — jika mengacu pada definisi UU Pemilu — justru memasang iklan di media massa dengan logo dan foto ketua umum mereka?
Kenapa hukum hanya tajam kepada Raja Juli Antoni dan PSI?
Upaya memenjarakan Raja Juli Antoni, adalah bagian dari upaya sistematis untuk membunuh Partai Solidaritas Indonesia. Sejak awal, sudah terasa ada sebuah kekuatan yang mencoba menggagalkan agar PSI tidak bisa maju ke Pemilu 2019.
Kekuatan gelap yang mungkin cemas dengan dua agenda besar PSI: ANTI KORUPSI dan ANTI INTOLERANSI. Mereka adalah orang-orang yang berkepentingan agar situasi politik Indonesia tidak berubah.
Ketua Bawaslu yang Cacat Integritas
Apakah anda kenal siapa wasit yang akan memimpin kompetisi politik Pemilu 2019?
Namanya adalah Abhan SH. Sebagai ketua Badan Pengawas Pemilu, ia pernah mendapat SANKSI PERINGATAN dari Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam proses seleksi anggota Bawaslu Provinsi Lampung.
Melanggar Aturan soal Netralitas
Ada dua pelanggaran yang ia lakukan, pertama karena mengangkat dua anggota panitia seleksi yang berasal dari tenaga ahli petahana Gubernur Lampung. Pelanggaran kedua, Anggota Bawaslu Lampung terpilih, Fatikhatul Khoiritah, ketahuan memiliki KTP Lampung, tapi ia juga masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 2017, di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 32, Kelurahan Paseban, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat.
Pelanggaran tadi memperlihatkan sikap Abhan yang tidak netral dalam mengawasi jalannya pertandingan.
Berpihak?
Sebagai wasit, kita juga patut mempertanyakan, kenapa Bawaslu tak berani menjatuhkan sanksi kepada Calon Gubernur-Wakil Gubernur Sudrajat-Ahmad Syaikhu yang dalam debat terbuka putaran kedua Pilkada Jawa Barat 2018, membentangkan kaus bertuliskan “2019 Ganti Presiden”? Abhan hanya menyebut kasus itu sebagai pelanggaran administrasi. Padahal jelas tindakan itu mengandung unsur provokasi.
Bentuk keberpihakan lainnya muncul dari pengakuan Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra, yang menceritakan bahwa lolosnya PBB adalah berkat intervensi politik sebagaimana disampaikan dalam acara Mukernas II PBB, di Menara Peninsula, Slipi, Jakarta Barat, Jumat malam, 4 Mei 2018.
Quo Vadis Kualitas Demokrasi
Kini, Abhan ingin memenjarakan Sekretaris Jenderal PSI Raja Juli Antoni atas tuduhan berkampanye di luar masa kampanye. Kenapa ia sekarang bertindak sangat proaktif dan keras? Ada siapa di balik manuver ini?
Fakta-fakta cukup terang benderang memperlihatkan sosok Abhan. Bagaimana kita bisa percaya Pemilu 2019 akan berkualitas di tangan orang yang cacat integritas seperti dia?
Ayo sebarkan demi demokrasi Indonesia yang berkualitas!
Satia Chandra Wiguna
Wakil Sekjen DPP PSI
Kolom