Cemas Melihat Korupsi dan Intoleransi, Mayang PSI: Saya Harus Berbuat Sesuatu
Suci Mayang Sari, Bendahara Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), cemas melihat laku korupsi yang nyaris tiada henti ditunjukkan banyak politisi. Pun ia khawatir atas meluasnya praktik intoleransi, yang cepat atau lambat, akan menghancur-leburkan bangsa Indonesia dari dalam.
“Saya cemas melihat korupsi. Itu membuat orang tidak percaya pada partai politik dan DPR. Saya khawatir atas meluasnya intoleransi. Itu bisa membuat negeri ini terpecah akibat konflik SARA,” terang Mayang dalam video PSI bertajuk Mayang dan Sejarah.
Ia pun tak bisa lagi sekadar menunggu nasib. Ia tak menyerahkan perbaikan itu hanya pada pihak-pihak tertentu saja. Bersama teman-temannya di PSI, ia tampil menjawab tantangan besar itu, sebagai pelaku utama.
“Saya tidak bisa menunggu lagi. Saya harus berbuat sesuatu untuk menyelamatkan masa depan (bangsa),” tegasnya.
Dalam video PSI bedurasi 1 menit itu, sejarah sungguh membawa Mayang kepada hal-hal yang tak terduga sebelumnya. Kuliah di Jurusan Arsitektur Trisakti justru membawanya masuk ke dunia aktivisme.
Ya, bersama yang lain, ia terlibat melawan Soeharto dan Orde Baru. Ia ikut rapat-rapat gerakan yang berpuncak pada aksi Mei ’98 yang menewaskan empat kawannya yang kini dicatat sebagai Pahlawan Reformasi.
Lulus kuliah di Jurusan Arsitektur, Mayang justru tak menjadi Arsitek. Bahkan ia semakin tenggelam dalam dunia jurnalistik. Ia menjadi wartawan, merekam serunya dinamika politik di awal-awal reformasi itu.
Sebagaimana anak-anak muda lainnya, Mayang pun terinspirasi berat oleh munculnya sosok fenomenal seperti Jokowi dan Ahok. Dari mereka, ia melihat perubahan bangsa ini ke arah yang lebih baik. Namun, juga mencatat dengan cemas bahwa intoleransi dan sentimen SARA semakin menguat.
Hal itulah yang mendorong Mayang bersama teman-temannya mendirikan Partai Solidaritas Indonesia. Aktivismenya tak pernah padam, bahkan semakin menggebu sebagai politikus PSI.
Liputan