Partai Solidaritas Indonesia (PSI) memberikan apresiasi kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang telah menghadirkan keadilan hukum dalam perkara pembunuhan Brigadir J. PSI berharap, jaksa tidak banding terhadap semua vonis yang diberikan kepada para terdakwa.
“Pelaku utama sekaligus aktor intelektual dihukum maksimal, pelaku peserta dihukum lebih tinggi dari tuntutan, sedangkan justice collaborator dihukum ringan. Sudah pas itu. Jaksa tidak perlu banding,” demikian pernyataan Juru Bicara PSI, William Aditya Sarana dalam keterangan tertulis tanggal 15 Februari 2023.
PSI berpendapat bahwa keadilan hukum dalam kasus ini bukan masalah “adil untuk Sambo” atau “adil untuk Joshua”, melainkan keadilan dalam kasus negara vs terdakwa.
“Bicara personal terdakwa atau korban, subjektivitas dan relativitas-nya tinggi. Kita bicara rasa keadilan masyarakat yang semestinya tercermin dalam keadilan hukum. Perkara ini harus dilihat sebagai perkara publik,” lanjut William.
Ketua DPP PSI ini melihat bahwa perkara pembunuhan berencana termasuk perkara pidana dengan ancaman pidana tertinggi diantara kategori pidana umum lainnya.
“Dalam pertimbangan hukumnya, hakim berhasil menemukan unsur “dengan rencana” yang memperkuat keyakinannya dalam memutus. Penerapan Pasal 340 dengan hukuman maksimal sudah pas,” tukas anggota DPRD termuda di DKI Jakarta ini.
Tapi menurut William, hal yang justru memberatkan dan jarang dibahas, adalah hakim menemukan upaya rekayasa dan perintangan dalam proses penegakan hukum.
“Masih ingat kan ketika awal kasus ini menyeruak? Dilaporkan sebagai tembak-menembak. Arahnya Brigadir J sebagai tersangka karena pelecehan seksual,” ujar William mengingatkan.
Menurutnya, perintangan proses hukum atau obstruction of justice ini sangat berbahaya bagi institusi kepolisian. Kepercayaan publik sempat menurun drastis Ketika kasus ini menyeruak.
“Untungnya ada seorang terdakwa yang bersedia menjadi justice collaborator. Bila tidak, apa jadinya kasus ini?” tutup William.