Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengingatkan bahwa masih ada potensi masalah terkait pasal penodaan agama di Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP).
PSI meminta agar ayat 2, yang masih mirip dengan aturan penodaan agama yang lama, dihapus. Pasal 302 ayat 2 RKUHP memidana setiap orang di muka umum yang menyatakan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat penodaan terhadap agama atau kepercayaan di Indonesia. Menurut PSI, ayat ini sangat karet dan subyektif dan berpotensi over-criminalization.
“Ayat 2 ini dapat menjerat orang yang tidak memiliki niatan menghina agama lain, namun dipidana atas dasar desakan massa. Perbedaan tafsir agama bisa berujung pada tuduhan penodaan agama,” kata Sekjen DPP PSI Dea Tunggaesti dalam video yang diunggah di akun media sosial DPP PSI pada pekan ini.
Dea menegaskan, pasal ini juga berpotensi dipakai untuk politisasi agama dan memberangus lawan politik. Dampak lainnya, pasal ini akan mengurangi kebebasan berpendapat karena membuat orang takut berpendapat karena khawatir dianggap menodai agama.
PSI berpendapat Pasal 302 ayat 1 RKUHP sudah cukup untuk mengatur masalah penodaan agama. Pasal 302 ayat 1 akan memidana setiap orang di muka umum yang melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan; menyatakan kebencian atau permusuhan; atau menghasut untuk melakukan permusuhan, kekerasan, atau diskriminasi, terhadap agama, orang lain, golongan, atau kelompok atas dasar agama atau kepercayaan di Indonesia.
“Ayat 1 ini lebih terukur dan jelas dalam memagari penodaan agama, sehingga tidak rawan diperalat oleh politisi dan tekanan massa,” pungkas Dea.
Sumber: https://www.viva.co.id/berita/politik/1495405-psi-ada-potensi-politisasi-agama-lewat-ruu-kuhp?utm_source=viva_android_app&utm_medium=share_button&utm_campaign=share_content