Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menilai bahwa pelibatan perempuan dalam sektor ekonomi, dapat membebaskan perempuan dari polgami. “Poligami itu memperdayakan perempuan, bukannya memberdayakan. Banyak perempuan terjebak dalam pernikahan poligami karena tidak mudah bagi perempuan untuk masuk dalam sektor ekonomi,” ujar Dara Adinda Nasution, juru bicara PSI untuk isu-isu perempuan, Selasa 18 Desember 2018.
Pernyataan Dara ditujukan pada pro-kontra yang mencuat mengikuti pernyataan PSI yakni tidak mendukung Poligami.
Dara menyatakan bahwa poligami adalah praktik yang merugikan perempuan tetapi banyak terjebak karena tidak mampu menentukan nasibnya sendiri. Dara mengatakan, “ Perempuan harus bekerja agar mampu menentukan nasibnya sendiri dan keluarganya. Tidak bergantung hanya pada suami.”
Pelibatan perempuan dalam sektor ekonomi juga menjadi sangat relevan karena akan membantu meningkatkan ekonomi Indonesia secara keseluruhan.
“Kalau bicara tentang kemiskinan, tidak mungkin tidak membahas perempuan. Dari total usia produktif di Indonesia, 55 persen perempuan, namun ironisnya hanya separuh yang bekerja. Sebanyak 36 juta perempuan memutuskan berhenti bekerja setelah menikah dan punya anak karena dunia kerja kurang ramah dengan perempuan. Potensi inilah yang ingin PSI gali untuk memajukan ekonomi dan kesejahteraan rakyat Indonesia,” ujar Dara.
Menurut Caleg DPR RI Sumut ini, poligami adalah sesuatu yang sulit buat perempuan. Perempuan selalu dihadapi dengan pilihan antara poligami atau cerai. Dalam banyak kasus, perempuan tidak memiliki posisi tawar untuk bercerai karena tergantung secara ekonomi. “Ketika didesak ekonomi dan perempuan menyetujui untuk dipoligami, maka ia terjebak dalam posisinya terpaksa. Perempuan harus mandiri secara ekonomi agar punya posisi tawar di pernikahan dan di masyarakat pada umumnya,” pungkas Dara.
Lebih lanjut, PSI akan mendorong regulasi yang memberikan kemudahan kepada mereka agar bisa tetap mengurus rumah tangga sambil menambah penghasilan. Kebijakan tersebut:
- Mengalokasikan dana pemerintah untuk penyediaan tempat penitipan anak dengan biaya terjangkau.
- Menerapkan aturan jam kerja yang fleksibel sesuai kebutuhan perempuan dan mendorong model “bekerja di rumah” dengan memanfaatkan kemudahan teknologi informasi.
- Memberdayakan perempuan dengan memperbanyak pelatihan keterampilan, wirausaha, dan membangun inkubator bagi para perempuan agar skill mereka meningkat sekaligus mengintegrasikan potensi ekonomi mereka ke pasar digital.