UU Pemilu: Srikandi-Srikandi PSI di Sidang Uji Materi

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pendahuluan uji materi terhadap Undang-undang No. 7/2017 tentang Pemilihan Umum pada Selasa (5/9/2017) di Ruang Sidang Pleno Gedung MK.

Sejumlah partai politik dan elemen masyarakat melakukan uji materi terhadap UU tersebut. Pemohon Nomor 59, yakni Dosen Komunikasi Politik UI Effendi Gazali mendalilkan UU Pemilu Pasal 222 dinilai merugikan hak konstitusionalnya.

Diwakili Wakil Kamal, pemohon menyebutkan pasal yang diujikan tersebut cenderung digolongkan sebagai upaya manipulasi terhadap hak memilih warga negara yang dijamin oleh UUD 1945, terutama terkait dengan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil terhadap hasil dari hak memilih warga negara.

Sedangkan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang merupakan Pemohon Nomor 60 menyatakan tiga ayat dari Pasal 173 dalam UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945. Surya Tjandra selaku salah satu kuasa hukum menyampaikan Pasal 173 ayat (1) mengandung muatan diskriminatif bagi parpol baru.

“Bahwa selanjutnya hasil verifikasi KPU untuk pemilu legislatif tahun 2014 tidaklah dapat digunakan sebagai dasar dalam membebaskan parpol yang telah lulus verifikasi pada pemilu sebelumnya dari kewajiban melakukan verifikasi ulang. Karena verifikasi faktual yang dilaksanakan KPU pada 2014 adalah untuk menjadi peserta pemilu pada tahun tersebut, sedangkan UU Pemilu 2017 terkait dengan peserta Pemilu 2019,” tegas Surya dalam sidang yang juga dihadiri Grace Natalie Lousia selaku Ketua Umum PSI.

Kehadiran Grace Natalie dan sejumlah pengurus PSI cukup menarik perhatian. Partai yang banyak didominasi pengurus dari kalangan perempuan ini sempat berswafoto. Beberapa pengurus teras PSI yang ikut hadir di antaranya Osyana Bagoes Oka dan Tsamara Amany, keduanya menjabat sebagai Ketua DPP di PSI.

Pada kesempatan yang sama, pemohon Nomor 61, Kautsar dan Samsul Bahri, mendalilkan UU Pemilu Pasal 557 Ayat 1 huruf a, b, dan Ayat 2 serta Pasal 571 huruf d dinilai merugikan hak konstitusionalnya karena berpotensi menimbulkan ketidakstabilan politik di Aceh yang bermuara pada ketidakpastian hukum pada penyelenggaraan Pemilu 2019 di Aceh.

Sumber

Recommended Posts