Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengundang pihak Kedubes Rusia, guna membahas polemik pernyataan Ketua DPP PSI Tsamara Amany tentang Presiden Rusia Vladimir Putin.
Dubes Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Georgievna Vorobieva, diwakilkan oleh sekretarisnya yakni Sergey Drobyshevskiy.
Sergey yang datang sekira pukul 10.40 WIB langsung menuju lantai 2, kantor DPP PSI, di Jl KH Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Rabu (11/4/2018).
Ia disambut oleh Tsamara dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PSI Raja Juli Antoni, yang kompak mengenakan jaket merah bertuliskan PSI.
Mereka kemudian menuju suatu ruangan, dan berbincang santai. Raja Juli sempat menanyakan kepada Sergey apakah dirinya mengetahui partai besutan Grace Natalie itu.
“Ya, saya tahu, partai baru, berdiri sekitar tahun 2014 bukan?” ujar Sergey kepada Raja Juli dan Tsamara.
Raja Juli pun membenarkan serta menceritakan partainya ini baru pertama kali mengikuti pemilu. Sekjen PSI ini kemudian meminta awak media untuk menunggu di lantai dasar, lantaran pertemuan akan dilangsungkan secara tertutup.
“Cukup dulu ya, pertemuan dulu kita. Nanti doorstop saja,” ungkap Raja Juli.
Sebelumnya, pihak PSI mengundang Dubes Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Georgievna Vorobieva, untuk bertemu di kantor DPP PSI terkait polemik pernyataan Tsamara tentang Putin.
“Kami mengundang Yang Mulia untuk berdiskusi tentang perkembangan terakhir, terutama terkait polemik menyusul pernyataan Ketua DPP PSI Tsamara Amany tentang Presiden Vladimir Putin,” ujar Ketua Umum PSI, Grace Natalie, dalam siaran persnya, Selasa (10/4/2018).
Surat undangan itu sudah disampaikan ke Kedutaan Besar Rusia pada Senin 9 April 2018 pagi dan surat telah diterima staf kedutaan.
“Kami sangat berharap Yang Mulia bisa memenuhi undangan kami. Semoga pembicaraan yang terjadi bisa menjernihkan persoalan,” lanjut Grace.
Tsamara Amany diketahui mengkritik Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, yang mengajak publik untuk mengidolakan Presiden Vladimir Putin.
Kemudian Tsamara menyatakan ajakan tersebut tidak tepat karena beberapa alasan. Di antaranya, Putin sering disebut otoriter, membungkam demokrasi, dan membiarkan korupsi.