Salah satu argumentasi DPR dalam mengesahkan aturan mempidanakan orang atau pihak yang merendahkan martabat DPR, adalah karena ingin menjaga kehormatan DPR sebagai lembaga negara.
Namun, argumentasi itu justru seperti bumerang buat DPR. Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Tsamara Amany, menilai menjaga kehormatan mestinya bukan dengan membuat ancaman, tapi ditunjukkan dengan kinerja.
“Kalau para anggota DPR ingin dihormati, kerjalah yang sebaik mungkin. Selesaikan RUU yang jadi prolegnas. Jangan misal membuat Pansus Angket KPK yang ditolak rakyat. Maka percayalah, rakyat pasti akan hormati,” ucap Tsamara dalam keterangan tertulis, Selasa (13/1).
Tsamara menyebut ketentuan yang diatur dalam UU tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) itu jelas sebagai kemunduran demokrasi. Padahal, dalam demokrasi memungkinkan siapapun bersuara termasuk ada proses kritik di dalamnya.
“Coba kita lihat tugas DPR itu apa salah satunya? Mengawasi pemerintah, itulah mengapa kita butuh oposisi-oposisi yang kritis dalam mengawasi kinerja mereka. Itu sah, karena itulah demokrasi,” tuturnya.
“Lalu siapa yang seharusnya mengawasi DPR? Kita, rakyat. Bukankah sah pula jika kita bebas beraspirasi kepada mereka dan sah pula jika mengkritisi mereka? Ingat mereka itu dipilih dan digaji oleh rakyat,” kritk politikus muda itu.
Tsamara berharap UU ini segera diuji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan dibatalkan. “Jika tidak dibatalkan, ini jelas menciderai demokrasi kita. Kita akan kesulitan menemukan orang-orang yang berani bersuara,” tegasnya.
Ketentuan pengkritik bisa dipidana itu tertuang dalam Pasal 122 huruf k UU MD3.
Dalam melaksanakan fungsi, Mahkamah Kehormatan Dewan bertugas:
k. Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang peseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.