Pernyataan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang akan memacu hilirisasi produk Kakao medapat tanggapan dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI). PSI mengingatkan agar wacana hilirisasi Kakao tidak dilakukan setengah-setengah.
“Bagus idenya, tapi implementasinya harus serius jangan setengah-setengah. Semua instrumen sudah lengkap kok. Barangnya ada, lahan luas, produksi cukup pasar juga besar. Tinggal seriusnya saja” ujar Wasekjen DPP PSI Nanang Priyo Utomo.
Nanang mengungkapkan saat ini produk cokelat terbesar diproduksi di negara yang tidak memiliki bahan baku. Pabrik-pabrik cokelat besar ada USA dan Eropa sedang bahan baku tersedia di Afrika dan Asia.
“Yang menguasai dunia saat ini pabrik-pabrik USA dan Eropa. Sebut saja Mars Wigley Amerika, Ferrero Italia atau Mondelez. Sementara produsen kakao yang besar ya Pantai Gading, Nigeria, Ghana, Kamerun dan Indonesia” ungkap Nanang.
Nanang mencontohkan pabrik cokelat Ferrero yang mempunya produk Kinderjoy. Produk tersebut menurut Nanang laris manis di Indonesia dengan harga yang mahal. Nanang mengatakan bahwa kinderjoy diproduksi pabrik Italia padahal besar kemungkinan bahan bakunya sebagian dari Indonesia.
Lebih lanjut Nanang mengungkapkan bahwa masalah utama dalam hilirisasi Kakao di Indonesia adalah teknologi pengolahan dan standar kualitas biji. Menurut Nanang pabrik cokelat di Indonesia perlu mengupgrade mesin pengolahnya agar mampu menghasilkan produk kelas dunia. Sejauh ini menurut Nanang baru Petra Food produsen Silverqueen yang mampu bersaing.
Terkait kualitas biji Nanang mengingatkan bahwa Kakao Indonesia 90% lebih adalah produk petani rakyat. Menurut Nanang pemuliaan produk pasca panen menjadi kendala sebab biji Kakao memerlukan perlakuan pasca panen yang baik.
“Saya 5 tahun membina petani Kakao. Menanamnya mereka jago tapi setelah panen biasanya baru masalah. Pengupasan, pengeringan dan fermentasi kebanyakan petani tidak telaten karena sibuk di sawah,” ujar Nanang.
Nanang mengusulkan agar biji Kakao bisa berkualitas maka BUMN membina koperasi lokal agar perlakuan pasca panen dapat dijalankan sesuai standar. Nanang juga mengusulkan agar koperasi binaan BUMN tersebut dibimbing dan diawasi agar menguasai Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) yang merupakan standar penting kualitas pangan dunia.
“Yang jelas harus all out lah. Kalau cuma nanggung percuma. Uung-ujungnya anggaran habis hasilnya ga ada,” pungkas Nanang.