Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang menimpa Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Sahat Tua Simadjuntak memantik reaksi keras dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Juru Bicara DPP PSI Nanang Priyo Utomo menyebut kasus ini menggambarkan adanya kerusakan sistemik dalam pola pengalokasian anggaran.
Nanang mengungkapkan kasus dana hibah ini jangan hanya dilihat peristiwa penangkapannya tetapi harus dotelusur lebih jauh kesalahan pola dalam pengalokasiannya. Menurutnya boleh jadi Sahat Tua Simadjuntak hanya ketiban apes saja dan buka satu-satunya pelaku.
“Sudah dari awalnya itu salah. Anggaran itu harus berbasis kebutuhan bukan berbasis keinginan. Dana Jaring Aspirasi (JASMA) ini sudah salah dari awal. Kebutuhannya belum ada, alokasinya sudah ditetapkan”.
Lebih lanjut Nanang mengungkapkan pola dana hibah melalui anggota DPRD sebagai aspirator lebih terkesan sebagai bagi-bagi jatah Anggota DPRD harus menghabiskan alokasinya setiap tahun tanpa memandang urgensi kebutuhannya. “Anggota DPRD jadi semacam Sinterklas yang datang malam hari memberi hadiah terus pergi,” ucap Nanang.
Nanang mengungkapkan seharusnya dana hibah ini tidak diadakan lagi. APBD harus dialokasikan berdasarkan kajian teknokratik yang baik.
Nanang mengungkapkan bahwa besaran dana hibah di Jawa Timur sangat fantastis. Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), APBD Pemprov Jatim Tahun Anggaran 2020 dan 2021 merealisasikan dana belanja hibah senilai Rp7,8 triliun kepada badan, lembaga, dan organisasi masyarakat.
“Daripada duit dibagi mentah seperti itu mending buat bayar iuran BPJS masyarakat. Lebih jelas manfaat dan maslahatnya” Ungkap Nanang.
Wakil Ketua DPRD Jawa Timur (Jatim) Sahat Tua Simandjuntak ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pengelolaan dana hibah di Pemprov Jatim. Sahat Tua ditetapkan jadi tersangka bersama 3 orang lainnya. Sahat terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (14/12) jelang tengah malam.