Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mendukung sikap Presiden Jokowi yang menolak ide pemilihan presiden dilakukan kembali oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
“Kalau ide itu diwujudkan, Indonesia akan melangkah mundur jauh ke belakang. Karena itu, kami sependapat dengan Pak Jokowi untuk menolak ide tersebut,” kata Ketua DPP PSI, Tsamara Amany, dalam keterangan pers, Kamis 15 Agustus 2019.
Jika pemilihan presiden dikembalikan ke MPR, kata Tsamara, bersiaplah untuk menyaksikan lagi oligarki politik dalam wujud yang paling vulgar.
“Transparansi mustahil ada. Hanya ada elite-elite politik yang berunding diam-diam untuk memiliih seseorang menjadi presiden. Bisa dipastikan money politics akan terjadi,” ujar Tsamara.
Wacana pemilihan presiden oleh MPR muncul dari sejumlah tokoh nasional dalam beberapa hari terakhir. Salah satu alasan mereka, pilpres secara langsung potensial memunculkan konflik horizontal di masyarakat.
Kalau soal konflik horizontal, kata Tsamara, kuncinya ada di penegakan hukum. “Konflik terjadi kalau penegakan hukum tak dilaksanakan. Kita sudah punya aturan hukum yang cukup memadai untuk mencegah potensi tersebut. Tinggal dimaksimalkan penegakannya.”
Pemilihan presiden langsung memang masih mengandung masalah. Tapi, kata Tsamara, bukan kemudian menjadi alasan untuk kembali ke masa lalu.
“Kita terus perbaiki kekurangan yang ada. Tapi, hak rakyat untuk memilih langsung pemimpin tertinggi mereka jangan ditiadakan,” kata dia.
Jika pemilihan dilakukan MPR, Indonesia tidak akan punya sosok presiden seperti Pak Jokowi, orang biasa namun dengan pencapaian luar biasa di karier sebelumnya.
“Yang akan muncul sebagai presiden adalah orang-orang berduit yang pintar memikat para elite partai politik. Mendapatkan figur terbaik untuk memimpin bangsa hanya akan berhenti sebagai mimpi,” pungkas Tsamara.