Begitu banyak definisi ruang publik yang bisa kita dapatkan dan pahami. Namun yang jelas, ruang publik bukanlah sekedar ruang terbuka, tapi juga termasuk ruang-ruang tertutup seperti rumah makan, pertokoan, hingga tempat ibadah dan penginapan. Selama dipergunakan sebagai tempat yang bersifat publik dan menyangkut kepentingan umum, jelas dapat disebut ruang publik.
Persoalan ruang publik menjadi ramai diperbincangkan setelah Citayam Fashion Week atau Fenomena SCBD (Sudirman, Citayam, Bojong, Depok) semakin viral. Berbagai kalangan turut serta merasakan keseruan tersebut ke lokasi. Bahkan belum lama ini, Bro and Sis DPP PSI dan sekitar Jakarta turut meramaikan. Tak hanya meramaikan, mereka juga turut melakukan edukasi politik kepada adik-adik Citayam dan Bro and Sis lainnya di sana.
Menjadi Tanggung Jawab Pemerintah
Kami PSI agak menyayangkan, tidak hadirnya peran Pemprov DKI Jakarta atas munculnya fenomena budaya yang amat potensial tersebut. Bukannya hadir memberikan support nyata, malah ikut-ikutan berlenggok di penyebrangan jalan. Itu tentu hal yang tidak perlu.
Semakin membludaknya pengunjung di luar kalangan Bro ans Sis Citayam-Bojong-Depok sekitarnya, menimbulkan kemacetan yang lumayan parah di jalan tersebut. Belum lama ini malahan, para warga melakukan protes dan melaporkannya ke pihak berwajib. Alhasil, penertiban yang cukup tegas dilakukan oleh Satpol PP, Kepolisian dan warga sekitar. Hal ini ditengarai menjadi bayang-bayang akan akhir dari fenomena budaya anak muda yang sangat menarik itu. Sungguh amat disayangkan.
Jika saja, Pemprov DKI Jakarta dapat lebih peduli dan terlibat dengan kebijakan nyata, tentu potensi dari fenomena Citayam Fashion Week ini dapat menghasilkan nilai-nilai positif kini dan mendatang. Juga menginspirasi Pemerintah Daerah lainnya untuk mendukung fenomena Fashion Week ini.
Keterlibatan Kita
Citayam Fashion Week atau fenomena SCBD ini, dapat kita jadikan pelajaran kelak. Dari berbagai kalangan, pelajar, mahasiswa, public figure, hingga para pejabat dalam menyikapinya atau bahkan turut serta di dalamnya. Fenomena budaya semacam ini, mestinya kita dukung dengan sukacita dan ketulusan hati. Jangan malah dieksploitasi sebagai keuntungan pribadi. Sebab benar kata Kang Emil, Gubernur Jawa Barat itu: segalanya tidak melulu harus dijadikan kepentingan profit. Sebab yang mendapatkan keuntungan seperti tukang Starling (Pedagang Minuman Sepeda Keliling) pun, lebih bersifat kita berbagi kepada mereka pula.
Setelah menyadari tanggung jawab dan peran dalam keterlibatan masing-masing dalam fenomena budaya semacam Fashion Week tersebut, kelak akan lebih jelas arah dan tujuannya.
Semoga akan terus lahir fenomena ruang publik yang positif semacam ini.
Salam Solidaritas!