“Walau jumlah utang pemerintah mencapai Rp 7.754,9 triliun pada Januari 2023, atau 38,56% dari Produk Domestik Bruto (PDB) tapi secara persentase itu adalah penurunan dibanding tahun 2022 yang 39,57%. Kita memang selalu mesti hati-hati, tapi tak perlu panik dan digembar-gemborkan seolah terus membengkak. Biasa-biasa saja kok, khan negara kita juga terus bertumbuh,” begitu ujar Andre Vincent Wenas, Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia merangkap juru bicara bidang ekonomi.
PSI mengingatkan bahwa, “Utang pemerintah pada akhir tahun 2022 adalah Rp 7.733,99 triliun. Dan pada Januari 2023 ada pertambahan Rp 20,99 triliun sehingga mencapai Rp 7.754,98 triliun. Secara rasio utang itu adalah 38,56% dari PDB. Seperti kita ketahui bahwa rasio utang terhadap PDB yang diijinkan undang-undang adalah 60%, ini kan masih aman sekali,” kata Andre lebih lanjut.
Dari laporan pemerintah (buku APBN Kita edisi Februari 2023) kita pantau bahwa posisi utang yang sebesar Rp 7.754,98 triliun, terdiri dari 88,9% berbentuk Surat Berharga Negara (SBN) dan 11,1% dalam bentuk pinjaman.
Sedangkan denominasinya utang pemerintah 71,45% berbasis rupiah. Ini diklaim sejalan dengan kebijakan umum pembiayaan utang, yaitu mengoptimalkan sumber pembiayaan dalam negeri dan memanfaatkan utang luar negeri sebagai pelengkap.
Rinciannya jumlah utang pemerintah dalam bentuk SBN sebesar Rp 6.894,36 triliun. Terdiri dari SBN domestik sebesar Rp 5.519,27 triliun, terdiri dari Surat Utang Negara sebesar Rp 4.480,31 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp 1.038,96 triliun.
Sedangkan kepemilikan SBN domestik tradable ini didominasi oleh perbankan, lalu diikuti oleh Bank Indonesia, lembaga asuransi dan dana pensiun, kemudian disusul investor asing (porsinya kecil).
Sedangkan jumlah utang pemerintah dalam bentuk Surat Berharga Negara Valas hingga Januari 2023 sebesar Rp 1.375,09 triliun. Terdiri dari Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp 1.057,63 triliun dan SBSN sebesar Rp 317,46 triliun.
Lalu jumlah utang pemerintah dalam bentuk pinjaman sebesar Rp 860,62 triliun. Pinjaman dalam negeri Rp 21,68 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp 838,94 triliun.
Rincian pinjaman luar negeri sebesar Rp 838,94 triliun itu terdiri dari pinjaman bilateral Rp 273,67 triliun, multilateral Rp 512,55 triliun, dan bank-bank komersial Rp 52,73 triliun.
“Pendeknya, pola pinjaman atau utang pemerintah sejauh ini nampaknya dilakukan dengan sangat prudent, prinsip kehati-hatian. Kenyataannya persentase 38,56% itu masih jauh di bawah batas aman yang diijinkan undang-undang yaitu 60%,” ujar Andre Vincent Wenas menutup keterangannya.