Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mewacanakan program kuliah gratis di Indonesia demi menghapus kesenjangan pendidikan di Tanah Air.
Namun peneliti menilai, sampai saat ini kuliah gratis masih belum menjadi atensi masyarakat luas di Indonesia.
Ketua DPP PSI Tsamara Amany mengungkapkan alasan PSI mewacanakan program kuliah gratis.
Hal itu tak lepas dari persentase penduduk Indonesia berusia 14 tahun ke atas yang lulus kuliah hanya 8,5 persen sementara 65 persen lainnya lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Harapannya, dengan program kuliah gratis akan lebih banyak lagi lulusan perguruan tinggi yang siap berkompetisi di dunia kerja.
Hal tersebut bertujuan agar kesempatan memperbaiki kualitas hidup lebih terbuka luas. Jika tingkat pendidikan mayoritas masyarakat rendah rentan terjebak dalam perangkap kemiskinan dan gizi buruk.
“Kalau misalnya seseorang itu masuk dan lulus kuliah, dia punya kemampuan mobilitas sosial yang lebih baik,” kata mahasiswi program master bidang public policy dan media New York University tersebut, dikutip dari Antara.
Kemudian pendapatan, akses, koneksi akan jadi lebih baik lagi, dan yang paling penting lagi adalah masyarakat mempunyai lintasan karier.
Sementara Peneliti Basic Income Lab RCCC Universitas Indonesia (UI), Sonny Mumbunan mengatakan, wacana kuliah gratis memungkinkan diterapkan di Indonesia karena sejumlah negara terbukti bisa menerapkan kebijakan tersebut.
“Pendidikan tinggi bagi negara-negara yang sudah menerapkan kuliah gratis itu syaratnya mau kuliah dan mampu secara akademik,” terangnya.
Hal itu ia sampaikan dalam diskusi virtual bertema “Kuliah Gratis, Apakah Mungkin?” yang digelar PSI, melalui keterangan tertulisnya, Minggu, 27 Juni 2021.
Sonny mencontohkan Jerman dan negara-negara Eropa lainnya bisa menggratiskan biaya kuliah sepenuhnya atau pun sebagian.
Dari preseden itu, bukan tidak mungkin program serupa juga bisa diterapkan dalam sistem pendidikan tinggi Indonesia.
Lebih jauh, ujar dia, program kuliah gratis di negara-negara maju juga membawa dampak pada dimensi kultural, sosial dan politik masyarakat.
“Apa implikasi kulturalnya? Pendidikan jadi hal yang lumrah di sana, gelar akademik juga dimaknai berbeda, tidak ada selebrasi berlebihan ketika menyelesaikan kuliah,” terangnya.
Implikasi politiknya adalah terjadi perdebatan kebijakan ide dan epistemik. Alasan lain yang memungkinkan program kuliah gratis diterapkan di Indonesia ialah besaran anggaran yang masih realistis.
Menurut penghitungannya, biaya per tahun seluruh mahasiswa strata satu hingga strata tiga dan vokasi berkisar Rp 95 triliun.
Nilai anggaran tersebut tidak seberapa jika dibandingkan biaya yang hilang akibat degradasi lingkungan yang mencapai Rp 600 triliun per tahun.
Namun diakui Sonny, wacana kuliah gratis belum jadi atensi masyarakat luas di Indonesia.
Hal itu karena masyarakat tidak biasa membayangkan ide-ide besar tentang kuliah gratis sehingga terkesan program tersebut mustahil dijalankan.
“Indonesia belum punya imajinasi cukup untuk membayangkan sebuah pendidikan tinggi gratis dan bermutu,” pungkasnya.
Sumber: Pikiran-rakyat.com