Partai Solidaritas Indonesia menilai sektor pencegahan merupakan bagian penting dalam Undang-Undang Antiterorisme. Menurutnya, UU tersebut untuk mencegah aksi terorisme.
“Hal penting dari UU Anti-Terorisme yang baru adalah pencegahan dengan menindak individu yang terlibat jaringan teroris dan aksi teroris di negeri lain agar tidak melakukan aksi teror di Indonesia,” ujar Juru Bicara PSI, Mohamad Guntur Romli di Jakarta, Sabtu (25/5/2018).
Guntur mengatakan PSI mengapresiasi disahkannya UU Anti Terorisme oleh DPR. Undang-undang tersebut dinilai penting untuk pencegahan aksi teror (preventif), pemulihan, dan perlindungan korban aksi teror (restoratif) yang tidak ada dalam undang-undang yang lama.
“Meski berlarut-larut sampai dua tahun dan menunggu ada aksi teror lagi, kami tetap mengapresiasi pengesahan UU Antiterorisme sebagai upaya serius untuk mencegah aksi teror (preventif) dan pemulihan (restoratif) pasca-aksi teror yang tidak ada dalam UU Antiterorisme lama,” ujar Guntur.
Dia mengatakan di Indonesia kini ada sekitar 500 mantan kombatan dan keluarga yang bergabung dengan ISIS, baik di Suriah maupun Irak. Guntur menegaskan, dengan adanya UU Antiterorisme baru, kelompok kombatan itu bisa ditindak.
“Kemudian, klausul pemulihan korban teroris juga hal penting dari UU Antiterorisme yang baru disahkan ini. Yaitu berupa perlindungan korban secara komprehensif, baik bantuan medis, rehabilitasi psikologis, psikososial, santunan ahli waris korban yang meninggal dunia, sampai pemberian restitusi dan kompensasi,” jelas Guntur.
Hal lain yang juga progresif, kata Guntur, yakni diaturnya pemberian hak bagi korban yang mengalami penderitaan sebelum RUU Antiterorisme ini disahkan. Artinya pemberian hak juga berlaku bagi korban sejak bom Bali I pada 2002 sampai sampai Bom Thamrin pada 2016.