PSI Sorot Kinerja Komisi Penyiaran Indonesia, Ini Permintaan Giring Ganesha ke Pemerintah dan DPR


Keberadaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) kembali mendapat sorotan, kali ini dari Pelaksana tugas (Plt) Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Giring Ganesha.

Giring Ganesha meminta pemerintah dan DPR mengevaluasi kinerja dan meninjau ulang keberadaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

“Pemerintah dan DPR harus segera mengevaluasi ulang dan mempertimbangkan keberadaan KPI,” kata Plt Ketua Umum DPP PSI Giring Ganesha dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu (27/6/2021).

Giring Ganesha mengatakan, lembaga tersebut cukup banyak menimbulkan kontroversi sehingga harus dievaluasi demi perbaikan ke depan.

Terbaru adalah saat KPI pusat membatasi jam tayang 42 lagu berbahasa Inggris dan hanya boleh disiarkan di radio setelah pukul 22.00 WIB.

PSI memahami bahwa KPI hadir sebagai perwujudan amanat Undang-Undang Penyiaran nomor 32/2002, tetapi kinerja lembaga tersebut tetap harus selalu dievaluasi.

Ia menilai selama ini KPI lebih sibuk berupaya menyensor iklan Shopee, mengawasi isi siaran YouTube, Netflix dan lain sebagainya.

Pada 2019 PSI mengkritisi rencana KPI yang berniat ikut mengawasi YouTube, Facebook, Netflix, dan media digital lainnya.

Dalam Undang-Undang Penyiaran, kewenangan KPI mencakup lembaga siaran yaitu televisi dan radio, tidak termasuk media digital.

Di sisi lain, ironisnya, PSI menilai KPI gagal mengawasi kualitas isi siaran televisi dan selama bertahun-tahun mendiamkan berbagai acara yang tidak mendidik namun tetap tayang dan ditonton jutaan rakyat setiap hari.

“Banyak kritik dilontarkan, tapi KPI tidak juga berubah,” ujar dia.

Oleh karena itu, lanjutnya, PSI mendorong pemerintah segera mengevaluasi kinerja KPI agar perbaikan di lembaga itu semakin baik ke depannya terutama dalam hal penyiaran yang berkualitas.

KPI Dikritik Banyak Pihak Terkait Kebijakan Prokes

Sebelumnya, KPI memberikan tanggapan atas sejumlah kritikan yang dilayangkan sejumlah pihak mengenai kebijakan protokol kesehatan di lembaha penyiaran.

Ketua KPI, Agung Suprio menyampaikan terima kasih atas respon dari masyarakat terkait kebijakan protokol kesehatan di televisi.

Dikutip dari rilis resmi KPI, Agung menyebut pada dasarnya kebijakan yang diambil KPI merupakan bentuk dukungan atas usaha pemerintah dalam menanggulangi pandemi.

ni juga merupakan bentuk kontribusi KPI sebagai regulator penyiaran, dalam usaha bersama seluruh komponen anak bangsa menekan laju penyebaran virus yang hingga saat ini telah tembus di angka 1 juta penduduk yang terinfeksi.

Hal tersebut disampaikan Agung, menjawab masukan publik terhadap kebijakan protokol kesehatan di lembaga penyiaran yang ditetapkan KPI.

“Kebijakan KPI dalam melibatkan lembaga penyiaran dalam kampanye penanggulangan laju Covid-19 melalui penerapan protokol Kesehatan, sejak awal telah menuai pro dan kontra,” ujarnya dikutip dari kpi.go.id, Sabtu (13/1/2021).

Namun, KPI dan Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 menyadari posisi lembaga penyiaran yang sangat vital sebagai media pencegahan.

Pertama karena alasan jangkauan siaran televisi dan radio yang hampir ke seluruh wilayah Indonesia.

Kedua, karena sosok figur publik yang menjadi pengisi acara di televisi dan radio.

Satgas Covid-19 dan KPI sangat menyadari betul, popularitas dan kekuatan para pesohor pada para pengikutnya.

“Maka dari merekalah pesan protokol itu diharapkan dapat tersampaikan, sekaligus memberi contoh bagi publik atas ketaatan mereka mematuhi protokol kesehatan,” ungkapnya.

KPI juga menyadari ada kesulitan yang dirasakan dalam implementasi kebijakan ini.

“Termasuk adanya kesan bias atas kebijakan tersebut pada program-program yang lain,” ujar Agung.

Di satu sisi, untuk produksi sinetron, KPI telah meminta agar dilakukan penyesuaian dalam pembuatan adegan.

Dalam konteks penerapan protokol kesehatan, ada otoritas Satgas Covid-19 yang lebih memahami kondisi terkini dan kondisi darurat yang harus ditanggulangi.

Dalam rapat koordinasi antara KPI, Satgas Covid-19 dan lembaga penyiaran, penegakan protokol kesehatan juga bertujuan untuk memberikan perlindungan pada pelaku industri penyiaran.

Masker ini tidak dapat digantikan dengan hanya menggunakan face shield sebagai pelindung wajah belaka.

“Jika memang hendak mengenakan face shield, harus dilengkapi dengan pemakaian masker,” tuturnya.

Selain merupakan usaha untuk mengurangi penyebaran virus Covid-19 pada lokasi pengambilan gambar, juga menjadi bentuk edukasi kepada publik untuk tetap disiplin mengenakan masker saat berinteraksi dengan orang lain.

Penyiaran bukanlah sebuah ruang hampa yang lepas dari realitas khalayak dan masyarakat di sekitarnya. Justru penyiaran merupakan medium yang saling menghubungkan antar khalayak.

Adanya tuntutan untuk memberikan kelonggaran atas protokol kesehatan di televisi dan radio justru akan menjadikan penyiaran semakin asing dari khalayaknya sendiri.

Saat pengetatan dan pembatasan sosial kembali ditingkatkan lewat aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) tentu tidak ada alasan untuk mengendorkannya pada tampilan televisi.

Lebih lanjut Agung menegaskan, KPI tentu sangat terbuka dengan adanya masukan dan kritik dari masyarakat ini. Termasuk juga tuntutan perlakuan yang adil pada seluruh program siaran di televisi dan radio.

“Kami menyadari, di tengah imbauan masyarakat untuk beraktivitas dari rumah, siaran televisi menjadi salah satu alternatif hiburan banyak dinikmati masyarakat,” ujarnya.

Tayangan berkualitas harus terjaga bahkan harus ditingkatkan dan terus meminimalisir kemungkinan dampak negatif yang timbul. KPI juga terus mencari solusi terbaik dan adil untuk pengutamaan protokol kesehatan di televisi.

Ketika tayangan TV terlihat mengabaikan protokol kesehatan tentu KPI dituding melakukan pembiaran, namun saat melakukan penegakan kebijakan protokol kesehatan KPI juga mendapatk kritikan.

Sebagai lembaga yang merupakan representasi publik, tentunya KPI sangat siap dan menjadikan kritik sebagai masukan sambil mencari solusi yang baik agar semua pihak menjadi nyaman, aman, dan tenang di rumah hingga pandemi ini terkendali dan teratasi.

Kritik adalah bukti bahwa masyarakat peduli dan selalu memberikan koreksi dan menginginkan tayangan berkualitas.

“KPI akan segera berkoordinasi dengan segenap pemangku kepentingan penyiaran serta Satgas Covid-19, untuk mengambil langkah paling baik,” ungkapnya.

37 Program Acara langgar protokol

Sementara itu sepanjang Januari 2021, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menemukan 37 acara dari 11 stasiun televisi berbeda yang diduga melanggar protokol kesehatan (prokes) di masa pandemi Covid-19.

Dari 37 tayangan ini, sebanyak 36 tayangan berasal dari hasil pemantauan isi siaran.

Sementara 1 tayangan lainnya merupakan hasil pengaduan publik yang disampaikan ke KPI dan telah diverifikasi.

Dikutip dari Kompas.com, dari 37 tayangan ini, pelanggaran protokol kesehatan yang paling banyak dilakukan adalah tidak mengenakan masker dan pelindung wajah.

Beberapa di antaranya bahkan didapati tidak memperhatikan jarak fisik atau social distancing.

Tayangan-tayangan yang berpotensi melanggar protokol kesehatan ini didominasi oleh program hiburan seperti variety show.

Sumber: Tribunnews.com





Sumber

Recommended Posts