Oleh: Andi Zulkarnain
Karena sedang mendalami kajian tentang tafsir politik di mata milenial, maka saya hadir di acara organisasi politik yang selalu digambarkan sebagai partai generasi milenial, PSI. Acaranya diadakan di salah satu hotel di dekat Sarinah, Jakarta Pusat.
Saya mencermati cara mereka meramu isu dan menjalankan program untuk memasuki hati calon pemilih. Menarik, karena sejak pagi sampe sore hampir tidak pernah mereka membahas politik. Sambutan Ketua Umum, Mbak Grace Natalie, tidak pernah saya mendengar dia mengkampanyekan partainya. Dia hanya mengajak peserta untuk menikmati acara sambil share beberapa gagasannya tentang bagaimana sukses di era milenial.
Pembicara yang dihadirkan adalah orang yang sukses berkarya di era kekinian. Misalnya, Andro Rahman Putera, salah satu peracik pameran clothing terbesar di negeri ini, Jakcloth. Yang menjelaskan tips bagaimana jatuh bangunnya ia dan tim untuk membangun kepercayaan mitra dan pengunjung. Pada event perdananya harus menggratiskan 8000 tiket demi mendapatkan pengunjung 10.000. Karena dia janjikan kepada mitra yang ikut pamerannya, bahwa jangan bayar jika pengunjung tidak sampai 10.000.
Ada pula Tompi yang menjelaskan kemampuannya membagi waktu sebagai dokter bedah plastik, penyanyi, serta vidiografer. Juga sikap kritisnya sebagai public figur dengan berbagai resiko dan tantangan yang pernah diterima. Pernah mamanya di teror karena sikap politik anaknya di medsos. Baginya pencerdasan politik kepada publik harus di dorong terus menerus agar anak cucu kita kedepan bisa merasakan republik yang lebih baik. Republik yang penghuninya merasakan nilai-nilai kemanusiaan.
Hadir juga penyanyi lagu Laskar Pelangi yang merupakan lagu terbaik sepanjang masa versi Rolling Stone, Giring. Dia berbagi pengetahuan tentang dunia musik di era digital.
Gerald bastian pendiri “Kok bisa” sharing tentang kesuksesnnya menjadi youtuber. Adapula, Rama Aditya, pencipta aplikasi Qlue yang digunakan oleh Pemda DKI era Ahok dan Anis saat ini. Dia terlibat banyak membantu beberapa pemda di negeri ini untuk mewujudkan smart city. Suatu konsep yang berbasis pada tekhnologi, smart people dan visi servant leadership.
Di acara ini, hadir juga Niluh Djelantik yang membagi kisahnya dagang alas kaki di Bali. Sepatu karyanya sudah di jual di 20 negara. Katanya pernah di minta oleh beberapa mitra distributor untuk memindahkan pabrik di Cina agar keuntungan bisa lebih besar. Namun, dia menolak karena visi awalnya berbisnis bukan sekedar money, tapi bagaimana memberi benefit kepada lingkungan sekitar.
Milenial yang datang sangat terinspirasi. Dan secara perlahan telah memiliki konsep tentang PSI. Inilah yang dimaksud dengan soft selling. Bagaimana menjual sesuatu dengan cara yang halus. Fokus pada memberi manfaat dengan tulus, maka manusia dengan fitrahnya akan mengenang dan memuliakan pihak yang telah berbuat baik padanya.
Partai politik umunya bermain dengan strategi jaman old, hard selling. Jualan dengan cara langsung, sehingga bukan simpati yang terima tapi antipati. Biasanya orang malas datang secara sukarela di suatu acara yang ada logo partainya. Jika pun datang, harus jelas amplopnya, ato karena mobilisasi dari pihak tertentu.
Tadi saya mencoba mewawancarai beberapa peserta, darimana dapat info, apakah dapat dana transport dll. Mereka menjelaskan bahwa datang sukarela setelah dapat undangan di BEM. Adapula yang liat info di medsos. Mereka datang karena tertarik dengan tema dan pembicaranya.
Itulah marketing politik di era milenial. Masih ada beberapa trik yang digunakan PSI tadi. Hanya jangan semua ditulis disini. Nanti habis bahan untuk ngopi-ngopi. Hehee
Saat penutupan acara saya kaget karena diumumkan juga sebagai penanggap terbaik. Pilihan hadiahnya beda dengan partai jaman old yang berupa gula pasir, beras, baju koko. PSI memberi hadiah tiket nonton gratis di XXI untuk dua orang, film apapun, kapanpun dan di studio manapun.
***
Selain PSI yang unggul dengan politik gaya barunya. Saya juga salut pada kerja-kerja sosial PKS. Hampir di tiap bencana, tenda PKS selalu ada. PDIP juga menarik ketika dia berani mencalonkan figur yang diinginkan publik, seperti Risma di Surabaya, Jokowi di Solo, Ganjar di Jateng, dll. Di suatu waktu saya juga pernah dipanggil mengisi kajian ekonomi politik (ekopol) di basecamp PDIP Jakarta. Bagi saya, menarik jika rakyat di didik terus untuk melek politik, termasuk teori dan peta ekopol. Karena politisi yang membiarkan rakyat (pemilihnya) bodoh adalah politisi yang patut dicurigai.
Tentu ada juga yang lucu di beberapa partai di atas, namun hal baik yang dilakukannya patut untuk diapresiasi. Partai adalah organisasi yang paling dimuliakan dan dihormati di bangsa ini. Hanya dengan stempelnya seseorang bisa menjadi anggota DPR. Hanya dengan izinnya pula seseorang bisa menjadi presiden dan mengendalikan 250 juta manusia. Olehnya itu, kita semua perlu terlibat mengawasi, mengkritisi dan mengobati kanker yang ada pada tubuh partai demi republik yang memanusiakan manusia
Salam