Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang melarang mantan narapidana korupsi maju sebagai calon legislatif (caleg) kembali mendapatkan dukungan. Dukungan tersebut datang dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Bahkan, PSI pun menyebut jika aturan tersebut dinilai sudah tepat. “KPU sudah berada di jalur yang tepat, artinya kami tidak mau menerima dan tidak bisa menerima kenyataan bahwa orang-orang yang pernah menjadi koruptor kemudian kita izinkan kembali berkontestasi dalam Pileg yang di sana mereka akan mewakili masyarakat lagi,” kata Ketua DPP PSI Tsamara Amani, Minggu (27/5/2018).
Selain itu, dirinya juga menyayangkan sikap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang masih belum menyetujui aturan tersebut. Menurutnya, parpol yang ada di lembaga tersebut seharusnya mendukung rencana KPU itu. Menurutnya, seharusnya artai-partai yang berada di DPR seharusnya mendukung aturan yang dibuat oleh KPU. “Kami sangat menyayangkan (sikap DPR yang masih tak setuju dengan aturan tersebut). Justru parpol yang ada di DPR harusnya mendukung rencana KPU yang begitu progresif ini menjadi penjaga gawang agar orang-orang yang punya mental korupsi seperti itu tidak kemudian berkontestasi dalam Pileg,” tutur Tsamara.
Seperti diberitakan sebelumnya, KPU mengatur pelarangan tersebut dalam peraturan KPU atau aturan internal parpol soal rekrutmen caleg. KPU mengusulkan larangan ini masuk dalam Peraturan KPU Pasal 8 tentang pencalonan anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota. Namun, Komisi II DPR RI tak menyetujui usulan KPU tersebut. Komisi II tetap ingin mantan narapidana kasus korupsi diperbolehkan mencalonkan diri kembali menjadi anggota legislatif. “Komisi II DPR RI, Bawaslu, Kemendagri menyepakati aturan larangan mantan napi korupsi dikembalikan peraturannya pada Pasal 240 ayat 1 huruf g UU 7/2017,” bunyi kesimpulan rapat Komisi II dengan KPU dan Bawaslu pada Selasa (22/5/2018) kemarin.
Meski mendapatkan penolakan, KPU tetap kukuh ingin membuat aturan tersebut. Bahkan, KPU menyatakan siap menghadapi pihak yang nantinya menggugat aturan tersebut ke Mahkamah Agung (MA)