Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menegaskan kinerja DPR tak boleh kendor di tahun politik. Juru Bicara PSI, Rizal Calvary mengingatkan target program legislasi nasional (prolegnas) jangka menengah periode 2014-2019 sebanyak 183 rancangan undang-undang (RUU), ternyata DPR hanya baru menyelesaikan 80-an RUU menjadi UU.
“Tahun 2015, DPR menargetkan 40 RUU dalam Prolegnas (Program Legislasi Nasional), dari jumlah tersebut, DPR hanya bisa menyelesaikan 3 RUU saja yang kemudian disahkan menjadi UU,” kata Rizal di Jakarta, Kamis (12/4).
Kemudian, kata Rizal, pada 2016 DPR secara ambisius menetapkan 51 RUU dalam Prolegnas yang ditargetkan selesai di akhir tahun. Namun dalam praktiknya, lanjut dia, DPR hanya bisa menyelesaikan 22 RUU, di antaranya 10 RUU Prolegnas dan 11 RUU kumulatif terbuka.
“Sementara itu di 2017, DPR menetapkan target untuk menyelesaikan 52 RUU Prolegnas pada akhir tahun. Sayangnya dalam kurun waktu satu tahun, DPR hanya bisa menyelesaikan 6 RUU saja,” jelas dia.
Menurut dia, lebih disayangkan lagi disaat kinerja sedang menurun, legislator tersebut malah meminta sejumlah keistimewaan, yang teranyar pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, DPR, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3).
Hal itu mengingatkan dia dengan sebuah video dari BBC. Isinya Bos Facebook (FB) Mark Zuckerberg disidang oleh para Senator Amerika Serikat. Satu dunia tahu, sidang ini untuk menggali kasus pencurian data di Facebook yang ramai dikenal dengan sebutan Cambridge Analytica.
Sepintas, sidang itu biasa-biasa saja. Seperti sidang-sidang atau hearing mega skandal keuangan korporasi Amerika Serikat yang lalu-lalu. Namun, bila dicermati lagi, para Senator AS kerap melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang konyol.
Senator Orrin Hatch misalnya bertanya, model bisnis Facebook ini apa sih, kok bisa digratisin? Terus, FB untung darimana? Dengan sedikit senyum kecut Mark Zuckerberg menjawab singkat saja: “Senator, kami hidup dari iklan”. Ada lagi yang lebih konyol. Dia Senator Brian Schatz. Dia bahkan tak paham sama sekali cara kerja Facebook. Schatz menanyakan apakah Facebook bisa melihat seluruh e-mail yang dikirim via Whatsapp?.
Patrick Leahy lebih konyol lagi. Beliau menanyakan apakah Mark Zuckerberg membaca satu persatu setiap posting-an yang ada di grup Facebook tersebut? Senator Schatz menyergah lagi, apakah Facebook akan menayangkan sebuah iklan tentang film Black Panther jika Black Panther dikirim via Whatsapp.
“Kita memang harus pahami. Anggota senator Amerika ini rata-rata sudah lansia. Usia rata-rata mereka 57-61 bahkan ada sampai 70 tahunan. Ini adalah usia rata-rata tertua dalam sejarah pemerintahan dan legislasi di Amerika. Kita bisa maklumi kemudian, bila para senator bertanya akan apa yang bukan ‘dunia’ mereka lagi. Sidang ini seperti kakek menginvestigasi cucu-nya,” kata dia.
Saya yakin bakal lebih ‘menggigit’ dan bikin Bos FB berkeringat dingin kalau yang duduk dan bertanya sebagai senator itu adalah legislator dari PSI yang masih belia sekelas Daniel Tumiwa, dan kawan-kawan. Berkaca dari kasus sidang FB ini, saatnya negara kita mendistrusi sumber daya manusia dilegislasi kita. [ded]