Juru bicara DPP Partai Solidaritas Indonesia, Furqan AMC mengingatkan Menteri Nadiem Makarim jangan coba-coba khianati para guru dan dosen.
“Mas Menteri jangan coba-coba khianati guru dan dosen,” kata Furqan AMC.
Langkah Omnibus Law yang ditempuh Kemendikbudristek terkait UU Sisdiknas 2003, UU Guru dan Dosen 2005 serta UU Pendidikan Tinggi 2013 ini dikhawatirkan banyak pihak bakal mereduksi kesejahteraan para guru dan dosen.
Indikasi tersebut di antaranya terlihat dari hilangnya ayat Tunjangan Profesi Guru (TPG) dalam RUU Sisdiknas versi Agustus 2022.
Karena itu, pasca ditolaknya RUU Sisdiknas masuk dalam agenda Prolegnas RUU Perubahan Prioritas Tahun 2022 dan Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2023 oleh DPR, PSI minta Kemendikbudristek memastikan jaminan kesejahteraan guru dan dosen dalam perbaikan RUU Sisdiknas ke depan.
Menurut Furqan, guru dan dosen berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan minimum dan jaminan kesejahteraan sosial.
“Bagaimana mungkin guru dan dosen dituntut profesional jika kesejahteraannya terabaikan?” tambah Aktivis 98 ini lebih lanjut.
Selama ini tidak sedikit guru akhirnya terpaksa harus mencari penghasilan sampingan untuk menutupi kebutuhan hidup. Akibatnya tentu saja yang bersangkutan tidak akan bisa fokus mengajar. Kualitas pengajaran akan menjadi turun.
Apalagi tugas mengajar tidak hanya dilakukan di kelas, di luar kelas guru-guru harus memeriksa tugas-tugas yang dibuat siswa dan tidak sedikit juga guru yang terlibat dalam urusan-urusan administrasi sekolah, sementara gaji mereka hanya dihitung dari jumlah jam mengajar di kelas.
“Belum lagi masih banyak guru yang statusnya masih honorer dan belum tersertifikasi,” ungkap Furqan.
Furqan berharap Kemendikbudristek mengakomodir aspirasi para guru dan dosen.
Guru dan dosen telah beberapa kali menyuarakan aspirasinya. Terakhir Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menyampaikan aspirasinya langsung pada Presiden Jokowi agar Tunjangan Profesi Guru (TPG) tidak dihapus dalam RUU Sisdiknas Selasa lalu (20/9)