Proses penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2024 dimulai. Pemerintah bersama DPR mulai menyusun langkah awal yaitu menentukan Asumsi Dasar Ekonomi Makro (ADEM).
“Tentu berkesinambungan, APBN 2024 nanti adalah kelanjutan dari APBN 2023. Jadi ADEM adalah landasan untuk merumuskan desain dari kebijakan fiskal kita, pembangunan nasional jangka pendek maupun panjang. Tema besarnya adalah ‘Mempercepat Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan’,” kata Andre Vincent Wenas, Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia dalam keterangannya pada Rabu, 21 Juni 2023.
“Kita optimis, namun tetap mewaspadai segala dinamika yang terjadi, misalnya kebijakan hilirisasi yang tujuannya memperoleh nilai tambah tapi bisa saja dalam prosesnya dijegal oleh mereka yang tidak setuju, makanya kita mesti waspadai, jangan sampai lengah,” lanjutnya.
“Dalam merumuskan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) serta Rencana Kerja Pemerintah (RKP) ini haruslah kredibel, artinya mempertimbangkan juga dinamika terkini serta prospek dan tantangan ekonomi global maupun domestik ke depan. Semua ini dalam rangka bagaimana mempercepat transformasi ekonomi. Begitu khan yang kita harapkan bersama.”
Sejak awal bulan Juni 2023 ini DPR sudah melakukan rapat koordinasi dengan pemerintah (Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan dan Badan Pusat Statistik). Beberapa sinyal yang tertangkap untuk jadi asumsi perencanaan adalah,
“Pertumbuhan ekonomi diprediksi sekitar 5,1 – 5,7% (semula 5,3 – 5,7%), tingkat inflasi diperkirakan 2,5% (plus-minus 1%), nilai tukar rupiah terhadap USD sekitar Rp 14.700 – Rp 15.200, suku bunga SUN 10 tahun berkisar 6,49 – 6,91. Lalu dari rapat dengan Komisi VII telah disepakati asumsi minyak dan gas, harga ICP sebesar USD 75 – 80 per barel, lifting minyak bumi sebesar 615 – 640 ribu barel per hari, dan lifting gas sebesar 1.030 – 1.036 ribu barel setara minyak per hari,” kata Andre menjelaskan.
“Pendapatan negara terus dioptimalisasi, dengan menjaga implementasi reformasi perpajakan, menjaga iklim investasi walau di tengah meningkatnya risiko dan ketidakpastian global. Pemerintah perlu meningkatkan kinerja perpajakan dengan lebih adil dan sustainable. Lalu insentif fiskal yang terarah dan terukur untuk mendukung percepatan transformasi ekonomi. Untuk itu, rasio perpajakan didorong supaya meningkat dari 9,91 – 10,18% terhadap PDB menjadi 9,92 – 10,2% terhadap PDB.”
“Paska skandal beberapa oknum perpajakan dan bea-cukai yang sempat bikin heboh itu, maka kebijakan ekonomi yang kredibel serta kebijakan perpajakan yang lebih sehat dan adil akan menjadi jangkar bagi terjaganya stabilitas ekonomi sekaligus fondasi yang kokoh untuk mendukung pencapaian target perencanaan pembangunan.”
Beberapa indikasi perencanaan lainnya yang diperoleh adalah: angka penurunan kemiskinan 6,5 – 7,5%, rasio gini: 0,374 – 0,377, tingkat pengangguran terbuka 5,0 – 5,7%, Indeks Pembangunan Manusia (IPM): 73,99 – 74,02, Nilai Tukar Petani (NTP): 105 – 108, dan Nilai Tukar Nelayan (NTN): 107 – 110.
“Memang terjadinya eskalasi tensi geopolitik telah meningkatkan ketidakpastian dan fragmentasi global, dampaknya tentu pada arus investasi dan perdagangan internasional. Namun demikian secara domestik, beberapa indikator perekonomian Indonesia sinyalnya tetap ekspansif. Aktivitas konsumsi terus menunjukkan tren penguatan. Karena itu kita tetap optimis, walau harus tetap waspada,” pungkas Andre Vincent Wenas menutup keterangannya