Partai Solidaritas Indonesia (PSI) meminta Kepolisian RI bersungguh-sungguh menjalankan apa yang menjadi amanat Presiden Joko Widodo dalam pertemuannya dengan para pejabat di lingkungan Polri pada 14 Oktober 2022. Salah satu instruksi Presiden yang paling banyak disuarakan kembali adalah menghentikan gaya hidup mewah para pejabat kepolisian dan keluarganya.
“Bukan hanya itu, bukan hanya tentang gaya hidup mewah. Sejatinya, ada 5 instruksi besar yang disampaikan Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi kepolisian dan masalah perubahan gaya hidup hanya merupakan bagian dari upaya Polri untuk memperbaiki apa yang menjadi keluhan masyarakat terhadap institusi Polri,” demikian pernyataan Juru Bicara PSI, Ariyo Bimmo dalam keterangan tertulis, Rabu 26 Oktober 2022.
PSI melihat gaya hidup mewah ini sangat terkait dengan pointers Presiden sebelumnya mengenai praktik pungli dan mencari-cari kesalahan. Persepsi publik mengenai praktik buruk inilah yang sebenarnya dikeluhkan dan seharusnya menjadi perhatian khusus. Gaya hidup mewah adalah muaranya, ketika rekening-rekening menjadi gendut karena praktek pungli.
“Bila perlu, potong satu generasi. Yang dimaksud tentu bukan secara fisik, tapi praktik dan paradigma berpikir aparat kepolisian. Kembali ke pemikiran ideal, gak usah jauh-jauh ke jamannya Hoegeng, ke jaman pasca reformasi saja dimana kemandirian Polri itu bertujuan agar polisi lebih profesional menjalankan fungsinya memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, “ lanjut Bimmo.
Masalah pungli, misalnya, merupakan hal yang pada saat reformasi Polri dimulai belum terpikirkan akan menjadi suatu masalah kronis di dalam institusi kepolisian. “Praktik pungli dalam praktik penegakan hukum itu signifikan lho, dan yang dimaksud bukanlah “petty corruption” dalam pembuatan SIM atau SKKB. Kalo itu mah, sudah oke kepolisian. Gaya mewah bukan muncul dari pungli seperti itu.”
Bimmo menerangkan bahwa yang menjadi gunung es korupsi di kepolisian adalah pungli dalam proses penegakan hukum, seperti penangguhan penahanan, kriminalisasi sampai penghentian penyidikan yang ditangani kepolisian. “Bila ini bisa diatasi, efek berantainya akan revolusioner. Polri akan kembali hebat.”
Memutus pungli berarti juga memperkecil kemungkinan untuk lestarinya setoran ke atasan sebagaimana disampaikan Kapolri pada tanggal 24 Oktober 2022 kemarin. Kapolri juga meminta jajaran Polda dan Polres meniadakan potensi pungli jabatan. “Pungli dan setoran itu vicious circle, lingkaran tak berujung. Harus diputus tengahnya,” ujar Bimmo.
Oleh karenanya, menurut Juru Bicara yang juga pegiat reformasi hukum dan peradilan ini, PSI mendukung institusi Polri memanfaatkan momentum arahan Presiden ini untuk melakukan perubahan besar dan menyeluruh. PSI mendukung gagasan yang disampaikan Menko Polhukam Mahfud MD untuk membangun Polri ke depan sebagai Polisi Rakyat yang sederhana, tidak pongah, tidak hedonis, tidak berlebihan dalam gaya hidup, dan tidak sewenang-wenang dalam penegakan hukum.
“Belum tentu ada momentum seperti ini lagi dalam 2-3 tahun kedepan. Jadilah Polisi Rakyat dalam makna yang luas dan sesungguhnya,” tutup Bimmo.