Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mendukung langkah pemerintah mengalokasikan anggaran Rp 40 triliun di tahun 2021 untuk melakukan transformasi digital. Namun, pemerintah diharapkan sudah memiliki rencana yang jelas dalam bentuk peta jalan. Rencana ini harus disampaikan secara terbuka kepada masyarakat. Harapan ini disampaikan juru bicara PSI, Sigit Widodo, Selasa (28/10/2020)
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dalam sebuah webinar mengungkapkan, anggaran transformasi digital itu diperlukan untuk meningkatkan aksesibilitas masyarakat dan membuat proses pemerintahan dan pelayanan publik bisa berjalan efisien dan cepat. Dalam acara itu, Sri Mulyani berharap semua desa di Indonesia dapat terkoneksi ke jaringan internet dalam beberapa tahun ke depan.
“Pemerintah saat ini mengejar rasio elektrifikasi 100 persen, tidak boleh ada satu desa yang tidak ada listrik. Kita juga harus mengejar agar tidak ada satu desa yang tidak terkoneksi internet,” tutur Sri Mulyani
Sigit mengatakan, PSI sangat mengapresiasi tekad dan semangat pemerintah untuk mengurangi kesenjangan digital di Indonesia. “Hingga saat ini kesenjangan digital masih menjadi masalah besar yang harus kita pecahkan bersama,” ujar mantan Direktur Operasional Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) ini.
PSI sendiri membagi masalah kesenjangan digital di Indonesia ke dalam tiga kategori besar. Pertama, kesenjangan antara Indonesia bagian Barat dengan Indonesia bagian Timur. Kedua, kesenjangan antara wilayah perkotaan dan perdesaan. Ketiga, kesenjangan antara masyarakat kaya dan miskin. “Tiga masalah ini harus diselesaikan secara bersamaan dalam waku yang singkat,” ujar Sigit.
Untuk Indonesia bagian Barat, masih menurut Sigit, secara teknis seharusnya tidak ada masalah untuk menyalurkan akses internet hingga ke desa-desa. “Tapi di Indonesia bagian Timur, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemerintah. Di Papua, dan NTT, misalnya, masih banyak daerah yang hanya bisa diakses dengan internet satelit yang biayanya sangat mahal,” ungkapnya.
Membangun infrastruktur last mile di Indonesia bagian Timur bukan pekerjaan yang mudah. Saat ini setengah pengguna internet di Indonesia masih berasal dari Pulau Jawa. Hanya sekitar 20 persen pengguna internet Indonesia yang berasal dari luar Jawa dan Sumatera.
Selain soal infrastruktur, daya beli masyarakat juga jadi masalah tersendiri. “Selama pandemi, kita banyak mendengar orangtua mengeluhkan biaya internet yang mahal untuk anaknya belajar jarak jauh. Bahkan di tingkat perguruan tinggi, banyak kampus yang mengurangi kuliah tatap muka dan menggantinya dengan tugas karena mahasiswa mengeluh kuotanya cepat habis jika harus selalu kuliah dengan aplikasi video conference,” kata Sigit.
Untuk wilayah perdesaan, Sigit mengingatkan kemampuan literasi digital yang sangat beragam. “Menurut pengamatan kami, desa yang dipimpin oleh kepala desa yang visioner akan dengan mudah mengadopsi internet dan memanfaatkannya untuk kegiatan-kegiatan produktif. Namun banyak juga kepala desa yang tidak memahami sama sekali tentang teknologi digital,” ujar pria yang sejak tujuh tahun silam sudah terjun menjadi penggiat desa digital ini.
Karena beragamnya masalah terkait kesenjangan digital di Indonesia, PSI berharap pemerintah segera menyusun peta jalan yang terukur untuk mengatasainya. “Misalnya dalam lima tahun ke depan, berapa persen desa di Indonesia yang ditargetkan sudah terkoneksi internet, di mana saja, dengan teknologi apa, berapa anggaran yang disediakan oleh pemerintah per tahunnya, hingga biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk dapat menggunakan akses internet tadi,” ujar Sigit.
“Dan tentunya, berapa target penambahan pengguna internet di Indonesia setiap tahunnya dan bagaimana agar masyarakat yang tidak mampu tetap bisa mengakses internet,” tambah Sigit lagi.
Peta jalan itu, kata Sigit, harus disampaikan secara terbuka kepada masyarakat. “Jika disampaikan secara terbuka, masyarakat dapat memberi masukan dan mengkritisi dari awal apabila ada hal-hal yang dirasa kurang tepat. Selain itu, peta jalan ini akan sangat penting untuk perusahaan yang ingin berinvestasi di bidang infrastruktur internet,” ujar mahasiswa doktoral Ilmu Komunikasi ini.
Sigit mengingatkan, masalah kesenjangan digital ini tidak bisa diselesaikan sendiri oleh pemerintah dan hanya bisa diperbaiki jika melibatkan seluruh masyarakat. “Namun pemerintah harus memiliki peta jalan yang jelas agar masyarakat memiliki panduan yang sama dalam memecahkan masalah ini,” pungkas Sigit.