Hari-hari ini, laman media sosial baik Instagram, Twitter, YouTube dan Tiktok, banyak menampilkan seputar Stoicism (Stoikisme), terutama bagi mereka, yang laman media sosialnya memang tertuju pada literasi dan memengaruhi hitungan algoritma akunnya. Tak terkecuali juga pada laman media sosial saya.
Stoicism sendiri adalah sebuah filsafat Yunani Kuno yang mengajarkan tentang bagaimana agar tetap stoic dalam kehidupan yang dinamis. Filsafat kuno ini dianut oleh beberapa filsuf Yunani, seperti Seneca, Epictetus, dan Marcus Aurelius.
Stoicism atau stoikisme didirikan di Athena oleh Zeno dari Citium pada awal abad ke-3 SM. Stoic mengajarkan bahwa orang harus bebas dari hasrat, tidak tergerak oleh sukacita atau kesedihan, serta tunduk tanpa mengeluh atas apapun yang terjadi dan tidak dapat dihindari.
Dalam hidup ini terdiri dari dua hal, yakni hal yang dapat dikendalikan dan hal yang tidak dapat dikendalikan. Hal-hal yang dapat dikendalikan bergantung pada pertimbangan, perkataan, dan cara bagaimana kita bersikap. Sekiranya begitulah gambaran seputar Stoicism alias Stoikisme.
Penting Bagi Kita Semua
Menjadi stoa dapat dilakukan siapa saja.
Karena sejatinya, Stoikisme itu adalah sebuah gaya hidup sehari-hari. Bahkan, dilengkapi dengan penataan pola pikir dan bagaimana cara mengendalikan emosi. Sungguh, sangat relevan dalam kondisi saat-saat ini, di mana tiap orang berpacu dengan ambisi masing-masing.
Jika masyarakat umum saja dapat dan amat penting untuk mempelajari ajaran Stoikisme, tentu saja juga menjadi penting bagi mereka yang terjun di dunia Politik. Bahkan wajib hukumnya. Sebab, dari ketiga tokoh besar Stoikisme tersebut, semuanya amat dekat dengan dunia Politik dan pemikiran seputar negara dan bangsa. Marcus Aurelius, misalnya, malah menjadi pemimpin besar yang termasyhur dalam sejarah.
Ajaran Stoic ini bagi saya malah amat penting diajarkan sejak remaja di sekolah-sekolah. Agar kelak, mereka yang bekerja keras mengejar cita-citanya, dapat selalu berpikir jernih dan bersikap bijaksana hingga mereka dewasa. Inilah, yang membuat saya sering membicarakannya mulai dari lingkungan terdekat keluarga, hingga di kantor DPP PSI dan kunjungan politik bertemu para kolega. Tanggapan mereka cukup antusias dan beragam. Semangat belajar memang selalu membawa kebahagiaan.
Bro dan Sis PSI dan kolega-kolega saya yang telah memahami Stoikisme, memang terbukti membawa energi positif dan berbeda dari sebelumnya. Stoikisme, yang sekilas terkesan mengajarkan kepasrahan hidup itu, justru meningkatkan rasa optimis bagi mereka yang mempelajarinya.
Tidak ada kata terlambat untuk belajar dan selalu membawa perbaikan. Tidak ada alasan untuk tidak membangun energi positif di dalam diri dan pergaulan kita.
Anak muda Indonesia, anak muda berjiwa Stoa. Salam Solidaritas!