TPA Cipeucang resmi dioperasikan pada 21 Juni 2012, hampir sewindu usianya. Menjelang ulangtahun ke-8, TPA Cipeucang memberikan hadiah kepada masyarakat Tangerang Selatan dengan jebolnya turap TPA Cipeucang pada Jumat (22/05/2020) yang ternyata bukan untuk pertama kalinya, sebelum ini, 26 April 2019 juga terjadi.
Menurut Sekretaris Daerah Kota Tangerang Selatan ketika itu, Dudung E. Diredja, mulai beroperasinya TPA Cipeucang adalah langkah awal dalam penanganan persoalan sampah di Kota Tangerang Selatan. Awalnya berdiri di atas lahan 2,4 hektar, dan akan terus dikembangkan sampai 10 hektar. Menurut Dudung E. Diredja, sistem pengelolaan sampah di TPA Cipeucang menggunakan teknologi tinggi yang ramah lingkungan, demikian yang disampaikan saat sosialisasi kepada warga sekitar ketika itu. (Sumber: https://tangseloke.com/2012/06/22/tpa-cipeucang-resmi-beroperasi/). Namun, di hari Minggu tanggal 30 Mei 2020, delapan tahun kemudian di penghujung akhir bulan Mei, bau sampah TPA Cipeucang semerbak tercium sampai ke area BSD, area Cilenggang dan sekitarnya; jauh menembus batas-batas wilayah.
Masih menurut sumber yang sama https://tangseloke.com/2012/06/22/tpa-cipeucang-resmi-beroperasi/ Ketua DPRD ketika itu, Bambang P. Rachmadi menyampaikan bahwa TPA Cipeucang dapat menjawab pertanyaan masyarakat Tangerang Selatan terhadap persoalan sampahnya. Saat peresmian hadir juga Kepala Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman – Chaerul Soleh, Kepala BAPPEDA – Dendi Priyandana, Kepala Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air – Retno Prawati, serta Wakil Ketua I DPRD Ruhamaben dan sejumlah anggota Komisi IV Bidang Pembangunan.
Tidak dapat diterima akal sehat dan logika sama sekali, pemilihan dan persetujuan lokasi TPA – Tempat Pemrosesan/Pengelolaan Akhir ada tepat di pinggir Sungai Cisadane, yang secara kasat mata, nyaris tidak ada jarak antara bibir sungai dengan tepi TPA. Definisi yang seharusnya TPA – Tempat Pemrosesan Akhir, diakui oleh Kepala Bidang Persampahan Wismansyah sebenar-benarnya adalah Tempat PEMBUANGAN Akhir. Pengakuan itu disampaikan saat ada sidak Komisi IV DPRD Tangerang Selatan ke TPA Cipeucang pada hari Rabu, 27 Mei 2020 terkait dengan jebolnya turap TPA Cipeucang.
Penentuan, pemilihan dan persetujuan Tempat Pembuangan Akhir di tepi sungai adalah kejahatan terhadap lingkungan hidup dan pengabaian kemanusiaan; it is crime against humanity and environment! Pelecehan intelektual masyarakat luas, pembodohan dan penyesatan! Pemerintah Kota Tangerang Selatan sudah membodohi dan melecehkan intelektual masyarakat kota yang bertajuk “Cerdas, Modern dan Relijius” ini. Kejahatan kemanusiaan karena mencemari udara dengan bau busuk menyengat, mencemari Sungai Cisadane yang ironisnya diambil sebagai air baku pengolahan AIR BERSIH PDAM Tangerang Selatan – hopo tumon? Belum lagi timbulnya penyakit pernapasan, kulit dan masih banyak lagi akibat tercemarnya lingkungan sekitar TPA Cipeucang. Kejahatan lingkungan hidup jelas sekali. Polusi bau, polusi air sungai, air lindi yang jauh meresap ke dalam tanah dan sumur-sumur sekitar yang sangat membahayakan kesehatan.
Pemerintah Kota Tangerang Selatan sudah menabrak seluruh tatanan dan tataran hukum yang ada ketika menentukan dan memutuskan TPA tepat di bantaran Sungai Cisadane tersebut. Sungguh panjang daftar aturan yang ditabrak:
Yang Pertama:
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991, Bab XII Pasal 27 yang berbunyi: Dilarang membuang benda-benda/bahan-bahan padat dan/atau cair ataupun yang berupa
limbah ke dalam maupun di sekitar sungai yang diperkirakan atau patut diduga akan menimbulkan pencemaran atau menurunkan kualitas air, sehingga membahayakan dan/atau merugikan penggunaan air yang lain dan lingkungan. Kemudian Bab XV Pasal 33 yang berbunyi: Dipidana berdasarkan ketentuan Pasal 15 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 dan peraturan perundang-undangan lainnya; Poin huruf d. barang siapa membuang benda-benda/bahan-bahan padat dan/atau cair ataupun berupa
limbah ke dalam maupun di sekitar sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27.
Yang Kedua:
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
BAB XII PERAN MASYARAKAT
Pasal 70
(1) Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
(2) Peran masyarakat dapat berupa:
- pengawasan sosial;
- pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan; dan/atau
- penyampaian informasi dan/atau laporan.
(3) Peran masyarakat dilakukan untuk:
- meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
- meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan;
- menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat;
- menumbuhkembangkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial; dan
- mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Yang Ketiga:
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI
BAB III: PENGELOLAAN SUNGAI
Bagian Kesatu Umum Pasal 18
(1) Pengelolaan sungai meliputi:
- konservasi sungai;
- pengembangan sungai; dan
- pengendalian daya rusak air sungai.
Bagian Kedua Konservasi Sungai Pasal 20
(1) Konservasi sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a dilakukan melalui kegiatan:
- perlindungan sungai; dan
- pencegahan pencemaran air sungai.
Pasal 27
(1) Pencegahan pencemaran air sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b dilakukan melalui:
- penetapan daya tampung beban pencemaran;
- identifikasi dan inventarisasi sumber air limbah yang masuk ke sungai;
- penetapan persyaratan dan tata cara pembuangan air limbah;
- pelarangan pembuangan sampah ke sungai;
- pemantauan kualitas air pada sungai; dan
- pengawasan air limbah yang masuk ke sungai.
Yang Keempat:
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA
Dari judulnya saja sudah jelas seluruh isinya adalah pengelolaan sampah.
Jika digali dan ditelusuri lebih jauh lagi, yakinlah, masih bertambah panjang daftar aturan yang ditabrak dalam penentuan dan pengambilan keputusan persetujuan lokasi TPA di Cipeucang tepat di tepi Sungai Cisadane. Belum lagi ‘aroma-aroma’ lain terkait dengan pembebasan lahan, terbitnya AMDAL dsb.
Di jaman purbakala, sebelum ada moda transportasi seperti hari ini, sungai adalah nadi kehidupan utama masyarakat. Tercatat dalam sejarah kerajaan-kerajaan besar di Nusantara ada di tepi sungai, Sriwijaya – Sungai Musi, Majapahit – Sungai Brantas, Kutai Martapura – Sungai Mahakam, Tarumanagara – Sungai Citarum; yang terentang ditemukan prasasti tentang kejayaan Kerajaan Tarumanagara di Cisadane, Ciaruteun, dan Cianten. Bukan hanya di Indonesia, di seluruh dunia, kerajaan kuno, kota niaga penting, hampir semuanya ada di pinggir sungai. Sejak jaman purbakala manusia sudah bersahabat dengan sungai, sementara ruas Sungai Cisadane di Tangerang Selatan, malah diperkosa oleh para pengambil kebijakan kota bertajuk “Cerdas, Modern dan Relijius” yang baru merayakan hari lahirnya yang ke-11.
Enough is enough! Jebolnya turap TPA – pembuangan ya, bukan pemrosesan/pengelolaan Cipeucang tanggal 22 Mei 2020 adalah yang terakhir, cukup sudah! Semoga para pihak terkait mendengar tragedi tragis ini dan mengambil tindakan.
Kami – dari Fraksi PSI DPRD Kota Tangerang Selatan akan berusaha sekuat tenaga dan kemampuan kami terus menyuarakan dan mencari solusi atas tragedi kejahatan kemanusiaan dan lingkungan hidup ini, sesuai dengan tugas dan fungsi sebagai Legislatif.
Aji Bromokusumo, ST., MBA
Fraksi PSI DPRD Kota Tangerang Selatan