Ketua DPP PSI, Furqan AMC menyoroti dengan kritis fenomena kisruh sistem zonasi PPDB di berbagai daerah.
“Sistem zonasi PPDB harus dievaluasi total. Alih-alih untuk pemerataan pendidikan, yang terjadi malah sistem Zonasi PPDB mendiskriminasi dan menumbuhkan budaya negatif yang merusak,” tegas Furqan.
Menurut Furqan sistem zonasi PPDB mendiskriminasi calon siswa yang seharusnya dijamin hak pendidikannya oleh konstitusi, hanya karena letak rumah yang tak masuk zonasi. Sudah dapat diduga anak-anak desa atau pinggiran kota akan kesulitan mengakses sekolah negeri yang lebih bermutu yang biasanya ada di tengah kota.
Kemudian, sistem zonasi telah menyuburkan praktek pemalsuan dokumen, pungli dan percaloan dalam PPDB.
Contohnya seperti temuan kasus 31 Kartu Keluarga (KK) palsu calon siswa baru yang terungkap di SMA Negeri 8 Pekan Baru, Riau beberapa hari lalu.
“Kasus penemuan 31 KK bodong calon siswa di SMA 8 Negeri Pekan Baru tersebut hanyalah puncak gunung es yang terungkap. Besar dugaannya praktek pemalsuan KK tersebut terjadi jamak di semua kota dan kabupaten di seluruh Indonesia,” ungkap Furqan.
Di Kota Bogor, Jawa Barat, walikota Bima Arya menyebut ada 155 pendaftar PPDB yang tidak sesuai domisilinya dengan yang tercatat pada Kartu Keluarga (KK).
“Tentu saja ini adalah budaya negatif dalam pendidikan kita yang dapat merusak basis moral si anak. Berbohong jadi dianggap biasa,” tegas Furqan yang juga aktivis 98 ini.
“Selain itu, anak yang dicoret dari PPDB suatu sekolah karena ketahuan memanipulasi data, bisa mengalami trauma psikologis karena resiko stigma sosial maupun perasaan bersalah,” tambah Furqan.
Lebih lanjut Furqan menengarai, sistem zonasi PPDB telah mendorong praktek jual beli Kartu Keluarga (KK) yang juga bisa mengganggu tertib data dukcapil setempat.