Partai Solidaritas Indonesia Tolak Wacana Penambahan Kursi DPR

Di tengah molornya pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyelenggaraan Pemilu, sejumlah isu krusial masih belum disepakati. Di antaranya terkait wacana penambahan jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dari sekarang berjumlah 560 kursi.

Pemerintah mengusulkan penambahan maksimal 5 kursi untuk tambahan kekurangan kursi di 3 wilayah, yaitu Kalimantan Utara, Riau, dan Kepulauan Riau.Lima kursi lagi untuk daerah otonom baru. DPR menginginkan penambahan hingga 19 kursi untuk mengatasi kekurangan keterwakilan.

Menanggapi gagasan tentang penambahan kursi DPR, Sekretaris Jenderal Partai Solidaritas Indonesia (Sekjen PSI) Raja Juli Antoni menyatakan ketidaksetujuannya.

“Poinnya bukan pada penambahan kursi, tetapi optimalisasi kualitas anggota dewan,” kata Toni dalam keterangannya kepada Tribunnews di Jakarta, Senin (29/5/2017).

“DPR terus disorot karena kinerjanya belum memuaskan ekspektasi publik,” lanjut Toni.

Dalam hal fungsi legislasi, baik kualitas undang-undang yang dihasilkan maupun target penyelesaian Prolegnas tidak memadai.

“Belum lagi yang dibatalkan Mahkamah Konstitusi,” kata Toni.

Demikian pula fungsi-fungsi yang lain seperti pengawasan dan menyerap aspirasi, dinilai Toni bukan karena keterbatasan jumlah.

“Peran DPR belum maksimal, sebaiknya jumlah yang ada dioptimalkan, termasuk fungsi-fungsi tenaga ahli,” usul Toni.

“Penambahan kursi DPR juga berdampak pada membengkaknya anggaran negara untuk gaji, tunjangan dan fasilitas anggota DPR,” kritik Toni.

“Tidak ada jaminan penambahan anggaran akan meningkatkan kinerja DPR, sebaliknya alokasi untuk kesejahteraan rakyat berkurang, tandas Toni.

Seperti diketahui, Panitia Khusus (Pansus) RUU menilai ada 6 provinsi mengalami kekurangan keterwakilan, sebaliknya ada beberapa provinsi kelebihan keterwakilan. Opsi menambah 19 kursi muncul lantaran provinsi yang kelebihan tidak mau dikurangi kursinya. Partai-partai politik (parpol) cenderung ingin menambah kursi karena meningkatkan potensi meraih banyak kursi di DPR.

Sebaliknya, parpol menolak pengurangan kursi karena akan meningkatkan persaingan memperebutkan kursi pada Pemilu 2019 mendatang.

“Tentang realokasi kursi, sebaiknya perlu ditata ulang pembagian kursi berdasarkan prinsip one person, one vote, one value (OPOVOV),” kata Toni.

“Untuk menjamin proporsionalitas besaran daerah pemilihan (dapil), sebaiknya didasarkan pada sensus penduduk tiap 10 tahun,” lanjut Toni.

Mengutip keprihatinan dari kalangan pegiat demokrasi, Toni mengamini soal tertutupnya pembahasan penambahan kursi.

“Hal ini melanggar prinsip keterbukaan dalam penyusunan undang-undang,” tegas Toni.

Pihak Pansus, kata Toni, disarankan untuk menyerap aspirasi terutama dari daerah-daerah yang mengalami kelebihan maupun kekurangan keterwakilan.

“Jangan hanya berdasarkan kepentingan parpol semata, tetapi publik harus didengarkan,” ujar dia.

Sumber Tribunnews.com

Recommended Posts